UU Pengadaan Tanah Dinilai Cacat Formal
Utama

UU Pengadaan Tanah Dinilai Cacat Formal

Tanpa mencantumkan TAP MPR ke dalam konsiderannya, padahal TAP MPR sudah dinyatakan masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan.

Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Rapat Paripurna telah menyetujui RUU Pengadaan Tanah yang cacat formal. Foto: Sgp
Rapat Paripurna telah menyetujui RUU Pengadaan Tanah yang cacat formal. Foto: Sgp

RUU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum baru saja disetujui oleh DPR dan Presiden beberapa waktu lalu. Namun, sejumlah aktivis sudah berencana mengajukan judicial review terhadap undang-undang yang statusnya tinggal menunggu penomoran ini.

 

Anggota Komisi II DPR Budiman Sudjatmiko menilai peluang untuk pengujian terhadap UU Pengadaan Tanah terbuka lebar. Sebagai anggota DPR, Budiman mengaku ‘kalah’ dengan anggota lainnya dengan lolosnya RUU ini menjadi undang-undang. Pasalnya, UU Pengadaan Tanah dinilai lebih condong menguntungkan para pengusaha atau investor dibanding menguntungkan rakyat.

 

“Saya menganggap bahwa saya telah kalah,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (27/12).

 

Namun, mantan aktivis 98 ini tentu tak akan menyerah begitu saja. Budiman mendorong masyarakat sipil yang ingin mengajukan judicial review, karena secara formil UU Pengadaan Tanah ini memiliki cacat hukum. “Undang-undang ini tak sesuai dengan UU No 12 Tahun 2011 (tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,-red), karena tak mencantumkan TAP MPR sebagai dasar hukumnya,” jelasnya.

 

Budiman menjelaskan pasca terbitnya UU No 12 Tahun 2011, TAP MPR kembali diakui ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Posisinya berada di atas undang-undang. Seharusnya, undang-undang yang diterbitkan merujuk kepada TAP MPR dan UUD 1945 yang berkaitan dengan isi undang-undang itu. Sayangnya, dalam UU Pengadaan Tanah ini, hanya merujuk ke UUD 1945 dan UU No 5 Tahun 1960 mengenai Pokok Agraria.

 

“Di dalam konsideran mengingat UU Pengadaan Tanah ini tak ada dicantumkan TAP MPR. Ini bisa menjadi dasar pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK),” tuturnya.

 

Menurut Budiman, TAP MPR yang seharusnya menjadi rujukan adalah TAP MPR No IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Salah satu isi TAP MPR ini adalah mencantumkan arah kebijakan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. TAP MPR ini dinilai sangat pro dengan kepentingan rakyat.

Tags: