DPR Akan Amputasi Kewenangan Notaris
Utama

DPR Akan Amputasi Kewenangan Notaris

Tarik menarik kewenangan antara notaris dan PPAT dalam membuat akta pertanahan.

Ali Salmande/Mys
Bacaan 2 Menit
Rapat Paripurna DPR RI. Foto: SGP
Rapat Paripurna DPR RI. Foto: SGP

Rapat Paripurna DPR akhirnya menyetujui draf RUU Jabatan Notaris yang disiapkan oleh Badan Legislasi (Baleg) sebagai RUU usul inisiatif DPR. Artinya, revisi UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ini sudah bisa dimulai pembahasannya antara DPR dan Pemerintah. Meski semua fraksi telah setuju dengan draf RUU ini, tetapi masih ada isu yang belum disepakati di internal DPR.

Salah satunya adalah hilangnya kewenangan notaris untuk membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan sebagaimana diatur oleh Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Jabatan Notaris. Berdasarkan draf RUU yang diperoleh hukumonline, pasal tersebut dinyatakan dihapus.

“Pengaturan mengenai kewenangan notaris pada Pasal 15 ayat (2) huruf f undang-undang tentang Jabatan Notaris mengatakan bahwa notaris berwenang membuat akta pertanahan. Ini menimbulkan masalah. Karena berbenturan dengan wewenang PPAT,” ujar Juru Bicara Partai Amanat Nasional (PAN) Jamaludin Jafar ketika membacakan pandangan fraksinya di ruang rapat paripurna DPR, Selasa (6/3).

Ia menjelaskan PPAT mempunyai kewenangan untuk membuat akta yang berkaitan dengan tanah diatur dalam PP No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Karenanya, saat ini timbul ketidakpastian hukum di tengah masyarakat mengenai peranan notaris dan PPAT.

Lebih lanjut, Jamaludin menjelaskan bukan hanya PP yang bertentangan dengan UU Jabatan Notaris yang berlaku sekarang, tetapi juga undang-undang yang lain. Ia menunjuk UU Pokok Agraria, UU Hak Tanggungan, UU Rumah Susun dan UU Retribusi Daerah yang mengatur bahwa PPAT adalah pejabat yang ditunjuk pemerintah untuk mengurus permasalahan tanah.

Karenanya, untuk mengindari kerancuan, tumpang tindih dan untuk menciptakan tertib hukum maka fraksi PAN –dan mayoritas fraksi lainnya- berpendapat bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf f itu harus dihapus.

Meski begitu, tak semua fraksi setuju dengan isu ini. Fraksi Gerindra yang secara garis besar setuju dengan draf RUU ini, tetapi memberi catatan penting terkait isu dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f. Gerindra berpendapat bahwa seharusnya notaris tetap mempunyai kewenangan untuk membuat akta pertanahan.

Juru Bicara Fraksi Gerindra Mestariani Habie menyatakan sikap fraksinya untuk mempertahankan isi Pasal 15 ayat (2) huruf f. “Semangat mengamputasi kewenangan notaris itu merupakan hal yang kontra produktif karena hanya akan merugikan akses masyarakat terhadap pelayanan hukum. Pembuatan akta yang berkaitan dengan tanah harus bisa juga dilakukan oleh notaris,” ujar wanita yang berlatar belakang profesi sebagai notaris ini.

Dimintai pendapatnya, Ketua Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Provinsi Banten Hapendi Harahap tak mau berkomentar banyak. Ia hanya menegaskan tidak ada perbedaan penting tugas notaris sebelum dan setelah adanya draf RUU Jabatan Notaris tersebut. “IPPAT juga sempat membahas dan memberikan masukan ke RUU Jabatan Notaris itu,” sebutnya melalui pesan singkat.

Berdasarkan catatan hukumonline, polemik siapa yang berwenang membuat akta pertanahan memang sudah berlangsung sejak lama. Awalnya, kewenangan ini hanya dipegang oleh PPAT. Namun, akhirnya, notaris juga berwenang dengan diterbitkannya UU No 30 Tahun 2004. Kini, kewenangan ini ingin dikembalikan sepenuhnya ke PPAT. Sebagai informasi, notaris adalah pejabat yang diangkat oleh Kemenkumham sedangkan PPAT diangkat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). 

Tags: