Larang Menteri Rapat dengan DPR, Jokowi Dinilai Arogan
Berita

Larang Menteri Rapat dengan DPR, Jokowi Dinilai Arogan

Surat Edaran Seskab dikhawatirkan memperkeruh suasana. Hubungan eksekutif dan legislatif menjadi tidak harmonis.

RFQ/YOZ
Bacaan 2 Menit
Suasana rapat DPR. Foto: RES (Ilustrasi)
Suasana rapat DPR. Foto: RES (Ilustrasi)
Surat Edaran Sekretaris Kabinet (Seskab) kepada kementerian agar menunda  melakukan rapat kerja dengan DPR dinilai sebagai bentuk arogansi pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla. Padahal dalam membangun pemerintahan perlu ada kerjasama antara eksekutif dan legislatif.

“Pertama saya menyesalkan, dan kedua itu menunjukan arogansi pemerintahan Jokowi,” ujar anggota Komisi II Yandri Susanto di Gedung DPR, Senin (24/11).

Demi harmonisnya hubungan antara pemerintah dengan DPR, sejatinya Seskab Andi Widjajanto mencabut surat edaran tersebut. Pasalnya, kementerian yang menjadi mitra kerja komisi DPR sejak mendapat surat edaran tak melakukan rapat kerja dengan komisi. Padahal, sebagian komisi sudah diisi oleh anggota fraksi dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Seperti diketahui, perseteruan antara Koalisi Merah Putih (KMP) dengan LIH di DPR berimbas pada buruknya hubungan antara pemerintah dengan DPR. Sejumlah kementerian ‘mangkir’ dari undangan berbagai komisi yang notabene didominasi dan dikuasai oleh KMP.

Kementerian BUMN, misalnya, sebagai mitra kerja Komisi VI tak hadir dalam rapat dengar pendapat. Malahan Menteri BUMN Rini Soemarno pada Jumat (21/11), mengirimkan surat ketidakhadirannya dengan alasan adanya arahan dari Presiden melalui Seskab agar jajaran menteri menunda hadir dalam rapat kerja dengan DPR hingga lembaga legislatif solid.

“Oleh karena itu, kalau sampai ada surat itu, menurut saya agak aneh pemerintah sekarang ini. Yang menghambat pemerintah itu kan sebenarnya mereka sendiri. Padahal mereka butuh DPR, oleh karena itu, menurut saya seharusnya Seskab segera mencabut surat itu,” ujar politisi PAN itu.

Hal senada dikatakan Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin. Dia mengaku rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly batal dua kali. “Saya sangat menyayangkan. Menkumham sudah dipanggil dua kali,” ujarnya.

Dikatakan Aziz, pemanggilan terhadap mitra kerja itu akan dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku. Aziz menyayangkan adanya surat edaran dari Seskab. Ia berpandangan, dengan ‘mangkirnya’ sejumlah menteri dalam rapat kerja dengan DPR berdampak pada buruknya hubungan antara eksekutif dengan legislatif.

“Saya sangat menyayangkan saudara Seskab Andi Widjajanto karena akan memperkeruh hubungan legislatif dan eksekutif, kita lihat perkembangannya nanti,” ujarnya.

Anggota Komisi III Bambang Soesatyo menambahkan, buruknya hubungan antara eksekutif dan legislatif juga berdampak pada anggaran pemerintah. Menurutnya, pemerintah tidak akan berjalan tanpa adanya konsolidasi dengan parlemen.

“Biarin saja, kalau mereka melarang menterinya rapat dengan DPR, kita juga bisa melarang Banggar untuk rapat dengan mereka. Kalau nggak ada anggaran, memangnya pemerintah mau ngapain?,” ujarnya.

Politisi Partai Gollkar itu berpandangan, sejumlah fraksi yang tergabung dalam KIH terkesan mengulur waktu. Hal itu terlihat dari sikap F-PDIP, PKB, dan Hanura yang belum menyerahkan nama anggotanya untuk mengisi alat kelengkapan dewan.

Bambang tak mau ambil pusing dengan sikap pemerintah yang menolak rapat kerja dengan DPR. “Ini Komisi-Komisi di DPR sudah bekerja kok, rata-rata semuanya anggota dari KMP. Nah, sekarang KIH ke mana? Kerja nggak? Artinya kalo ada yang bilang anggota DPR makan gaji buta, anggota DPR yang mana dulu?,” pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan larangannya kepada para menteri Kabinet Kerja untuk menghadiri pertemuan dengan DPR, baik dengan pimpinan DPR maupun Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Jokowi menegaskan, larangannya itu muncul berkenaan dengan konflik yang terjadi di DPR.

“Kalau kita datang nanti keliru, datang ke sini keliru, datang ke sana keliru. Biar di sana sudah rampung, sudah selesai, baru silakan,” ujar Jokowi, seperti dilansir di situs Setkab.

Jokowi mengingatkan bahwa para menterinya baru bekerja selama sebulan, sehingga tidak tepat jika sudah harus bertemu DPR. Meski demikian, Jokowi mempersilakan para menterinya memenuhi undangan rapat DPR, jika konflik yang terjadi di DPR sudah rampung.

“Kan baru sebulan kerja. Manggil-manggil untuk apa? Sekali lagi kerjanya baru sebulan. Manggil apanya,” kata Jokowi dengan nada bertanya.

Larangan Presiden Jokowi ini dituangkan dalam Surat Edaran Seskab bernomor SE-12/Seskab/XI/2014 dan bertanggal 4 November 2014. Surat itu ditandatangani oleh Seskab Andi Widjajanto dan ditujukan ke Menteri Kabinet Kerja, Panglima TNI, Kapolri, Kepala Staf Angkatan, Kepala BIN, dan Plt Jaksa Agung.
Tags:

Berita Terkait