Presiden Diminta Tidak Intervensi Kasus Novel Baswedan
Berita

Presiden Diminta Tidak Intervensi Kasus Novel Baswedan

Sebagai kepala pemerintahan, Presiden Jokowi menginginkan agar penegakan hukum tidak lagi menjadi kisruh.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi (baju putih). Foto: RES
Presiden Jokowi (baju putih). Foto: RES
Kasus yang menjerat penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan menjadi perhatian masyarakat. Tak saja masyarakat kalangan menengah, bahkan Presiden Joko Widodo memberikan perhatian penuh dengan meminta Kapolri tidak melakukan penahanan terhadap Novel Baswedan. Tindakan Presiden dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap hukum yang tengah berproses.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon berpandangan, semestinya Presiden Joko Widodo tidak mencampuri persoalan hukum. Penegakan hukum terhadap kasus yang menjerat mantan Kasatreskrim Polres Bengkulu itu menjadi ranah pihak kepolisian. Namun, pernyataan Jokowi di depan publik sebagai intervensi terbuka.

Hal itu bukan tidak mungkin menurunkan moril aparat kepolisian. Padahal, kepolisian melakukan penegakan hukum sesuai dengan tugas dan fungsinya. Atas dasar itulah, Fadli Zon meminta Presiden Jokowi tak melakukan intervensi terhadap penegakan hukum. Soalnya, persamaan di depan hukum berlaku bagi setiap warga negara yang diduga melakukan tindak pidana, sekalipun pejabat negara dan aparat penegak hukum.

“Saya sarankan Jokowi jangan banyak ikut campur, apalagi ranah yudikatif,” ujarnya di Gedung DPR, Senin (4/5).

Fadli mengatakan, permintaan penangguhan penahanan dapat dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku, sepanjang penyidik tidak mempersoalkan. Menurutnya, penangguhan penahanan dapat diberikan dengan ketentuan, misalnya tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, tidak mengulangi perbuatan, dan tentunya adanya pihak penjamin.

Sebaliknya, jika penanguhan penahanan lantaran disebabkan adanya intervensi dari Presiden Jokowi, sama halnya pemerintah menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan. “Kalau minta tidak ditahan ini hukum jadi alat kekuasaan, biarkan proses berjalan tunggu pembuktian berjalan,” katanya.

Lebih jauh politisi Partai Gerindra itu berpandangan, proses hukum mesti dilakukan agar terdapat kepastian hukum perihal kasus yang terjadi pada 2004 silam di Bengkulu. Ia berpandangan, jika Novel bersalah menurut pengadilan, maka mesti diberikan hukuman. Sebaliknya jika tidak, maka mesti dibebaskan dari jeratan hukuman. Oleh sebab itu, pengadilan menjadi ruang bagi Novel untuk membuktikan benar tidaknya tudingan mantan koprsnya itu terhadap dirinya.

“Tidak ada yang kebal hukum, termasuk KPK. Presiden jangan terlalu banyak bicara soal hukum, biarkan aparat hukum bekerja, kecuali keterlaluan tapi ini tidak ada. Novel kalau percaya diri hadapi saja. As simple as that, santai saja,” ujarnya.

Anggota Komisi III Ahmad Bassarah, berpandangan Presiden Jokowi mestinya menempatkan diri dan posisi jabatannya sesuai kapasitas dan tanggungjawabnya. Dengan begitu, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden Jokowi dapat menjaga prinsip-prinsip negara hukum.

Sebagai negara yang mengedepankan hukum, presiden mesti berpijak atas dasar hukum. Sebaliknya jika tidak, Presiden Jokowi dinilai akan sulit dalam menentukan parameter hukum dalam menyelesaikan setiap permasalahan hukum yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berpandangan, penangkapan terhadap Novel Baswedan telah memenuhi unsur yang diatur dalam KUHAP. Ia beharap penangkapan terhadap Novel semestinya tak perlu dibesarkan lantaran akan berujung pada isu kriminalisasi terhadap KPK. Ironisnya, kata Bassarah dijadikan benih konflik antara KPK dan Polri.

“Silakan Polri memproses dengan cara-cara yang adil dan transparan. Namun sebaliknya, jika Polri tidak memiliki alat bukti yg kuat menurut hukum untuk melakukan penangkapan dan penahanan thd Novel maka seharusnya Polri segera membebaskannya,” ujarnya.

Anggota Komisi II Syarif Abdullah mengatakan, langkah Presiden Jokowi bukan dalam rangka melakukan pembelaan terhadap Novel Baswedan. Namun, sebagai kepala pemerintahan, Presiden Jokowi menginginkan agar penegakan hukum tidak lagi menjadi kisruh. Kendati demikian, proses hukum tetap berjalan kedatipun tidak dilakukan penahanan.

“Dia ingin institusi bekerja, Polri pembantu presiden bisa kerja dengan baik jangan sampai ada kesan masyarakat. Baik-baik saja meredam,” pungkas Sekretaris Fraksi Nasional Demokrat itu.
Tags:

Berita Terkait