e-KTP Bukan Bukti Penguasaan dan Kepemilikan Tanah
Utama

e-KTP Bukan Bukti Penguasaan dan Kepemilikan Tanah

Kementerian Dalam Negeri menerbitkan edaran tentang penerbitan KTP elektronik bagi warga terlantar dan penduduk yang bertempat tinggal di atas lahan kosong.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi terbitkan KTP elektronik bagi<br> warga dan penduduk terlantar serta tinggal dilahan kosong. Foto: SGP.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi terbitkan KTP elektronik bagi<br> warga dan penduduk terlantar serta tinggal dilahan kosong. Foto: SGP.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengingatkan para kepala daerah untuk berhati-hati menerbitkan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) bagi penduduk yang bertempat tinggal di lokasi milik orang lain. Demikian juga penduduk yang menempati lahan kosong milik BUMN atau perusahaan swasta, serta orang terlantar.

 

Menteri menegaskan sekalipun warga tersebut tercatat sebagai warga RT/RW tertentu dan memperoleh identitas kependudukan, e-KTP dimaksud tak bisa dijadikan sebagai dokumen pendukung bukti penguasaan dan pemilikan lahan. Pemerintah daerah malah diminta menertibkan dan merelokasi warga yang menempati lahan kosong. Jika tak bisa direlokasi ke pemukiman lain, pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan RT/RW, bahkan menerbitkan dokumen kependudukan seperti ­e-KTP.

 

Namun pemberian e-KTP itu tak bisa ditafsirkan sebagai pengakuan kepemilikan atas lahan yang mereka tempati. Dokumen itu, tegas Mendagri, hanya sebagai bukti domisili sementara sampai dengan penyelesaian status penduduk di lokasi tempat tinggal yang bersangkutan.

 

Penegasan Menteri Dalam Negeri itu tertuang dalam Surat Edaran No 471.13/2335/SJ yang ditujukan kepada Gubernur, dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia. Surat Edaran ini merupakan lanjutan dari Peraturan Mendagri No 11 Tahun 2010 tentang Pedoman Pendaftaran dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Bagi Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan.

 

Pasal 2 huruf a Undang-Undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) menegaskan setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh dokumen kependudukan. Dokumen dimaksud bisa berupa kartu keluarga, KTP, akta pencatatan sipil, dan surat keterangan kependudukan. Hak penduduk itu membebankan kewajiban kepada pemerintah.

 

Namun, Pasal 3 dan Pasal 69 Undang-Undang yang sama mengatur kewajiban penduduk untuk melapor ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan. Pendaftaran penduduk dilakukan Dinas Dukcapil yang tugasnya meliputi domisili atau tempat tinggal penduduk. Di sinilah timbul masalah bagi penduduk yang tak jelas tempat tinggal atau domisilinya. “Penerbitan KTP wajib berdasarkan domisili atau tempat tinggal penduduk,” tegas Mendagri dalam Surat Edaran.

 

Suma Mihardja, Koordinator Tim Percepatan Pembuatan Akta Kelahiran Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, berpendapat tidak ada alasan bagi Kementerian Dalam Negeri untuk tidak memberikan layanan dokumen kependudukan kepada penduduk yang mendiami lahan BUMN atau lahan kosong. Apalagi anak-anak. Undang-Undang Perlindungan Anak memberi hak kepada anak untuk mendapatkan akta kelahiran gratis.

 

Suma beralasan tidak semua penduduk Indonesia mempunyai domisili tetap. Suku-suku pelaut di Sulawesi, misalnya, tetap harus dilayani meskipun mereka tak punya tempat tinggal tetap. “Semua warga harus mendapat perlindungan dan pelayanan yang sama dari negara,” ujarnya.

 

Orang terlantar

Konstitusi menyebutkan fakir miskin dan “anak-anak terlantar” dipelihara oleh negara. Orang terlantar merupakan penduduk yang karena suatu sebab sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial.

 

Menteri Dalam Negeri menyarankan Pemda untuk bekerjasama dengan Kementerian Sosial memfasilitasi agar orang terlantar dapat bertempat tinggal di pemukiman resmi, termasuk rumah singgah. Cara ini memungkinkan orang terlantar mendapatkan KTP elektronik.

 

Orang terlantar yang belum bisa mendapatkan KTP elektronik lantaran persoalan domisili tersebut, Dinas Dukcapil bisa menerbitkan Surat Keterangan Orang Terlantar (SKOT). Namun masa berlaku SKOT hanya satu tahun. SKOT merupakan salah satu syarat mengurusi e-KTP.

Tags: