RUU tentang Perkreditan Perbankan
Terbaru

RUU tentang Perkreditan Perbankan

Mengingat pentingnya peranan kredit perbankan dan perlunya unifikasi ketentuan-ketentuan mengenai perkreditan maka perlu disusun suatu undang-undang yang menjamin kepastian hukum bagi semua pihak. Unifikasi ini penting, karena masalah perkreditan perbankan ada hubungannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya, seperti Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil; Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.(Petikan Penjelasan Umum RUU Perkreditan Perbankan).

Amrie
Bacaan 2 Menit
RUU tentang Perkreditan Perbankan
Hukumonline

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ………. TAHUN 2000

TENTANG

PERKREDITAN PERBANKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

 

Menimbang

:

a.       bahwa kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera dengan berdasarkan perekonomian yang merata, mandiri, andal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional, perlu ditunjang dengan sumber pembiayaan yang antara lain berasal dari sektor perbankan;

b.       bahwa sumber pembiayaan bagi dunia usaha dalam rangka memberdayakan ekonomi kerakyatan di Indonesia, sebagian besar disalurkan melalui lembaga perbankan dalam bentuk kredit ;

c.       bahwa ketentuan tentang perkreditan perbankan di Indonesia belum mencerminkan keseimbangan hak dan kewajiban, keberpihakan kepada kelompok usaha kecil, dan belum adanya perlindungan kepentingan dan kepastian hukum bagi para pihak, khususnya kepada kelompok usaha kecil dalam kegiatan perkreditan, serta masih tersebar ketentuan yang mengatur perkreditan perbankan dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga perlu diatur tersendiri dalam suatu perundang-undangan khususnya di bidang perkreditan perbankan ;

d.       bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas dan untuk memberikan landasan hukum yang lebih baik bagi perkreditan perbankan, dipandang perlu untuk membentuk Undang-undang tentang Perkreditan Perbankan.

 

Mengingat

:

1.      Pasal 21, Pasal 20 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4), Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

2.      Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790);

3.      Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843);

Dengan Persetujuan Bersama :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERKREDITAN PERBANKAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan

1.       Perkreditan perbankan adalah bagian dari kegiatan pada sektor perbankan yang meliputi penyediaan dan penyaluran kredit dari kreditur kepada debitur untuk kegiatan usaha dan atau kegiatan-kegiatan lainnya sesuai peruntukkannya yang dituangkan dalam suatu perjanjian kredit yang mengikat kedua belah pihak.

2.       Kredit adalah penyediaan uang dan/atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang disediakan oleh kreditur kepada debitur berdasarkan Perjanjian Kredit.

3.       Perjanjian Kredit adalah persetujuan dan/atau kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi yang telah diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biaya-biaya yang disepakati.

4.       Kreditur adalah bank yang menyediakan kredit kepada debitur berdasarkan perjanjian kredit.

5.       Debitur adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya yang menerima kredit dari kreditur berdasarkan perjanjian kredit.

6.       Usaha kecil adalah kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Halaman Selanjutnya:
Tags: