DPR Kurang Perhatikan Sinkronisasi dalam Membentuk UU
Berita

DPR Kurang Perhatikan Sinkronisasi dalam Membentuk UU

Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam membentuk suatu produk perundang-undangan adalah aspek sinkronisasi. Yaitu, keselarasan antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya. Hal ini ternyata kurang diperhatikan oleh para anggota dewan.

Zae/APr
Bacaan 2 Menit
DPR Kurang Perhatikan Sinkronisasi dalam Membentuk UU
Hukumonline

Hal tersebut diungkapkan oleh peneliti dari Universitas Andalas Padang, Dr Hermayulis dan rekan-rekan, saat menyampaikan kertas kerjanya dalam suatu seminar tentang pelayanan riset dalam pembentukan peraturan undang-undang. Seminar ini diselenggararakan atas prakarsa Komisi Hukum Nasional (KHN) bekerja sama dengan Univewrsitas Andalas.

Dari kajian yang dilakukan terhadap sinkronisasi peraturan, menurut Hermayulis,  menunjukkan bahwa proses sinkronisasi memegang peranan yang cukup penting dalam kaitannya dengan penerapan hukum dalam masyarakat. "Apabila sinkronisasi tidak diperhatikan, maka dapat berakibat terjadinya hambatan-hambatan dalam penerapannya," jelas Hermayulis.

Hermayulis mengatakan, proses sinkronisasi peraturan bertujuan untuk melihat adanya keselarasan antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya. Sinkronisasi dilakukan baik secara vertikal dengan peraturan di atasnya maupun secara horisontal dengan peraturan yang setara.

Kajian tentang sinkronisasi dalam proses pembentukan peraturan UU dilakukan Hermayulis sehubungan dengan adanya kekuasaan DPR untuk membentuk UU. Sesuai amandemen pertama Pasal 20 ayat (1), DPR tidak lagi "hanya" mempunyai kekuasaan untuk menyetujui UU usulan pemerintah, tetapi berperan aktif dalam membentuk UU.

Tidak konsisten

Sinkronisasi tidak hanya dapat dilihat dari harmonisasi dengan ketentuan lain yang berkaitan, tetapi juga dapat ditelusuri di dalam ketentuan itu sendiri. Ambil contoh pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). "Bila dilihat dari sisi sinkronisasi, di dalam UUPA sendiri terlihat bahwa UU ini tidak konsisten," ujar Hermayulis.

Misalnya, dalam Pasal 5 UUPA. Pasal ini menegaskan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan luar dan luar angkasa ialah hukum adat. Sepanjang, tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme bangsa.

Tidak konsistennya Pasal 5 terlihat pada Pasal 16 UUPA. Pasal ini tidak menyinggung bentuk hak atas tanah yang diatur di dalam hukum adat yang lebih dikenal dengan hal ulayat. Pasal ini hanya mengenal hak atas tanah berupa hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan hak yang bersifat sementara.

Tags: