Pertamina Gagal Lawan Eksekusi Putusan ICC
Utama

Pertamina Gagal Lawan Eksekusi Putusan ICC

Majelis hakim menyatakan Pertamina tidak memiliki kualitas mengajukan perlawanan eksekusi putusan ICC sesuai Pasal 195 ayat (6) HIR.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Perlawanan Pertamina atas Putusan ICC kandas<br>di PN Jakarta Pusat. Foto: www.pertamina.com
Perlawanan Pertamina atas Putusan ICC kandas<br>di PN Jakarta Pusat. Foto: www.pertamina.com

PT Pertamina (Persero) dan Pertamina EP dinyatakan sebagai pelawan yang tidak baik atau tidak jujur. Hal itu dinyatakan dalam putusan majelis hakim, Kamis (15/4), terkait gugatan perlawanan eksekusi putusan arbitrase International Chamber of Commerce (ICC) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pertamina melayangkan gugatan itu kepada PT Lirik Petroleum – lawan Pertamina dalam sengketa arbitrase di Perancis.

 

Majelis hakim yang diketuai Sugeng Riyono menyatakan Pertamina tidak memiliki kualitas mengajukan perlawanan eksekusi putusan ICC sesuai Pasal 195 ayat (6) HIR. Pasal tersebut menentukan perlawanan atas putusan diajukan pihak ketiga yang mengakui barang yang disita sebagai miliknya. Perlawanan diajukan bila eksekusi akan merugikan barang miliknya.

 

Pertamina merupakan pihak dalam arbitrase di ICC terkait sengketa Enhanced Oil Recovery (EOR) Contract. Berdasarkan putusan ICC Pertamina akhirnya terbukti melanggar kontrak tersebut lantaran tidak mengabulkan permohonan komersialitas pada lapangan Molek, South Pulai dan North Pulai yang diajukan PT Lirik. Majelis arbiter ICC menghukum Pertamina untuk membayar ganti rugi sebesar AS$34,495 juta ditambah biaya perkara arbitrase sebesar AS$323,250.

 

Tak hanya itu, Pertamina juga dihukum membayar bunga 6 persen setiap tahun dari jumlah ganti rugi sejak Final Award (putusan akhir) dijatuhkan hingga putusan dieksekusi. Putusan itu dijatuhkan pada 27 Februari 2009. Sebelumnya, ICC menjatuhkan sesuai Partial Award (Putusan Awal) 22 September 2008.

 

Pertamina kemudian mengajukan pembatalan putusan ICC ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kedudukan Pertamina selaku penggugat semakin menegaskan perusahaan tambang plat merah itu tak berhak mengajukan perlawanan. Alasan perlawanan ini juga senada dengan alasan gugatan pembatalan putusan.

 

Intinya, Pertamina menilai putusan ICC merupakan putusan domestik karena karena tempat arbitrase di Jakarta. Dengan begitu, putusan ICC harus mencantumkan irah-irah “Demi Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam putusannya. Sebaliknya, putusan ICC minus irah-irah itu.

 

Selain itu, putusan arbitrase dinilai melanggar ketertiban umum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang mendudukan Pertamina sebagai pemegang otoritas kuasa pertambangan minyak dan gas (migas). Selaku kuasa, Pertamina berhak mewakili pemerintah dan mengendalikan kebijakan penetapan status komersial suatu lapangan pertambangan produksi.

Tags: