Didakwa Korupsi, Eks Bos Adhi Karya Tak Ajukan Eksepsi
Kasus Hambalang

Didakwa Korupsi, Eks Bos Adhi Karya Tak Ajukan Eksepsi

Teuku Bagus Mokhammad Noor didakwa perkaya diri sendiri Rp4,532 miliar.

NOV
Bacaan 2 Menit
Teuku Bagus Mokhammad Noor (mengenakan batik). Foto: RES
Teuku Bagus Mokhammad Noor (mengenakan batik). Foto: RES
Mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya (AK) Teuku Bagus Mokhammad Noor akhirnya “mendapat giliran”  didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

Teuku merupakan terdakwa ketiga untuk kasus Hambalang yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irene Putrie mendakwa Teuku melakukan korupsi bersama-sama Deddy Kusdinar, Andi Alifian Mallarangeng, Wafid Muharam, Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng, M Fakhruddin, Lisa Lukitawati Isa, M Arifin, dan Paul Nelwan. “Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan Rp464,514 miliar,” kata Irene, Selasa (8/4).

Perbuatan Teuku dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Irene menguraikan, peristiwa ini bermula ketika Teuku mengetahui rencana P3SON Hambalang. Teuku meminta M Arief Taufiqurrahman selaku Manajer Pemasaran PT AK memonitor proyek tersebut. Arief mengkonfirmasi rencana proyek Hambalang melalui Paul Nelwa yang merupakan orang dekat Sesmenpora sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Wafid Muharam.

Teuku bersama Arief dan Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras Machfud Suroso menemui Wafid menanyakan informasi mengenai proyek P3SON Hambalang. Selanjutnya, Teuku memerintahkan Arief memberikan Rp2 miliar dalam dua tahap kepada Wafid melalui Paul Nelwan pada 8 September 2009 dan 14 September 2009.

Menurut Irene, tidak hanya Teuku yang memberikan uang, Machfud juga memberikan uang Rp3 miliar kepada Wafid Muharam yang tanda terimanya ditandatangani Poniran. Perusahaan Machfud nantinya akan menjadi subkontraktor untuk pekerjaan mekanikal elektrik dan penyambungan daya listrik PLN untuk proyek Hambalang.

“Machfud Suroso memberikan uang Rp3 miliar kepada Wafid Muharam sebagai pemberian awal supaya PT Adhi Karya mendapatkan proyek P3SON Hambalang,” ujar Irene.

Sekira Oktober 2009, Teuku dan Arief yang difasilitasi Muhammad Tamzil menemui Menpora Andi Mallarangeng di rumahnya. Teuku mengungkapkan kesediannya untuk mendukung program-program di Kemenpora, termasuk bekerja sama dalam proyek pembangunan P3SON Hambalang. Andi pun menyambut baik.

Setelah itu, Teuku meminta Arief memonitor proyek P3SON Hambalang agar PT AK yang mendapatkan proyek tersebut. Arief meminta staf pemasaran Divisi Konstruksi I PT AK, Ida Bagus Wirahadi untuk berkomunikasi dengan tim asistensi yang terdiri dari Lisa Lukitawati Isa dan M Arifin untuk mendapatkan pembaharuan informasi proyek.

Irene melanjutkan, Arief atas permintaan Teuku menemui Andi di Kemenpora untuk menanyakan soal lelang jasa konstruksi proyek P3SON Hambalang. Namun, saat itu, yang berada di ruangan Menpora adalah Choel, Wafid, Deddy, dan Fakhruddin. Arief lalu menyampaikan PT AK akan berpartsipasi dalam proyek Hambalang.

Tim estimating bersama Mulyana dari PT Wijaya Karya (WK), tim asistensi, perwakilan PT Yodya Karya (YK), Ketua Panitia Lelang Wisler Manalu, serta Kepala Biro Perencanaan Kemepora yang juga ejabat Pembuat Komitmen (PPK) Deddy Kusdinar melakukan pertemuan untuk membahas dokumen lelang, lingkup pekerjaan, dan rincian harga.

Dalam rangka mengikuti lelang P3SON Hambalang di Kemenpora, menurut Irene, PT AK bersama PT WK membentuk kerja sama operasi (KSO) Adhi Wika dengan menunjuk Teuku sebagai kuasa KSO. Pada 18 Agustus 2010, Kemenpora mengumumkan lelang jasa konstruksi P3SON Hambalang dengan nilai pagu anggaran Rp262,784 miliar.

Usai pengumuman lelang, KSO Adhi-Wika bersama tujuh perusahaan lainnya mendaftar sebagai peserta. Keesokan harinya, Teuku mendapatkan pemberitahuan dari Deddy bahwa anggaran proyek P3SON Hambalang sebesar Rp1,2 triliun sedang diajukan persetujuan kontrak tahun jamak (multiyears) ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Irene mengungkapkan, dari delapan perusahaan, hanya lima perusahaan yang dinyatakan lulus prakualifikasi, termasuk KSO Adhi-Wika. Namun, evaluasi prakualifikasi dilakukan Teguh Suhanta dari PT AK, Mulyana dari PT WK, Malemteta Ginting dari PT Ciriajasa Cipta Mandiri (CCM), dan Husni Al Huda dari PT YK atas biaya PT AK.

Padahal, seharusnya, panitia lelang harus melakukan prakualifikasi sendiri tanpa melibatkan calon peserta lelang. Panitia lelang juga harus membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS), bukan malah menggunakan HPS yang dibuat KSO Adhi-Wika sebagai dasar. Irene menganggap proses lelang tidak dilakukan sebagaimana mestinya.

Alhasil, KSO Adhi-Wika menempati peringkat teratas dengan penawaran harga Rp1,007 triliun. Sebelum penetapan pemenang lelang, Teuku melakukan pertemuan dengan Deddy, Lisa, dan Arifin di Plaza Senaya. “Deddy meminta terdakwa supaya PT Adhi Karya selaku calon pemenang lelang memberikan fee 18 persen,” tutur Irene.

Atas permintaan Deddy, Teuku menyetujui. Teuku menyampaikan, realisasi fee diberikan Machfud yang perusahannya akan menjadi subkontraktor KSO Adhi-Wia untuk pekerjaan mekanikal elektrikal dalam proyek Hambalang. Saat proses pelaksanaan lelang masih berjalan, Kemenkeu akhirnya menyetujui permohonan kontrak multiyears.

Pada November 2010, KSO Adhi-Wika diusulkan panitia lelang sebagai calon pemenang dalam pengadaan jasa konstruksi pembangunan P3SON Hambalang. Irene berpendapat, penetapan pemenang lelang dengan nilai di atas Rp50 miliar semestinya ditandatangani Menpora. Nyatanya, penetapan pemenang lelang hanya ditandangani Wafid.

Irene menyatakan, pasca ditetapkannya KSO Adhi-Wika sebagai pemenang lelang, Deddy menandatangani kontrak induk senilai Rp1,007 triliun. Beberapa kontrak anak senilai Rp246,238 miliar Rp507,405 miliar kembali ditandatangani Deddy. Namun, PT AK malah mengalihkan pekerjaan utamanya kepada sejumlah perusahaan.

“Terdakwa secara melawan hukum mengalihkan atau mensubkontrakan pekerjaan utama berupa pembangunan Asrama Junior Putri, Asrama Junior Putra, dan GOR Serbaguna kepada perusahaan yang dibawa Choel Mallarangeng (adik Andi Mallarangeng), yaitu PT Global Daya Manunggal (GDM) sebesar Rp142,443 miliar,” katanya.

Padahal, lanjut Irene, PT GDM yang dibawa Choel bukan penyedia barang atau jasa spesialis. Selain itu, Teuku mengalihkan beberapa pekerjaan lainnya, kepada PT Dutasari Citra Laras (DCL), PT Aria Lingga Perkasa, dan 36 perusahaan dengan nilai kontrak masing-masing Rp328,063 miliar, Rp3,415 miliar, dan Rp56,813 miliar.

Pembayaran yang diterima KSO Adhi-Wika, atas persetujuan Teuku digunakan untuk membayar fee kepada subkontraktor. Kemudian, uang yang diterima Machfud diberikan Rp10 miliar kepada M Nazaruddin yang juga tertarik mendapatkan proyek P3SON Hambalang, tapi diminta mundur oleh Anas Urbaningrum.

Irene menyebutkan, Nazaruddin sudah mengeluarkan biaya untuk pengurusan proyek Hambalang. Nazaruddin sempat memberikan Rp3 miliar kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto untuk penerbitan sertifikat tanah Hambalang, AS$550 ribu kepada Andi melalui Choel, dan Rp2 miliar untuk Komisi X DPR.

Selain itu, untuk mendapatkan pekerjaan jasa konstruksi P3SON Hambalang, PT AK dan PT WK telah memberikan uang kepada Anas Rp2,210 miliar untuk membantu pencalonan Anas sebagai Ketua Umum dalam Kongres Partai Demokrat tahun 2010, Rp6,55 miliar kepada Wafid melalui Paul Nelwan, dan Rp500 juta kepada Mahyuddin.

“Ada pula yang diberikan kepada Adirusman Dault Rp500 juta, anggota Badan Anggaran DPR, Olly Dondokambey Rp2,5 miliar, petugas penelaah pendapat teknis Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Rp135 juta, Deddy Kusdinar Rp100 juta, biaya hotel dan uang saku panitia pengadaan Rp606 juta, dan anggota DPR Rp500 juta,” beber Irene.

Atas perbuatan tersebut, Teuku telah memperkaya diri sendiri Rp4,532 miliar, serta memperkaya orang lain dan korporasi, seperti, Andi melalui Choel Rp4 miliar dan AS$550 ribu, Wafid Rp6,55 miliar, Deddy Rp3 miliar, Nanang Suhatmana Rp1,1 miliar, Anas Rp2,21 miliar, Mahyuddin Rp500 juta, Machfud Rp18,8 miliar, dan Olly Rp2,5 miliar.

Irene menambahkan, Teuku juga memperkaya Joyo Rp3 miliar, Lisa Rp400 juta, Anggraheni Dewi Rp400 juta, Adirusman Rp500 juta, Imanullah Aziz Rp378,181 juta, PT YK Rp5,221 miliar, PT Metaphora Solusi Global Rp5,851 miliar, PT Malmas Mitra Teknik Rp837,6 juta, dan PD Laboratorium Teknik Sipil Geonives Rp94,818 juta.

“Selain itu, memperkaya PT Ciriajasa Cipta Mandiri Rp5,839 miliar, PT Global Daya Manunggal Rp54,992 miliar, PT Aria Lingga Perkasa Rp3,337 miliar, PT Dutasari Citra Laras Rp170,395 miliar, KSO Adhi-Wika Rp145,28 miliar, dan 32 perusahaan atau perorangan subkontraktor dari KSO Adhi-Wika Rp17,96 miliar,” terangnya.

Menanggapi dakwaan penuntut umum, Teuku dan tim pengacaranya tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi). Teuku siap melanjutkan sidang dengan pemeriksaan saksi-saksi. Dengan demikian, Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto menutup sidang dan mengagendakan sidang selanjutnya pada Selasa, 15 April 2014.
Tags:

Berita Terkait