TI: Mantan Presiden Soeharto Pemimpin Paling Korup di Dunia
Berita

TI: Mantan Presiden Soeharto Pemimpin Paling Korup di Dunia

Transparency International (TI) menjadikan mantan Presiden Soeharto sebagai pemimpin paling korup di dunia. Diperkirakan selama 32 tahun berkuasa, Soeharto telah menggelapkan uang rakyat Indonesia yang jumlahnya mencapai AS$35 miliar.

Tri
Bacaan 2 Menit
TI: Mantan Presiden Soeharto Pemimpin Paling Korup di Dunia
Hukumonline

 

Lebih jauh Emmy menandaskan bahwa pemerintah negara Swiss, maupun negara-negara lain sebenarnya mau membantu Indonesia untuk mengembalikan uang jarahan Soeharto yang disimpan negaranya. Bahkan, TI mau membantu Indonesia seperti yang mereka lakukan terhadap Pakistan dan Nigeria. "Tapi kalau pemerintah sekarang tidak mau mengklaim, ya susah," tukas Emmy.

 

Berdasarkan laporan TI, lima pemimpin politik paling korup adalah :

 

No.

Pemimpin Negara

Jumlah uang yang dikorup

1.

Soeharto (Indonesia)

AS$15-35 miliar

2.

Mobutu Sese seko (Zaire)

AS$5 miliar

3.

Sani Abacha (Nigeria)

AS$2-5 miliar

4.

Slobodan Milosevic (Serbia)

AS$1 miliar

5.

Jean Cloude Duvailer (Peru)

AS$300-800 juta

Sumber : Laporan TI

 

Korupsi politik

Lemahnya keinginan untuk mengembalikan uang korupsi Soeharto ini, Emmy menjelaskan tidak terlepas dari adanya praktek-praktek korupsi politik yang ada sekarang. Para pejabat-pejabat politik yang ada, baik itu di eksekutif maupun di legislatif  berlomba-lomba menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun partainya.

 

Hampir semua partai yang ada sekarang terlibat politik uang. "Jadi untuk melindungi kepentingan mereka, partai yang berkuasa akhirnya tidak mau melakukan apa-apa. Mereka khawatir kalau mereka bertindak keras terhadap Soeharto, pemerintah yang akan datang akan melakukan hal yang sama dengan apa yang mereka lakukan sekarang," papar Emmy.

 

Politik uang nampak sekali menonjol dalam kampanye yang sedang berlangsung sekarang. Hampir semua partai membagi-bagikan uang dan sembako kepada simpatisan untuk membeli suara. "Dari mana mereka mendapatkan dananya," ujar Emmy. Namun yang perlu diperhatikan, ternyata partai-partai yang didukung Soeharto seperti Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), politik uangnya jauh lebih besar dibandingkan dengan partai yang lainnya.

 

Bayangkan saja, kalau 80 juta rakyat dibagi-bagikan uang masing-masing Rp1 juta untuk memilih PKPB, sudah pasti mereka akan memenangkan Pemilu." Dan Ini sangat mudah dilakukan, mengingat kalau cuma Rp1 juta uang yang dikeluarkan totalnya hanya Rp80 miliar. uang sebesar itu tidak ada artinya, jika dibandingkan uang jarahan Soeharto yang mencapai US$35 miliar," papar Emmy.   

 

Senada dengan Emmy, Bambang mengungkapkan bahwa kondisi seperti ini sungguh menyakitkan bagi rakyat. Pasalnya, berbeda dengan kejahatan yang lain, kejahatan politik seperti korupsi ini, rakyat tidak sadar kalau sudah ditipu dan diambil uangnya. "Saya yakin kejahatan korupsi ini pasti ada bantuan dari kekuatan politik yang ada," ujarnya.

Gelar pemimpin paling korup yang diberikan TI kepada Soeharto ini, setelah organisasi non pemerintahan dunia yang berbasis di Berlin, Jerman itu menilai, tidak ada pemimpin negara korup lainnya yang bisa mengalahkan Soeharto. Dari beberapa rezim totaliter, Soeharto diduga paling banyak menjarah uang rakyat, papar Emmy Hafild, juru bicara TI Indonesia yang mengumumkan laporan TI.

 

Didampingi Pemred Majalah Tempo Bambang Harimurty, Emmy menjelaskan bahwa laporan TI yang bertajuk Global Corruption Report merupakan laporan yang sengaja dibuat TI setiap tahunnya. "Tetapi berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini tema laporan yang diangkat TI adalah politik uang, ucap Emmy.

 

Dalam laporan TI tersebut, dibandingkan dengan harta jarahan Fedinand Marcos (Filipina), Mobutu Sese Seko (Zaire) dan Sani Abacha (Nigeria), harta jarahan Soeharto yang terkumpul dalam kekayaan anak-anak dan keluarganya jauh lebih banyak. Namun sayangnya, pemimpinan politik sesudah era Soeharto tidak pernah berusaha maksimal untuk membawa balik uang jarahan tersebut.

 

Kondisi seperti ini tentu berbeda dengan apa yang terjadi di Filipina, Pakistan, Nigeria, yang para pemimpin sesudahnya mau mengklaim uang hasil jarahan pemimpinan politiknya korup. Sehingga, uang-uang hasil jarahan tersebut  bisa kembali.

Halaman Selanjutnya:
Tags: