Panwas Kesulitan Pantau Penyelewengan Dana Kampanye
Utama

Panwas Kesulitan Pantau Penyelewengan Dana Kampanye

UU Pemilu menutup peluang bagi Panitia Pengawas Pemilu untuk mengakses pelaporan dana kampanye yang disusun parpol sebelum dilaporkan. Akibatnya, mereka kesulitan mencegah penyelewengan yang mungkin terjadi sejak awal.

Oleh:
Zae
Bacaan 2 Menit
Panwas Kesulitan Pantau Penyelewengan Dana Kampanye
Hukumonline

 

UU Pemilu baru memperbolehkan KPU maupun Panwas untuk mengakses laporan pengelolaan dana kampanye tersebut setelah 90 hari sejak selesai pemungutan suara. Yaitu, 60 hari maksimal untuk pelaporan parpol pada akuntan publik, dan 30 hari pemeriksaan di akuntan publik.

 

"Pada saat itulah baru ketahuan apakah penerimaan maupun pengeluaran yang dicatat oleh parpol cukup wajar apa nggak," cetus Didik. Untuk mengetahui hal tersebut, Panwas akan melakukan perbandingan catatan parpol dengan data-data yang didapat dari para pemantau Pemilu.

 

Aturan tak efektif

Penyebab terbukanya kemungkinan penyelewengan dana kampanye, karena aturan dana kampanye dalam UU Pemilu yang masih sangat lemah. Hal tersebut diakui oleh Didik.

 

"Pembatasan dalam UU tidak efektif," tegas Didik, mengomentari aturan dana kampanye dalam UU Pemilu. Pasal 78 UU Pemilu mengatur pembatasan sumbangan dana kampanye. Misalnya dari perorangan tidak lebih dari Rp100 juta, dan dari perusahaan tidak lebih dari Rp750 juta.

 

"Orang kaya bisa mengatasnamakan orang lain untuk menyumbang, misalnya supir atau tetangganya. Sehingga tak mungkin ia akan melampaui ketentuan itu," cetus Didik.

 

Kemudian, dalam UU itu juga disebutkan bahwa yang wajib dicatatkan adalah sumbangan yang berjumlah Rp5 juta ke atas. Sumbangan lebih kecil dari itu tidak wajib dicatat dalam laporan parpol.

 

Ketentuan ini pula yang berkali-kali dikeluhkan oleh Direktur Eksekutif Cetro, Smita Notosusanto, sebagai salah satu kelemahan UU Pemilu. "Bisa saja si penyumbang mengatasnamakan seribu orang yang menyumbang masing-masing Rp4 juta. Sudah terkumpul Rp4 miliar, dan itu tidak wajib dicatat," keluh Smita.

 

Minta bantuan IAI

Salah satu upaya yang bisa ditempuh oleh Panwas untuk lebih efektif memantau pelanggaran penggunaan dana kampanye adalah meminta bantuan dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Kebetulan, KPU telah menjalin kerja sama dengan IAI untuk menyusun standar penyusunan laporan dana kampanye oleh parpol.

 

Didik menyatakan bahwa Panwas memang akan menempuh upaya tersebut. Walau dalam hal ini Didik sempat protes kepada perwakilan IAI bahwa Panwas sebelumnya tidak pernah diajak bicara dalam perumusan standar penyusunan laporan dana kampanye oleh parpol.

 

Menanggapi protes Didik, Ketua IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik Syafri Adnan Baharuddin mengatakan bahwa tidak ada maksud IAI dan KPU untuk mengesampingkan peran Panwas. "Nanti setelah laporan parpol jadi, disini diperlukan peran Panwas untuk meneliti benar atau tidaknya laporan dari parpol tersebut," jelas Syafri.

Demikian ditegaskan anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Pusat, Didik Suprianto, saat ditemui usai acara seminar sehari tentang pelaporan dana kampanye di Hotel Santika, Selasa (3/02). Menurut Didik, hal itu menjadi salah satu masalah dalam pengawasan yang dilakukan Panwas.

 

UU No. 12 Tahun 2003 memang mewajibkan setiap peserta Pemilu untuk melaporkan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Harapan semua pihak, menurut Didik, bahwa semua parpol mau melaporkannya dengan jujur. Tapi bila parpol tak jujur, akan sulit memantaunya.

 

Salah satu sumber kesulitannya adalah bahwa pihak Panwas tidak mempunyai kewenangan untuk mengakses laporan yang dibuat Parpol sejak awal. Dengan demikian, tidak mungkin bagi Panwas untuk melakukan pencegahan dini terhadap penyelewengan pelaporan penggunaan dana kampanye oleh para parpol. "Jangankan Panwas, KPU saja tak punya akses ke situ," ujar Didik.

Tags: