SBY Berpotensi Langgar Sumpah Jabatan
Grasi Corby:

SBY Berpotensi Langgar Sumpah Jabatan

Pengurus Partai Demokrat berpendapat tidak ada pelanggaran terhadap konstitusi maupun perundang-undangan.

Oleh:
Red/ant
Bacaan 2 Menit
Gara-gara Corby, SBY bisa langgar sumpah jabatan. Foto: Sgp
Gara-gara Corby, SBY bisa langgar sumpah jabatan. Foto: Sgp

Keputusan Presiden SBY memberikan grasi kepada Schapelle Corby masih menuai pro dan kontra. Pakar hukum Internasional Prof Hikmahanto Juwana menyatakan Presiden SBY berpotensi melanggar sumpah jabatan, lantaran memberikan grasi untuk terpidana kasus narkotika.

Hikmahanto mengingatkan bahwa Indonesia sudah meratifikasi United Nation Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotopic Substances 1998, melalui UU No 7 Tahun 1997. Dalam Konvensi itu, Pasal 3 ayat (6), ditegaskan bahwa pemerintah harus memastikan pengenaan sanksi yang maksimum terhadap pelaku kejahatan narkotika.

Lalu ayat berikutnya menyatakan pembebasan atau pembebasan bersyarat terpidana kasus kejahatan narkotika tetap harus mempertimbangkan bahwa kejahatan perdagangan narkoba merupakan kejahatan serius.

Hikmahanto mempertanyakan apakah ketika memutuskan akan memberikan grasi kepada Corby, Presiden SBY telah memperhatikan UU No 7 Tahun 1997. Kalau sudah, apakah ada kepentingan yang lebih besar dari Indonesia kepada Australia sehingga pemberian grasi dianggap sepadan dengan kepentingan nasional.

“Dua pertanyaan ini harus mendapat jawaban dari pemerintah,” tukasnya dalam siaran pers yang diperoleh hukumonline, Minggu (27/5). Menurut Hikmahanto, Presiden SBY berpotensi melanggar sumpah jabatan jika keputusan memberikan grasi kepada Corby ternyata mengabaikan UU No 7 Tahun 1997.

Diatur dalam Konstitusi, bunyi sumpah presiden adalah sebagai berikut, "Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini berharap Presiden SBY berkenan menjawab dua pertanyaan tersebut secara terbuka di media massa. Opsi lainnya, Presiden SBY menjawabnya ketika menanggapi gugatan tata usaha negara yang rencananya akan dilayangkan oleh GRANAT.

Hikmahanto berpendapat gugatan GRANAT justru bisa menjadi ‘penyelamat’ bagi Presiden SBY untuk untuk tidak melanggar sumpahnya. Menurutnya, pemerintah dapat menyerahkan pada putusan hakim apakah pemberian grasi Corby telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan rasa keadilan atau tidak.

“Bila PTUN memutus pemberian grasi tidak sesuai dengan peraturan perudang-undangan, utamanya UU No 7 Tahun1997 maka putusan ini bisa dijadikan dasar oleh Pemerintah kepada Pemerintah Australia bahwa pemberian grasi urung diberikan pada Corby,” ujar Hikmahanto.

Fungsionaris DPP Partai Demokrat Iksan Modjo berpendapat tidak ada pelanggaran terhadap konstitusi maupun perundang-undangan atas kebijakan Presiden SBY memberi grasi kepada Corby. Ia mengemukakan bahwa berdasarkan konstitusi, Presiden mempunyai hak memberikan grasi, amnesti dan abolisi kepada para narapidana setelah semua proses hukum dan persyaratannya terpenuhi.

"Terhadap Corby ini, semua proses hukum sudah dilakukan dan persyaratan untuk pemberian grasi juga sudah mendengarkan pertimbangan hukum Mahkamah Agung," ujarnya.

Ditegaskannya bahwa setiap narapidana berhak mendapatkan grasi setelah berbagai persyaratan untuk pengajuannya sudah dipenuhi. Jadi, katanya, tidak ada konstitusi dan aturan perundang-undangan yang telah dilanggar presiden. Selain itu, grasi untuk Corby itu sebenarnya juga diberikan kepada dua narapidana asing lainnya, yakni narapidana asal Jerman dan Nigeria.

Hal senada dikemukakan Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP PD Andi Nurpati. Ia mengatakan bahwa kebijakan Presiden SBY terkait grasi Corby memang tidak populer, tetapi tidak ada aturan perundang-undangan yang telah dilanggar presiden.

Karenanya, ia melanjutkan, tidak ada satu pihak pun yang bisa menyatakan bahwa Presiden tidak taat hukum karena segala sesuatunya telah dipertimbangkan berdasarkan ketentuan undang-undang dan konstitusi. "Pemberian grasi ini merupakan 100 persen hak Presiden yang dijamin oleh konstitusi," ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa tidak ada kaitannya antara pemberian grasi ini dengan upaya memerangi peredaran narkoba di Indonesia. Menurut dia, sekalipun Corby tidak mendapatkan grasi, persoalan narkoba di Indonesia juga tidak akan selesai begitu saja.

Jadi, ia menambahkan, semua pihak seharusnya melihat persoalan secara lebih mendasar. Menurut Iksan Mojo, pemberian grasi itu juga bisa dilihat sebagai gesture pemerintah untuk mempertimbangkan satu bentuk kebijakan timbal balik yang sama dengan Australia. Sejak tahun 2005, kata dia, masalah Corby itu selalu menjadi kerikil hubungan bilateral antara RI dan Australia.

Tags: