Reformasi Birokrasi BUMN Melalui Pendelegasian Wewenang
Utama

Reformasi Birokrasi BUMN Melalui Pendelegasian Wewenang

Menteri BUMN diingatkan tetap harus memperhatikan aturan yang berlaku di Indonesia.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Menteri BUMN Dahlan Iskan yakin birokrasi akan lebih efektif dengan pendelegasian wewenang. Foto: Sgp
Menteri BUMN Dahlan Iskan yakin birokrasi akan lebih efektif dengan pendelegasian wewenang. Foto: Sgp

Persoalan pendelegasian wewenang yang dilakukan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, kepada pejabat eselon I di Kementerian BUMN beberapa saat lalu banyak menuai tanda tanya. Banyak pihak, terutama DPR menilai hal ini tidak dapat dilakukan oleh Dahlan selaku Menteri BUMN dengan mekanisme penunjukan langsung.

Ditemui saat diskusi singkat di Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Rabu (16/5), Dahlan mencoba menjelaskan perihal kebijakannya yang dinilai kontroversial tersebut. Dalam diskusi yang juga dihadiri oleh berbagai kalangan itu, ia menjelaskan bahwa pendelegasian tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki birokrasi di Kementerian BUMN. Artinya, ada reformasi birokrasi yang dilakukan olehnya dengan cara penyederhanaan birokrasi.

“Sederhanakan birokrasi agar jangan ribet,” katanya.

Menurutnya, wewenang yang ia pegang sebagai Menteri BUMN terlalu banyak sehingga urusan birokrasi menjadi ribet. Padahal, lanjutnya, ada hal-hal yang sebenarnya bisa dilakukan oleh pejabat eselon I tanpa harus melalui dirinya selaku Menteri BUMN. Untuk itu, pendelegasian tersebut dilakukan di  dalam tubuh BUMN. Ia menilai urusan birokrasi di Indonesia hingga saat ini masih rumit dan panjang sehingga tidak efektif.

Penyederhanaan birokrasi tidak hanya terletak pada pendelegasian wewenang saja. Dahlan juga mengurangi intensitas rapat minimal 50 persen. Pasalnya, rapat yang terlalu sering dilakukan terkadang banyak yang tidak memiliki tujuan yang tepat. Belum lagi banyaknya laporan-laporan yang harus diketik padahal faktanya laporan tersebut hanya menumpuk tanpa dikoreksi.

“Buktinya kita berhasil mengurangi rapat sampai 60 persen,” tandasnya.

Ia mencontohkan rumitnya sistem birokrasi di Indonesia. Misalkan, ada satu proyek yang telah disetujui pada RUPS namun ketika BUMN ingin melaksanakan proyek tersebut, pihak BUMN harus mengajukan persetujuan kembali. Menurutnya, proses seperti ini terlalu berbelit-belit.

Di balik pernyataannya itu, Dahlan  mengakui bahwa keputusn tersebut diambil dalam waktu singkat dan bernuansa tergesa-gesa. Tetapi ia meyakini bahwa keputusannya untuk melakukan penyederhanaan birokrasi tersebut merupakan hal yang perlu dilakukan.

Seperti diberitakan sebelumnya
, DPR menggunakan hak interpelasi untuk mengetahui alasan utama Dahlan Iskan mengambil kebijakan yang tertuang dalam Kepmen BUMN No 236/MBU/2011 tentang Pendelegasian Sebagian Kewenangan dan/atau Pemberian Kuasa Menteri Negara BUMN sebagai Wakil Pemerintah selaku Pemegang Saham/RUPS pada Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perseroan Terbatas serta Pemilik Modal pada Perusahaan Umum (Perum) kepada Direksi, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dan Pejabat Eselon I di Lingkungan Kementerian BUMN.

DPR menilai kebijakan Dahlan mendelegasikan sebagian kewenangan kepada pejabat Kementerian BUMN bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima mengatakan, Kepmen BUMN No 236/MBU/2011 bisa memperburuk kinerja Kementerian BUMN sehingga menimbulkan kerugian negara. Akhirnya, Dahlan menerbitkan beberapa permen sebagai reaksi terhadap sikap DPR tersebut.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Salahuddin Haikal, memandang positif tujuan penyederhanaan birokrasi yang dilakukan oleh Dahlan. Namun, ia mengingatkan jika setiap keputusan yang diambil harus merujuk kepada aturan yang berlaku di Indonesia. Dia menilai, Dahlan terlalu percaya kepada pegawainya.

“Pak Dahlan terlalu percaya kepada pegawainya,” ujarnya.

Padahal, sambungnya, seharusnya pejabat eselon I merupakan pejabat yang diawasi karena menjadi bagian dari agency problem, bukan malah dilimpahkan wewenang oleh Menteri BUMN. Dan memang, ia mengakui bahwa kebijakan yang dikeluarkan Dahlan cukup membuat heboh DPR.

“Tapi kalau memang percaya kepada pegawai-pegawainya, lalu kenapa laporan keuangan harus ada audit independen,” kata Haikal pada acara yang sama.

Tags: