Kewenangan MK Dipangkas Karena DPR Terancam
Berita

Kewenangan MK Dipangkas Karena DPR Terancam

Keberadaan UU MK ini patut dikaji ulang secara akademis agar tidak menimbulkan pertentangan kekuasaan MK dan DPR.

ASh
Bacaan 2 Menit
Kewenangan MK dipangkas agar tidak timbulkan pertentangan<br> kekuasaan MK dan DPR. Foto: SGP
Kewenangan MK dipangkas agar tidak timbulkan pertentangan<br> kekuasaan MK dan DPR. Foto: SGP

Bersamaan pengesahan RUU perubahan UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) di DPR, Selasa (21/6), kalangan perguruan tinggi menggelar jumpa pers. Mereka menyesalkan sikap DPR yang terkesan terburu-buru dalam mengesahkan RUU MK itu. Padahal, masih terdapat beberapa substansi RUU yang belum dikaji secara mendalam.

 

Mereka menilai RUU MK yang disahkan DPR sarat dengan semangat ingin membatasi peranan MK. Pembatasan itu di antaranya terdapat pada pasal yang melarang MK melakukan ultra petita, masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK selama 2,5 tahun, dan susunan majelis kehormatan MK yang melibatkan unsur pemerintah dan DPR.           

 

“Saya menduga pengesahan RUU MK terlalu tergesa-gesa, ada rasa ‘ketakutan’ dari DPR atas kekuasaan MK yang akan menggangu kepentingan-kepentingan DPR,” kata Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Leo Tukan.

 

Leo menilai ketakutan itu didasarkan pada kekuasaan MK yang berwenang membatalkan pasal-pasal dalam undang-undang yang notabene produksi DPR. Leo memprediksi UU MK yang baru disahkan ini akan langsung disambut dengan judicial review oleh masyarakat yang merasa kepentingan konstitusionalnya dirugikan.

 

“Kalau materi RUU MK seperti ini tak tertutup kemungkinan, bisa menjadi ajang ‘balas dendam’ bagi MK untuk membatalkan undang-undang itu. Sebab, RUU MK yang disahkan itu terkesan memangkas kewenangan dari MK, seperti larangan MK memutus ultra petita,” katanya.

 

Menurut Leo, selama ini tindakan MK melakukan ultra petita memang menjadi ancaman bagi DPR. “DPR menganggap ultra petita sebagai kewenangan MK yang berlebihan. Ini sama saja memperlemah kewenangan MK karena membatasi kreativitas hakim konstitusi dalam memutus perkara,” tukasnya.

 

Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Budiman Ginting berpendapat larangan ultra petita tidak tepat. Pasalnya, larangan ini sebenarnya hanya dikenal dalam hukum acara perdata, bukan hukum tata usaha negara yang menyangkut kepentingan umum/publik.  

Tags: