Anggota DPR Tolak Alternatif Pengganti Studi Banding
Berita

Anggota DPR Tolak Alternatif Pengganti Studi Banding

Studi banding hanya salah satu metode dalam penyusunan sebuah undang-undang. Dasar hukumnya pun hanya diatur dalam tata tertib DPR.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Anggota DPR tolak Alternatif pengganti studi Banding, <br> Foto: Sgp
Anggota DPR tolak Alternatif pengganti studi Banding, <br> Foto: Sgp

Kegiatan anggota DPR melakukan studi banding dalam penyusunan sebuah undang-undang menuai kecaman dari publik. Para anggota dewan dinilai hanya melalukan plesiran tanpa memberikan laporan yang signifikan dalam pembahasan undang-undang yang sedang mereka buat. Lalu, apakah studi banding masih diperlukan?

 

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandi mengingatkan bahwa studi banding bukan merupakan syarat utama dalam menyusun sebuah undang-undang. “Studi banding hanya salah satu metode,” ujarnya dalam diskusi yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Kamis (30/9).

 

Kegiatan ini awalnya bertujuan agar pembahasan rancangan sebuah undang-undang menjadi lebih efektif. Menurut Ronald, dasar hukum studi banding tak diatur secara spesifik baik di UUD 1945 maupun UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Studi banding secara spesifik hanya diatur dalam Tata Tertib DPR dengan nomenklatur ‘kunjungan ke luar negeri’.

 

Pasal 143 ayat (3) Tatib DPR menyatakan bahwa komisi, gabungan komisi, badan legislasi, panitia khusus, atau badan anggaran dapat mengadakan kunjungan kerja ke luar negeri dengan dukungan anggaran DPR dan persetujuan pimpinan DPR. Ketentuan inilah yang kemudian ditafsirkan sebagai kegiatan studi banding.

 

Ronald menjelaskan kegiatan studi banding yang dilakukan selama ini pun masih ‘asal-asalan’. “Tak jelas kapan waktu yang baku, kapan mereka melakukan studi banding. Bahkan, ada dalam satu pembahasan RUU, pembahasan substansialnya sudah selesai, mereka baru melakukan studi banding,” jelasnya.

 

Ronald tak asal omong. Berdasarkan data yang dihimpun oleh PSHK, Anggota DPR periode 2009-2014 ini yang baru bekerja belum genap 10 bulan (per akhir September 2010) sudah melaksanakan studi banding sebanyak 19 kali ke 14 negara. Uniknya, studi banding pertama kali dilakukan pada 26 Oktober 2009 sampai dengan 2 November 2009.

 

“Pada saat itu, mereka baru 25 hari bekerja setelah dilantik. Hasilnya pun tak jelas apakah data yang mereka peroleh sudah diolah atau belum,” tutur Ronald.

Halaman Selanjutnya:
Tags: