Pemerintah: Tugas dan Kewenangan BPK Konstitusional
Berita

Pemerintah: Tugas dan Kewenangan BPK Konstitusional

Ketua MK mengingatkan agar perwakilan BPK mengajukan diri sebagai pihak terkait.

ASH
Bacaan 2 Menit
Hamdan Zoelva. Foto: RES
Hamdan Zoelva. Foto: RES
Pemerintah menegaskan bahwa semua hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah menjadi keputusan BPK sebagai lembaga negara seperti dimuat dalam Pasal 1 angka 14 UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK. Selain itu, kata “dapat” dalam Pasal 11 huruf c UU BPK dan Pasal 13  UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, tidak bisa dimaknai sebagai kewajiban.

“Kata ‘dapat’ dalam Pasal 11 huruf c UU BPK sebagai pilihan BPK menghadirkan ahli (dari dalam dan luar BPK) untuk mengungkap hasil pemeriksaan (LHP),” ujar Kepala Balitbang Kemenkumham Mualimin Abdi saat menyampaikan tanggapan pemerintah terkait pengujian UU BPK dan UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara di ruang sidang MK, Rabu (17/9).

Dalam persidangan sebelumnya, melalui tim kuasa hukumnya, Pemohon Faisal yang tersangkut kasus korupsi di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara mempersoalkan Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) UU BPK dan Pasal 11 dan Pasal 13 UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Ketentuan itu dinilai multitafsir karena belum tegas menjelaskan siapa yang berwenang menetapkan kerugian negara.    

Pemohon  meminta MK membuat tafsir atas  frasa “dengan keputusan BPK” dalam Pasal 10 ayat (2) UU BPK. Termasuk meminta tafsir Pasal 13 UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara yang menyebut BPK dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif untuk mengungkap ada tidaknya kerugian negara. Menurut pemohon banyak pemeriksaan yang bukan hasil pemeriksaan investigatif termasuk kasus yang dialami pemohon.

Mualimin melanjutkan kata “dibantu” dalam Pasal 34 ayat (1) UU BPK sebagai penegasan BPK memang mempunyai perwakilan di setiap provinsi guna memperlancar pelaksanaan tugas dan kewenangan BPK. Ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan perwakilan BPK bukanlah BPK. Terlebih, hubungan BPK dan perwakilan BPK telah diamanatkan Pasal 23G ayat (2) UUD 1945.

Dia tegaskan perwakilan BPK salah satu organ pelaksana BPK yang mendapatkan mandat melaksanakan dari BPK. Sebagai penerima mandat, perwakilan BPK berkewajiban melaporkan hasil kegiatannya kepada BPK. Dengan demikian, kata “dibantu” dalam Pasal 34 ayat (1) UU BPK tidak bertentangan dengan UUD 1945.

“Jadi, kita minta MK menolak atau setidaknya tidak menerima permohonan ini karena pasal-pasal yang mengatur tugas dan kewenangan BPK tidak bertentangan dengan UUD 1945,” harapnya.

Ketua majelis pleno, Hamdan Zoelva mengingatkan agar perwakilan BPK yang menghadiri persidangan mengirimkan surat untuk mengajukan diri sebagai pihak terkait. Nantinya, Mahkamah akan mempertimbangkan apakah BPK perlu menyampaikan keterangan atau tidak terkait permohonan ini.

Sementara tim kuasa hukum pemohon yang diketuai Yusril Ihza Mahendra menyatakan akan menghadirkan lima orang ahli dalam persidangan berikutnya. “Sementara tiga ahli saja dihadirkan,” saran Hamdan. Sedangkan pihak pemerintah belum bisa menghadirkan ahli karena harus dikoordinasikan dengan instansi terkait.     

Untuk diketahui, pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pengelolaan keuangan negara pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang Tahun Anggaran 2008, 2009, dan 2010. Jaksa menyidik perkara ini berdasarkan alat bukti ikhtisar LHP tersebut. Menurut pemohon penetapan nilai kerugian negara yang paling berhak adalah BPK (bukan perwakilan BPK). Nantinya, penetapan nilai kerugian itu menjadi alat bukti kerugian negara.
Tags:

Berita Terkait