Wa Ode Terbukti Korupsi dan Money Laundering
Berita

Wa Ode Terbukti Korupsi dan Money Laundering

Majelis hakim tidak percaya kekayaan Wa Ode berasal dari bisnis.

FAT
Bacaan 2 Menit
Wa Ode Nurhayati terdakwa mantan Anggota Banggar DPR terbukti korupsi dan Money Laundering. Foto: Sgp
Wa Ode Nurhayati terdakwa mantan Anggota Banggar DPR terbukti korupsi dan Money Laundering. Foto: Sgp

Persidangan tindak pidana korupsi dengan terdakwa mantan Anggota Banggar DPR, Wa Ode Nurhayati akhirnya sampai pada babak akhir. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu dengan pidana enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Wa Ode dinyatakan terbukti melakukan dua tindak pidana. Pertama, melanggar Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Korupsi dan kedua melanggar Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Putusan ini dijatuhkan setelah persidangan menghadirkan 29 saksi yang diajukan penuntut umum, 11 saksi meringankan, satu ahli dari jaksa dan dua ahli yang dihadirkan pengacara terdakwa.

Untuk delik korupsi, kata Hakim Anggota Pangeran Napitupulu, Wa Ode yang merupakan anggota dewan dari daerah pemilihan Sulawesi Tenggara itu terbukti menerima uang Rp6,25 miliar terkait pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tahun 2011 di Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah dan Minahasa.

Untuk pengalokasian DPID di Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya dan Bener Meriah, terdakwa Wa Ode menerima uang dari Fahd El Fouz melalui Haris Andi Surahman sebesar Rp5,5 miliar. Pemberian dilakukan secara bertahap melalui stafnya Wa Ode yang bernama Sefa Yolanda dan staf WON Center, Syarif Ahmad. Sedangkan untuk alokasi di Kabupaten Minahasa, Wa Ode menerima uang Rp750 juta dari Saul Paulus Nelwan dan Abraham Noach Mambu.

Pemberian uang ini merupakan komitmen fee yang harus disiapkan para pemohon alokasi DPID. Fee tersebut diminta Wa Ode saat bertemu Fahd dan Haris di ruangan kerjanya di DPR. Pada pertemuan itu, Wa Ode meminta agar disiapkan fee sebesar lima sampai enam persen dari tiap alokasi anggaran yang turun.

Selain terbukti menerima uang Rp6,25 miliar terkait pengalokasian DPID di empat kabupaten, terdakwa Wa Ode juga dinilai hakim terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Penempatan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan hingga membayarkan uang yang dilakukan Wa Ode mencapai Rp50,5 miliar. Angka ini yang terdapat di dalam seluruh rekening wanita berjilbab itu.

Dari angka tersebut, lanjut Hakim Anggota Tati Hardianti, ditempatkan dan dialihkan Wa Ode secara bertahap. Bahkan ada yang melalui transfer hingga pemindahbukuan dari rekening Sefa dan rekening pihak-pihak lain. Bukan hanya itu, majelis juga menilai, cara-cara layering yang dilakukan Wa Ode juga ada yang melalui penerbitan hutang deposito, penerimaan bunga bank dan penerimaan bunga deposito berjangka di rekening Bank Mandiri.

Menurut Hakim Anggota Hendra Yospin, dari harta yang terdapat di rekening Wa Ode itu juga terdapat untuk pembayaran angsuran rumah sebesar Rp7,9 miliar. Ada juga diperuntukkan membayar apartemen sebesar Rp850 juta, hingga membeli perhiasan seharga puluhan juta.

Hendra mengatakan, harta Wa Ode sebesar Rp50,5 miliar yang terdapat di rekeningnya, patut diduga berasal dari tindak pidana. Alasannya karena di depan persidangan, Wa Ode yang menerangkan memiliki pekerjaan lain yaitu usaha bisnis di Merauke dan Kalimantan Tengah tak dipercaya majelis hakim. "Di persidangan (Wa Ode) tidak dapat meyakinkan majelis," katanya.

Menurut Hendra, di persidangan Wa Ode dan saksi-saksi lainnya mengatakan bahwa uang hasil usaha dibawa dengan tunai. Tapi dari bukti-bukti yang ada lebih dominan dilakukan secara transfer. Selain itu, penempatan harta kekayaan yang dilakukan Wa Ode terjadi dari kurun waktu 2010 hingga 2011 di mana waktunya bertepatan saat Wa Ode menjadi anggota dewan.

"Majelis yakin (harta) bukan berasal dari usaha terdakwa, melainkan jabatannya sebagai anggota dewan, maka patut diduga (harta tersebut, red) berasal dari tindak pidana," tutur Hendra.

Hakim Anggota Alexander Marwoto mengatakan, hanya satu dalil nota pembelaan (pledoi) tim pengacara Wa Ode yang dapat dibenarkan majelis hakim. Yakni, terkait penjatuhan pidana yang dilakukan dengan digabung, bukan terpisah. "Majelis hakim setuju dengan penasihat hukum. Sekalipun Terhadap terdakwa melanggar dua kualifikasi majelis hakim akan menjalankan satu pidana dengan cara digabung," katanya.

Atas putusan ini, Wa Ode langsung menyatakan banding. Salah satu alasannya adalah tidak dicantumkannya fakta persidangan mengenai pengembalian uang dari dirinya ke Fahd. Menurutnya, seluruh amar pertimbangan yang dibacakan majelis sama persis dengan yang didakwa oleh penuntut umum. "Saya dan tim penasihat hukum ajukan upaya hukum banding," pungkasnya.

Tags: