Buyung: Tidak Perlu Ada Hakim Komisaris
Berita

Buyung: Tidak Perlu Ada Hakim Komisaris

Advokat senior, Adnan Buyung Nasution, menyatakan menentang masuknya ketentuan mengenai hakim komisaris dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Buyung menyatakan ingin mempertahankan konsep praperadilan, hanya saja lebih diberdayakan.

Nay/Amr
Bacaan 2 Menit
Buyung: Tidak Perlu Ada Hakim Komisaris
Hukumonline

 

Kalau dikaji secara ilmiah dan dilihat dari efektivitas di lapangan, Buyung berpendapat model hakim komisaris sangat lemah. Pasalnya, hakim komisaris lebih bersifat administratif, tertutup dan tergantung pada hakim komisaris yang bersangkutan saja. "Tidak ada partisipasi publik, tidak ada kontrol terbuka dari publik," tuturnya.

 

Karena itu, dilihat dari prinsip-prinsip demokrasi, khususnya good governance, transparansi, public accountability dan partisipasi publik, maka sistem itu amat lemah. Berbeda dengan praperadilan yang terbuka dan disidangkan.

 

Buyung mengakui berbagai kelemahan praperadilan. Menurutnya, pada awalnya konsep praperadilan yang ia susun jauh lebih kuat dan lebih besar wewenangnya dari apa yang terdapat dalam KUHAP. Namun, konsepnya itu dipotong DPR dan pemerintah. sehingga akhirnya peraperadilan diberi kewenangan yang amat terbatas hanya sekedar pengujian formal belaka.

 

Ia mencontohkan, jika seseorang mempersoalkan penahanannya, maka hakim hanya akan bertanya apakah ada Surat Perintah Penahanan. "Jika ada SPP-nya cukup. Padahal, seharusnya dilihat terlebih dahulu apakah SPP itu  ada dasar hukumnya, ada bukti-buktinya dan ada urgensinya,"tukasnya.

 

Menurutnya, hakim seharusnya menguji apakah penahanan memenuhi syarat-syarat hukum mengenai penahanan. Buyung menilai, saat ini umumnya hakim tidak berani menguji materi, yaitu kebenaran dari alasan-alasan hukum maupun alasan faktual dari penahanan.

 

Yang perlu dilakukan, menurut Buyung, adalah tetap mempertahankan lembaga praperadilan, namun lebih diberdayakan. "Tidak perlu ada hakim komisaris. Sama-sekali tidak perlu," tegasnya.    

 

Menutupi Kelemahan Praperadilan

Berbeda dengan Buyung, ahli hukum Pidana Harkristuti Harkrisnowo menyatakan sistem hakim komisaris diharapkan dapat menutupi kelemahan praperadilan yang diterapkan saat ini. Menurut Harkristuti, kewenangan pra peradilan memang sangat terbatas, sementara hakim komisaris nantinya akan mempunyai kewenangan yang sangat besar dibandingkan dengan praperadilan.

 

"Termasuk untuk melakukan upaya paksa harus mendapatkan ijin," ujar Harkristuti. praperadilan saya idenya memang pra peradilan sangat terbatas, nanti hakim Ia mengatakan, sistem hakim komisaris mengikuti rechter commissaris yang ada di Belanda. Saat ini, di Timor Leste juga terdapat hakim komisaris.

 

Dalam draf revisi KUHAP disebutkan bahwa seorang hakim komisaris berwenang memutuskan atau menetapkan sah tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan yang tidak didasarkan pada asas oportunitas. Ia juga menentukan perlu tidaknya sebuah penahanan, ganti kerugian atau rehabilitasi bagi seseorang yang ditahan secara tidak sah.

 

Pada sisi lain, hakim komisaris juga berwenang menentukan pelampauan batas waktu penyidikan atau penuntutan, dan dapat tidaknya dilakukan pemeriksaan terhadap seseorang tanpa didampingi penasehat hukum.

 

Seorang hakim komisaris juga diberi hak untuk mengambil prakarsa untuk menilai sebuah upaya paksa, misalnya penahanan atau penyitaan, sesuai dengan hukum. Bila dilakukan atas prakarsa sang hakim, maka dia mengeluarkan sebuah penetapan.

 

Namun demikian, prakarsa itu baru boleh diambil jika sang hakim sudah menerima tembusan surat penangkapan, penahanan, penyitaan, atau SP3 yang tidak berdasarkan asas oportunitas. Kalau ada permintaan dari tersangka atau korban kejahatan untuk menilai sah tidaknya suatu penangkapan, maka hakim bisa mengeluarkan putusan.

"Saya pihak yang menentang. Saya ingin pertahankan konsep saya yang dulu diterima oleh pemerintah dan DPR menjadi praperadilan, sebab saya anggap itu jauh lebih baik dari konsep hakim komisaris," ujar Buyung kepada hukumonline.

 

Sistem hakim komisaris, menurut Buyung meniru sistem di Belanda. Ia mengatakan, dahulu sistem hakim komisaris sudah pernah dilaksanakan di Indonesia. Yaitu pada jaman pendudukan Belanda maupun periode 1950-1959. "Sampai terbentuknya  KUHAP, masih ada hakim komisaris," cetus Buyung.

Halaman Selanjutnya:
Tags: