Masih Mengacu pada Perma, Permohonan Judicial Review Diminta Diperbaiki
Utama

Masih Mengacu pada Perma, Permohonan Judicial Review Diminta Diperbaiki

Persidangan pertama Mahkamah Konstitusi yang diselenggarakan pada Selasa (4/11) berjalan lancar. Persidangan yang bertempat di ruang Nusantara IV kompleks gedung MPR/DPR melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap tiga perkara judicial review yang pertama.

Amr
Bacaan 2 Menit
Masih Mengacu pada Perma, Permohonan <i>Judicial Review</i> Diminta Diperbaiki
Hukumonline

"Karena saudara mengajukan permohonan masih menggunakan ketentuan yang lama, Peraturan Mahkamah Agung, dan waktu saudara mengajukan belum ada Undang-undang tentang Mahkamah konstitusi apakah saudara menganggap dari permohonan yang semula itu sudah cukup diadakan penyesuaian?" tanya Jimly.

Menjawab pertanyaan ketua majelis, Jhonson mengatakan bahwa ia menyadari ada beberapa hal dalam permohonannya yang harus diperbaiki. Selain masih menggunakan ketentuan lama, Jhonson juga mengatakan bahwa pihaknya akan menghilangkan permohonan provisi yang tidak dikenal dalam Undang-undang No.24 Tahun 2003.

Hal yang sama juga terjadi pada pemeriksaan dua perkara lainnya, judicial review atas Undang-undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta Undang-undang No.24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Untuk ketiga permohonan tersebut, pemohon meminta waktu maksimal 14 hari untuk memperbaiki permohonannya.

Berdasarkan perintah Undang-undang, Jimly memberikan nasihat agar pemohon tidak lalai dalam menyusun perbaikan permohonan. "Karena yang sedang diadili ini adalah kepentingan umum. Karena kepentingan umum itu, jangan karena permohonannya ada kealpaan yang sifatnya teknis, lalu keadilan tidak bisa ditegakkan. Ini jangan sampai terjadi," tegasnya.

Lebih jauh, Jimly menerangkan bahwa jadwal sidang kedua, pemeriksaan persidangan, akan ditentukan setelah permohonan hasil perbaikan masuk. Ia mengatakan bahwa pada pemeriksaan persidangan akan dihadiri oleh pihak termohon yaitu yang berasal dari DPR dan pemerintah.

Legal standing

Pada persidangan kedua nanti, Mahkamah Konstitusi akan menentukan apakah sebuah permohonan dapat diproses lebih lanjut dalam persidangan berikutnya. Sebuah permohonan dapat ditolak, kata Jimly, jika legal standing pemohon tidak terpenuhi dan dalil-dalil yang dikemukakan pemohon tidak dapat diterima oleh majelis.

Persidangan pertama Mahkamah Konstitusi hari itu dihadiri oleh puluhan pengunjung dan mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian. Tampak diantara pengunjung pakar hukum tata negara Harun Alrasyid dan Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Denny Kailimang.

Mahkamah Konstitusi hingga Jumat (7/11) masih akan melakukan pemeriksaan pendahuluan sebelas perkara judicial review lagi. Dan, seperti tiga perkara di atas, semua permohonan tersebut diajukan sebelum terbitnya Undang-undang No.24 Tahun 2003.

Majelis hakim konstitusi yang terdiri dari sembilan hakim duduk berjajar dengan toga berwarna merah dan hitam. Ketua majelis hakim konstitusi, Jimly Asshiddiqie berada di tengah dan diapit oleh empat hakim anggota di sisi kiri dan kanannya. Warna merah juga mendominasi warna meja majelis, panitera dan pemohon serta termohon.

Para pemohon untuk ketiga perkara yang disidangkan secara maraton hari itu diwakili oleh Wakil Ketua Persatuan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia Jhonson Panjaitan dan Wakil Ketua Asosiasi Penasihat Hukum dan HAM Indonesia (APHI) Hotma Timbul.

Pada pemeriksaan perkara No.001/PUU-I/2003 mengenai pengujian Undang-undang No.20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan terhada UUD 1945, pihak pemohon sempat menguraikan dalil-dalil hukum yang mendasari permohonan mereka. diantaranya, pemohon menyatakan bahwa Undang-undang No.20 Tahun 2002 bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

Peraturan lama

Namun, ketika pemohon menguraikan materi permohonannya lebih jauh, ketua majelis hakim konstitusi mengingatkan bahwa sebagian besar dasar hukum yang digunakan pemohon adalah ketentuan yang lama. Misalnya, pemohon masih mendasarkan permohonannya kepada Peraturan Mahkamah Agung No.2 Tahun 2002, bukan Undang-undang No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Tags: