Hujan Ganggu Jadwal Sidang MK
Berita

Hujan Ganggu Jadwal Sidang MK

Hakim memutuskan menunda sidang.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Majelis Panel MK terkait pengujian Pasal75 ayat (1) dan Pasal 107 UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Rusun) akhirnya ditunda lantaran para pemohon tidak hadir. Ketidakhadiran para pemohon disebabkan tidak bisa mengakses gedung MK akibat hujan deras yang mengguyur Jakarta dan sekitarnya sejak Minggu (08/2) malam kemarin.     

Majelis Panel yang diketuai Maria Farida Indrati beranggotakan I Gede Dewa Palguna dan Suhartoyo sempat menunggu para pemohon sejak pukul 14.00 WIB. Namun, hingga pukul 15.00 WIB, para pemohon tidak kunjung hadir dalam persidangan. Majelis pun belum sempat membuka sidang.

Untuk diketahui, sejumlah pemilik rumah susun mempersoalkan aturan pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) seperti termuat dalam Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 107 UU Rusun ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tercatat sebagai pemohon yakni Kahar Winardi, Wandy Gunawan Abdilah, Chuzairin Pasaribu, Lanny Tjahjadi, Henry Kurniawan Muktiwijaya, Pan Esther, dan Liana Atmadibrata yang diwakili kuasa hukumnya, Didi Supriyanto dkk.

Mereka beralasan aturan PPPSRS yang wajib difasilitasi pelaku pembangunan itu tidak memberi jaminan kepastian hukum dan melemahkan pemilik satuan rumah susun. Norma itu berakibat pemilik satuan rusun dapat dijatuhi sanksi administratif jika tidak melaksanakan kewajiban membentuk PPPSRS.

Pasal 75 ayat (1) UU Rusun menyebutkan“Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS paling lambat sebelum masa transisi sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 ayat (2) berakhir.” Sementara Pasal 107 UU Rusun menyebutkan “Setiap orang yang menyelenggarakan rumah susun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Pasal 22 ayat (3), Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 30, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 51 ayat (3), Pasal 52, Pasal 59 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), Pasal 66, Pasal 74 ayat (1) dikenai sanksi administratif.”

Para pemohon menegaskan kedua pasal itu bertentangan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (1), (4) UUD 1945karena frasa “pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS” melemahkan dan tidak memberi kepastian hukum kepada para pemohon. Selain itu, pemberian sanksi administratif kepada pemilik satuan rusun tidak tepat, seharusnya sanksi administratif dikenakan bagi pelaku pembangunan, bukan pemilik satuan rusun.

Menurutnya, norma pembentukan PPPSRS itu lebih tepat difasilitasi pemerintah dibanding pelaku pembangunan. Pasal 75 ayat (1) khususnya frasa “Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS” dinilai bersifat imperatif yang memungkinkan terjadinya monopoli pembentukan PPPSRS.

Pasal 75 ayat (1) khususnya frasa “masa transisi” yang ditetapkan Pasal 59 ayat (2) paling lama 1 tahun sejak penyerahan pertama kali satuan rusun kepada pemilik, sering disalahgunakan pelaku pembangunan mengulur waktu pembentukan PPPSRS. Soalnya, para pelaku pembangunan memiliki waktu lebih lama sebagai pengelola rumah susun.

“Penerapan Pasal 75 ayat (1) berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena pelaku pembangunan seringkali juga berstatus sebagai pemilik satuan rusun dengan memiliki beberapa satuan rusun,” sebutnya dalam resume permohonannya. Terlebih, berdasarkan Pasal 57 ayat (1) UU Rusun, pengelolaan PPPSRS berhak mendapatkan sejumlah biaya pengelolaan yakni biaya pemeliharaan, biaya utilitas umum, dan biaya penyusutan.

Karena itu, para pemohon meminta agar Pasal 75 ayat (1) UU Rusun dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang frasa “Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS” tidak dimaknai “Pemerintah wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS”. Selain itu, mereka meminta MK menghapus Pasal 107 sepanjang frasa “Pasal 74 ayat (1)” UU Rusun karena bertentangan dengan UUD 1945.
Tags:

Berita Terkait