Sepuluh Fraksi Dukung RUU Larangan Minuman Beralkohol Jadi Inisiatif DPR
Berita

Sepuluh Fraksi Dukung RUU Larangan Minuman Beralkohol Jadi Inisiatif DPR

Ada sejumlah catatan, mulai mesti memperhatikan berbagai aspek pendapatan negara, kesehatan, ketenagakerjaan dan sosial.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Minuman beralkohol. Foto: RES (Ilustrasi)
Minuman beralkohol. Foto: RES (Ilustrasi)
Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) atau biasa dikenal Minuman Keras (Miras) telah rampung pada tahap pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan di tingkat Panja Badan Legislasi. Sepuluh fraksi memberikan persetujuan meski dengan beberapa catatan.

Diantaranya FPKS, Demokrat, PDIP, Golkar, PPP, PKB, PAN, Nasdem, Gerindra, dan Hanura. Terhadap persetujuan itu, RUU Larangan Minol bakal diboyong dalam rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi usul inisiatif DPR.

Anggota Baleg dari Fraksi Hanura Dossy Iskandar dalam pandangan fraksinya menilai pembentukan RUU Larangan Minol merupakan bagian dari upaya memberikan perlindungan terhadap generasi bangsa dan negara. Pasalnya, dampak Minol amatlah negatif jika tidak diatur dengan regulasi. Akibatnya akan membahayakan generasi muda bangsa dan negara.

“Oleh sebab itu diperlukan pengaturan dampak negatif dari Minol ini,” ujarnya di ruang Baleg DPR, Senin (22/6).

Pembentukan dan penyusunan RUU Larangan Minol tak saja sebagai perlindungan terhadap generasi muda, tetapi juga bagi sektor tenaga kerja, kesehatan, sosial dan ekonomi. Atas dasar itulah Fraksi Hanura berpandangan langkah DPR menjadi pengusul RUU Larangan Minol dipandang tepat.

“Maka “Fraksi Hanura menyatakan persetujuannya untuk kemudian dibahas di tingkat selanjutnya,” ujar anggota Komisi III itu.

Juru bicara Fraksi PKS Al Muzzamil Yusuf menilai setidaknya 18 ribu orang pertahun meninggal akibat dampak dari Minol. Negara barat dan eropa sekalipun memberikan perhatian khusus terhadap dampak dari Minol. Nah, Indonesia sebagai negara yang berketuhanan  mesti mengatur dengan ketat pengendalian Minol di tengah masyarakat.

Kendati demikian, FPKS tidak menutup akan kebutuhan sektor pariwisata terhadap Minol. Persoalan kesepatan perlunya aturan pelarangan dan pengecualian terhadap Minol menjadi jalan tengah agar dapat mengakomodir semua pihak melalui RUU Larangan Minol tersebut. “RUU ini sebagai ikhtiar, maka FPKS menyetujui draf RUU Larangan Minol ini untuk dilanjutkan dalam rapat paripurna DPR,” ujar anggota komisi III itu.

Fraksi Golkar dalam pandangan fraksinya yang dibacakan juru bicara Adies kadir menilai RUU Larangan Minol sebagai langkah DPR mengatur mekanisme konsumsi alkohol lantaran peraturan dan perundangan sebelumnya tidak memadai. Keberagaman budaya dengan minuman alkohol tak dapat dipisahkan di daerah tertentu, Bali misalnya. Namun begitu, alkohol di sektor pariwisata menjadi langkah dalam peningkatan perekonomian.

“Tetapi dampak negatifnya harus diatur dan perlu diperbaiki aturannya,” ujar anggota Baleg itu.

Menurutnya, Fraksi Golkar memberikan sejumlah catatan. Pertama, perbedaan sudut pandang terkait Minol antara masyarakat di daerah satu dengan lainnya perlu dicarikan jalan tengah. Oleh sebab itulah RUU Larangan Minol diharapkan mengakomodir perbedaan pandangan tersebut. Kedua, industri Minol mampu memberika sumbangan terhadap pemasukan devisa negara dari sektor pariwisata.

Ketiga, perlunya tindakan tegas terhadap orang yang memproduksi dan mengkonsumsi Minol yang berlebihan karena berdampak pada meningkatkany kriminalitas. “Oleh karena itu RUU ini harus mengatur berbagai aspek pengendalian dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Fraksi Golkar mengusulkan perubahan judul menjadi ‘Pengaturan Minuman Beralkohol’,” ujarnya.

Sementara FPDIP dalam pandangannya yang dibacakan Irmanudi Lubis menilai meski terlambat pembentukan RUU Larangan Minol lantaran sudah banyak korban berjatuhan, namun tetap dipandang penting. FDIP, kata Irmanudi, memberikan catatan mulai pemberian sanksi dalam Pasal 5 dan 7 cukup diatur minimal. Pasalnya skala dan jenis Minol beragam jenisnya. Selain itu, pembahasan di tingkat Panja Baleg terkesan kurang maksimal dalam mengsinkronisasi dengan UU Cukai misalnya.

Fraksi PPP sebagai partai pengusul mendesak agar RUU Larangan Minol segera diboyong dan disahkan dalam paripurna. Pasalnya dampak Minol amatlah negatif dari segi kesehatan, meskipun di sisi lain memberikan pemasukan bagi pendapatan negara. “Kami FPPP mengusulkan agar disahkan menjadi RUU inisiatif DPR,” pungkas anggota Baleg yang juga anggota Komisi III, Arsul Sani.
Tags:

Berita Terkait