Pengamat Kritik Perpres SKK Migas
Utama

Pengamat Kritik Perpres SKK Migas

Berbahaya jika pemerintah kembali berperan sebagai regulator dan operator sekaligus.

Oleh:
RIMBA SUPRIYATNA
Bacaan 2 Menit
Pengamat kritik Perpres SKK Migas. Foto: ilustrasi (Sgp)
Pengamat kritik Perpres SKK Migas. Foto: ilustrasi (Sgp)

Perubahan ‘baju’ BP Migas terbaru dinilai tetap tidak melaksanakan amanat putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Peraturan Presiden No. 9 Tahu 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Perpres SKK Migas) dianggap tak ubahnya menghidupkan kembali semangat BP Migas. Padahal model pengelolaan migas yang demikianlah yang dinyatakan MK bertentangan dengan konstitusi.

Pengamat hukum tata negara, Margarito Khamis, menilai Perpres No. 9 Tahun 2013 sama saja mengganti ‘baju’ BP Migas. Perpres ini hanya memberi alas pergantian baju tersebut, padahal sejatinya hanya kamuflase atas putusan MK. Dosen Universitas Khairun Ternate ini menganggap posisi SKK Migas di Kementerian ESDM sangat rentan.  “BP Migas kita kritik waktu itu karena menjadi regulator sekaligus menjadi operator. Kali ini lebih parah karena pemerintah masuk di dalamnya”, katanya kepada hukumonline melalui saluran telepon, Jumat, (18/1).

Margarito mengingatkan bahaya yang mungkin timbul jika SKK Migas akan membuat kontrak karya dengan investor asing. Artinya, manakala terjadi dispute antara SKK Migas dengan investor terkait kontrak, maka yang dipertaruhkan adalah kekayaan negara.

Ditambahkan Margarito, Perpres SKK Migas bertentangan dengan hukum dan konstitusi. Sebab, lewat putusannya, MK memerintahkan pemerintah untuk membuat organ baru yang terpisah dari organ-organ pemerintah yang akan diberikan konsesi dan melakukan kontrak dengan pihak ketiga. Dengan demikian, manakala terjadi dispute, bukan pemerintah yang menjadi pihak. “Hanya pihak-pihak swasta atau organ-organ non negara yang tunduk pada hukum publik yang akan dilbawa kedalam mekanisme tersebut bukan pemerintah. Ini berbahaya”, tandasnya.

Kepala Divisi Humas SKK Migas, Hadi Prasetyo mengakui bahwa SKK Migas mempunyai kesamaan dengan BP Migas. Namun, ia memberi catatan, saat BP Migas beroperasi banyak pihak yang mengkritisi karena tidak memiliki landasan hukum yang jelas. Akibatnya, muncul ketidakpastian bagi investor. BP Migas juga tidak memiliki sturuktur seperti komisi pengawas sehingga sulit untuk dikontrol semua aktivitasnya.

Pembentukan SKK Migas dalam Perppres tersebut, lanjut Hadi, menjawab persoalan selama ini karena karakter SKK Migas  lebih tetap dibanding BP Migas. Kini ada dewan pengawas untuk mengontrol. Menteri ESDM mengawasi SKK Migas. Laporan pertanggungjawabannya juga diserahkan ke Presiden. “Kalau dibilang mirip BP Migas memang. Namun, ada suatu kemajuannya, ada dewan pengawasnya,” imbuhnya.

Pasal 3 Perpres SKK Migas mengatur struktur susunan komisi pengawas yang terdiri dari Menteri ESDM sebagai ketua komisi pengawas, Wakil Menteri Keuangan yang membidangi urusan anggaran negara sebagai wakil ketua. Anggotanya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Wakil Menteri ESDM.

Hadi menghimbau pihak yang sependapat tidak langsung mengkritik. “Kalau seperti ini terus, nanti tidak akan pernah ada yang namanya kepastian dalam industri migas di Indonesia. Eksesnya, bangsa kita juga yang akan mengalami kerugian”, tukasnya.

Margarito malah mengatakan perlu didorong agar masyarakat mengajukan hak uji materiil Perpres No. 9 Tahun 2013 ke Mahkamah Agung. Ia menduga pemerintah takut kepada asing, terutama ancaman membawa sengketa migas ke arbitrase internasional. Bisa juga takut investor asing lari mengingat kontribusinya pada perekonomian nasional. Tetapi secara hukum, landasan SKK Migas perlu diuji keabsahannya.“Hanya itu saja pilihan kita yang tersedia secara hukum. Kita ini bernegara berdasarkan konstitusi dan perintah konstitusinya jelas, dan kita wajib menaatinya”, ujarnya.

Tags: