PHK Diperbolehkan Jika Perusahaan Tutup Permanen
Utama

PHK Diperbolehkan Jika Perusahaan Tutup Permanen

Makna frasa ‘perusahaan tutup’ dalam UU Ketenagakerjaan tidak jelas.

Oleh:
agus sahbani
Bacaan 2 Menit
MK kabulkan sebagian permohonan pengujian UU Ketenagakerjaan. Foto: Sgp
MK kabulkan sebagian permohonan pengujian UU Ketenagakerjaan. Foto: Sgp

Puluhan korban PHK Hotel Papandayan Bandung yang menyaksikan pembacaan putusan pengujian Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bisa sedikit tersenyum. Pasalnya, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan yang diajukan 38 korban PHK Hotel Papandayan Bandung itu.

MK memutuskan Pasal 164 ayat (3) dianggap bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa “perusahaan tutup” tidak dimaknai perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu. Artinya, MK mensyaratkan perusahaan boleh mem-PHK karyawan jika perusahaan itu benar-benar tutup secara permanen atau tidak sementara waktu.

“Menyatakan Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa ‘perusahaan tutup’ tidak dimaknai perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu,” kata Ketua MK, Moh Mahfud MD saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Rabu (20/6).

Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan mengizinkan pengusaha mem-PHK pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena rugi dua tahun berturut-turut/keadaan memaksa, tetapi perusahaan melakukan efisiensi dengan pesangon dua kali ketentuan Pasal 156.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan permasalahan yang dihadapi para Pemohon tidak dapat ditentukan hanya karena  penerapan hukum. Sebab, tidak ditemukan definisi yang jelas atau rigid atas frasa “perusahaan tutup” dalam UU No. 13 Tahun 2003. “Apakah perusahaan tutup  dimaksud tutup secara permanen atau hanya tutup sementara. Penjelasan Pasal 164 menyatakan cukup jelas,” kata Hakim Konstutisi, M. Alim.

Karena itu, setiap orang dapat menafsirkan norma itu sesuai kepentingannya masing-masing. Misalnya, menganggap penutupan perusahaan sementara untuk melakukan renovasi merupakan bagian efisiensi sebagai dasar mem-PHK. Tafsiran itu dapat menyebabkan penyelesaian hukum yang berbeda dalam  penerapannya.

“Setiap pekerja dapat diputuskan hubungan kerjanya kapan saja dengan dasar perusahaan tutup sementara atau operasionalnya berhenti sementara. Hal itu dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi  kelangsungan pekerjaan bagi pekerja/buruh yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945,” kata Alim.

Menurut Mahkamah, PHK merupakan pilihan terakhir perusahaan setelah sebelumnya dilakukan upaya-upaya lain dalam rangka efisiensi. Alim mengingatkan perusahaan tidak dapat melakukan PHK sebelum menempuh upaya-upaya. Tahapan itu adalah (a) mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur; (b) mengurangi shift (c) membatasi/menghapuskan kerja lembur; (d) mengurangi jam kerja; (e) mengurangi hari kerja; (f) meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu; (g) tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya; (h) memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

Karena itu, Mahkamah perlu menghilangkan ketidakpastian hukum yang terkandung dalam norma Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan dengan menentukan frasa “perusahaan tutup” dalam Pasal 164 ayat (3) tetap konstitusional sepanjang dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”.

“Terhadap keinginan para pemohon untuk memulihkan hak-haknya dengan mengembalikan hak para pemohon bekerja dan mendapatkan imbalan di Hotel Papandayan bukanlah kewenangan Mahkamah karena hal itu sudah termasuk kasus konkret,” jelasnya.

Salah satu pemohon, Asep Ruhiyat menegaskan dengan putusan MK itu, perusahaan tidak bisa seenaknya mem-PHK karyawan, kecuali kalau perusahaannya tutup secara permanen. Sebab, selama ini Pasal 164 ayat (3) ini seringkali dijadikan dasar perusahaan mem-PHK karyawannya dengan alasan apapun dan biasanya dilegalkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

"Makanya, sejak adanya putusan MK ini, artinya jika perusahaan ingin mem-PHK pekerjanya harus mensyaratkan perusahaan tutup secara permanen. Tidak berlaku dengan alasan renovasi bangunan, renovasi kan ada jangka waktunya dan bisa sambil operasional seperti yang menimpa kami. Kalau perusahaan tidak tutup permanen tidak boleh PHK karyawananya,” katanya.

Untuk itu, pihaknya akan menempuh peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) yang sebelumnya di PHI Bandung dan tingkat kasasi gugatan hotel mem-PHK ratusan karyawan Hotel Papandayan dikabulkan. “Kemungkinan kita akan mengajukan PK dengan menyodorkan novum putusan MK ini,” imbuhnya.   

Untuk diketahui, permohonan ini diajukan 38 korban PHK Hotel Papandayan Bandung lewat pengurus Serikat Pekerja Mandiri (SPM) Bandung yakni Asep Ruhiyat, Suhesti Dianingsih, dan Bambang Mardiyanto. Pemohon merasa dirugikan berlakunya Pasal 163 ayat (3) UU Ketenagakerjaan karena alasan pemohon di-PHK bukan karena alasan perusahaan tutup/efisiensi, tetapi Hotel Papandayan sedang direnovasi.

Pemohon menganggap alasan PHK karena renovasi bangunan tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan. Namun, alasan itu tetap dijadikan dalih memecat 198 karyawan yang sudah bekerja puluhan tahun di hotel tersebut. Ironisnya, sebelumnya gugatan perusahaan atas PHK ini pun dikabulkan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung hingga tingkat kasasi yang didasarkan Pasal 164 ayat (3) itu. Padahal, mereka ingin tetap bekerja.

Menurutnya, pasal itu seringkali dijadikan celah pihak perusahaan untuk menghilangkan hak warga negara untuk bekerja mendapat imbalan dan perlakuan yang adil/layak dalam hubungan kerja seperti dijamin Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Sebab, pekerja setiap saat dapat di-PHK dengan dalih efisiensi meski tanpa kesalahan dan kondisi perusahaan dalam keadaan baik sekalipun. Karena itu, Pasal 164 ayat (3) minta dinyatakan inkonstitusional.

Tags:

Berita Terkait