Pegawai BPN Uji UU Kepegawaian
Berita

Pegawai BPN Uji UU Kepegawaian

Pertentangan norma yang diuji dengan UUD 1945 dinilai tidak jelas.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Majelis MK gelar sidang perdana pengujian Pasal 25 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1974 tentang Kepegawaian. Foto: Sgp
Majelis MK gelar sidang perdana pengujian Pasal 25 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1974 tentang Kepegawaian. Foto: Sgp

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian Pasal 25 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1974 tentang Kepegawaian yang diajukan oleh Ricky Elviandi Afrizal, seorang PNS di lingkungan BPN Kalimantan Timur. Tertulis di berkas, Ricky dalam status dimutasi, tetapi dia menolak mutasi tersebut. Ricky justru menawarkan diri untuk diberhentikan dengan hormat, jika tetap dimutasi.

“Pemohon merasa dirugikan hak konstitusional dengan berlakunya Pasal 25 ayat (2) UU Kepegawaian terkait pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS di lingkungan BPN Provinsi Kalimantan Timur dan unit kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Timur,” kata Ricky, saat sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Senin (24/9).

Pasal 25 ayat (2) UU Kepegawaian berbunyi, “Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian daerah yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”

Ricky mengatakan pada prinsipnya setiap PNS dapat diberhentikan dengan alasan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 huruf b PP No. 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS. “Untuk melihat kapan mulai berlakunya pemberhentian diatur dalam Pasal 29 PP No. 32 Tahun 1979,” katanya. 

Ricky menganggap pemberhentian yang dilakukan oleh Kepala BPN tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Untuk itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 25 ayat (2) khususnya frasa “pejabat pembina kepegawaian pusat” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menanggapi permohonan, majelis panel yang diketuai Muhammad Alim beranggotakan Fadlil Sumadi dan Maria Farida memberikan beberapa masukan dan kritikan.

Muhammad Alim mengatakan perkara yang diuji pemohon sudah diputus pengadilan. “Kami tidak bisa membatalkan putusan pengadilan lain. Ini mestinya dibawa pengadilan tata usaha negara,” saran Alim.

Alim menganggap permohonan ini keliru karena yang dipersoalkan bukan kewenangan MK. “Kami tidak mengadili kasus konkret, hanya norma dalam sebuah undang-undang yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945,” katanya mengingatkan.

Anggota panel hakim, Ahmad Fadlil Sumadi menilai permohonan ini tidak jelas dan lengkap termasuk petitum permohonan. “Uraian permohonan ini tidak terlalu jelas pertentangan antara norma yang diuji dengan UUD 1945. Secara konstitusional apa yang dirugikan akibat berlakunya Pasal 25  ayat (2) UU Kepegawaian?” kata Fadlil mempertanyakan.

Menurutnya, akibat penerapan norma bukan kewenangan Mahkamah. “Saudara tidak bisa mengajukan kesini (MK, red), tetapi seharusnya peradilan lain seperti pengadilan tata usaha atau pengadilan umum. Jadi kerugian konkret atas perlakuan norma bukan kewenangan MK. Misalnya, penerapan norma itu apakah menghalangi kepastian hukum Saudara dalam bekerja. Disini tidak dijelaskan, Saudara mesti dikonstruksi ulang permohanan ini.”

Tags: