Kesuksesan Mediasi di Indonesia Masih Rendah
Berita

Kesuksesan Mediasi di Indonesia Masih Rendah

Dari banyaknya perkara yang mencoba mediasi sebagai alternatif pilihan sengketa, baru empat persen yang mencapai kesepakatan damai.

CR15
Bacaan 2 Menit
Kesuksesan Mediasi di Indonesia Masih Rendah
Hukumonline

Saat ini, banyaknya jumlah perkara yang masuk di peradilan disebabkan oleh ketidaktahuan para pihak terhadap alternatif lain dalam menyelesaikan sengketa. Padahal, ada keuntungan yang ditawarkan dari alternatif penyelesaian sengketa tersebut, yakni mediasi. Banyaknya keunggulan mediasi menjanjikan prospek yang lebih baik dalam penyelesaian sengketa di masa depan.

Demikian benang merah yang terungkap dalam seminar mengenai pentingnya mediasi dalam sektor bisnis yang diselenggarakan firma hukum Budidjaja & Associates di Jakarta, Selasa (17/9).

Bedasarkan data Mahkamah Agung, tingkat kesuksesan media di Indonesia memang masih tergolong rendah. Dari banyaknya perkara yang mencoba mediasi sebagai alternatif pilihan sengketa, baru empat persen yang mencapai kesepakatan damai. Namun, Wakil Koordinator Kelompok Kerja Reformasi Peradilan Mahkamah Agung, Takdir Rahmadi, menyatakan dirinya optimis mediasi akan menjadi tren pilihan di masa depan.

“Ekspektasi untuk masa depan kita mencoba memperbaiki seperti kesuksesan di negara lain. Mengapa negara lain sukses, kita tidak? Tentu ini butuh dukungan para lawyer dan sistem pendidikan hukum,” katanya.

Takdir menjelaskan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat kesuksesan mediasi di Indonesia. Biasanya, para pihak yang tidak bersungguh-sungguh untuk melakukan mediasi menjadi penyebab ketidaksuksesan alternatif penyelesaian sengketa tesebut.

Selain itu, ada juga pengacara yang tidak mendukung penuh proses mediasi. Takdir juga menilai kesibukan hakim mediator menyelesaikan tugas rutinnya membuat mediasi tak berjalan ideal.

Menurut Takdir, untuk meningkatkan kesuksesan mediasi peran hakim perlu dioptimalkan. Ia mencontohkan, di Singapura ada rotasi yang mewajibkan hakim fokus menjadi mediator selama setahun untuk kemudian dipromosikan. “Di Indonesia, para pihak enggan mengeluarkan biaya untuk membayar honor mediator non-hakim, sementara itu hakimnya sibuk sidang,” tandasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait