Jefri Moses Kam: Kasus Engeline Simpel dari Segi Hukum
Berita

Jefri Moses Kam: Kasus Engeline Simpel dari Segi Hukum

Bagian tersulitnya adalah bagaimana melawan opini publik. Tugas tim penasihat hukum meluruskan opini publik.

Oleh:
RZK/HAG
Bacaan 2 Menit
Jefri Moses Kam. Foto: RES
Jefri Moses Kam. Foto: RES
Bali terkenal sebagai surga wisata bagi para pelancong, lokal maupun internasional. Namun, belakangan ini, Bali juga menjadi terkenal gara-gara kasus dugaan pembunuhan seorang bocah berumur delapan tahun bernama Engeline. Nasib tragis yang menimpa Engeline sontak mengundang simpati banyak kalangan.

Sebaliknya, sikap antipati diberikan kepada Agustinus Tae alias Agus dan Margriet Megawe. Keduanya dianggap bertanggung jawab atas kejadian tragis yang menimpa Engeline. Agus sedari awal ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan Engeline. Sementara, Margriet awalnya hanya berstatus sebagai tersangka kasus dugaan penelantaran, tetapi belakangan, Margriet juga menjadi tersangka untuk kasus dugaan pembunuhan.

Akhir pekan lalu, Jumat (26/6) di Seminyak, Bali, hukumonline berkesempatan bertemu dengan salah seorang anggota tim penasihat hukum Margriet, yakni Jefri Moses Kam. Dia mengatakan penanganan kasus Engeline rentan dipengaruhi opini publik. Meskipun mengaku masih percaya pada profesionalisme penyidik, tim penasihat hukum tetap berharap aparat kepolisian tidak terpengaruh oleh opini publik.

Berikut ini adalah petikan wawancara selengkapnya. Sebagai informasi, wawancara ini berlangsung sebelum muncul perkembangan perkara, Margriet ditetapkan tersangka untuk kasus dugaan pembunuhan Engeline.

Bagaimana ceritanya hingga Pak Hotma Sitompoel dan tim menjadi penasihat hukum Ibu Margriet?
Yang datang ke kantor kami adalah anaknya. Kita tidak pernah meminta perkara. Keluarganya datang tanggal 16 Juni 2015. Yang datang Ibu Ivon (anak Margriet, RED), dia datang menjelaskan kasus. Kita tidak kenal, kita pelajari lalu kita bantu. Kemudian di luar berkembang pemberitaan tentang pergantian penasihat hukum yang katanya terjadi karena pihak keluarga ada permintaan yang aneh-aneh. Lawyer-nya bilang karena perbedaan prinsip, bertentangan dengan hati nurani mereka, amoral dan itu mengesankan Ibu MM (Margriet Megawe) meminta aneh-aneh pada mereka.

Lalu, kami tanya, ini kenapa harus ganti lawyer? (Jawaban pihak Margriet kepada tim penasihat hukum) “Kita cuman minta satu hal pak, kita minta agar jenazah Engeline dimakamkan di makam keluarga kami”.

Kalau dalam penilaian kami, untuk anak yang diangkat sejak berumur tiga hari sampai dengan delapan tahun adalah permintaan yang sangat wajar untuk orang tua. Ikatan batinnya kuat (keluarga Margriet dan Engeline, RED). Mengenai perkara pembunuhannya, justru keluarga Ibu MM adalah korban. Adik kita kok meninggal?

Mengingat kasus ini menarik perhatian publik, apakah kantor Hotma Sitompoel melihatnya sebagai kesempatan untuk tampil ke publik?
Dari kantor kami, kita sudah terbisa menangani perkara yang menarik perhatian publik. Sekarang kalau ditanya lawyer mana yang tidak senang untuk menangani perkara ini? Tapi, itu nomor sekian. Kita lihat adalah kamu datang, kamu bawa kasus, kemudian kasusnya kami pelajari, kemudian kami sampaikan. "Oh dengan cerita yang disampaikan konsekuensi hukumnya begini...begini.”

Kita lawyer tidak disetir oleh klien. Kita jelaskan kondisi hukumnya. Kalau nanti pada akhirnya Ibu MM terbukti bersalah, Ibu siapkan menjalani hukuman? (Jawaban Margriet kepada tim penasihat hukum) Oh siap! kita salut dengan klien macam ini. Dia tidak bilang, “oh pak jangan sampai dong saya kena (pidana).” Tidak bisa, kalau buktinya sudah jelas. Itu yang jadi pertimbangan kita.

Menurut catatan kami, LBH Mawar Sharon yang terafiliasi dengan kantor Hotma Sitompoel pernah menangani kasus anak-anak Panti Asuhan Samuel, tetapi sekarang kantor Hotma Sitompoel mendampingi Ibu Margriet yang diduga melakukan penelantaran anak, bagaimana anda menjelaskan hal ini?
Dalam kasus ini yang kita lihat adalah apakah sebagai orang tua ada upaya terbaik yang sudah dilakukan untuk memelihara dan mengasuh anak. Itu yang selalu kami tanamkan. Apakah ibu MM sudah melakukan upaya terbaik untuk mengasuh Engeline? Kita cek semua.

Dan ini yang kita salut. (Margriet menjelaskan kepada tim penasihat hukum) “Kita sudah menjadi orang tua, saya menjadi single parent sejak tahun 2007, nah saya mendidik anak begini-begini. Saya menciptakan anak supaya menjadi anak yang mandiri.” Anaknya (Margriet) perempuan semua, di luar negeri.

Dia tidak bilang saya ibu yang sempurna, dia tidak bilang dirinya tidak pernah mengasari anaknya. Saya rasa semua orang tua pernah kasar kepada anaknya. Itu hal yang manusiawi kok. Membentak, mencubit, itu hal yang menurut saya semua orang tua di dunia manapun melaksanakan hal itu dalam kondisi-kondisi tertentu. Itu dijelaskan oleh Ibu MM. Sekarang ini, kalau orang tua kita di rumah kerjanya punya ternak punya ayam dsb, masa kita sebagai anak tidak membantu orangtua memberi makan ternak sih. Tetapi dari sudut pandang orang lain, "kok nyuruh anak untuk memberi makan ayam?" Ini kan masalah point of view (sudut pandang).

Apa tantangan yang dihadapi tim penasihat hukum dan strategi apa yang disiapkan dalam penanganan kasus ini?
Seperti yang sudah disampaikan Pak Hotma. Ini kita lawyer lihat saja hukumnya deh. Kalau dari segi hukum ini perkara simple kok. Yang susah menghadapi serangan publik, mengalahkan masyarakat yang sudah punya mindset (cara berpikir) menyalahkan klien lalu turn back (meluruskan) kembali, itu pekerjaan kami yang susah. Tapi, kami ingin bilang bahwa itu bukan tidak mungkin. Kita yakin bisa meluruskan kembali. Cuma, masalahnya selama kita meluruskan tetap aja ada yang kipas sana-kipas sini.

Kan sekarang orang-orang berpendapat, "Oh Hotma dibayar gede nih oleh Ibu MM, ini begini begitu." Lah kok kaitannya ke situ? Sekarang kita tanya masyarakat emangnya anda berbicara berdasarkan hukum? Enggak kan. kemudian fakta yang anda dengar, anda cek nggak? Enggak kan. 

Pertama, dari pengangkatan anak dibilang warisan jadi motif pembunuhan dan sebagainya. Kita ini anak hukum, kita tahu template surat adopsi. Memang begitulah template surat adopsi. Ibu meninggal anak jadi pewaris, anak meninggal ibu jadi pewaris. Itu template. Cuma saat pemberitaan bagian terakhir loh yang dipublikasi. sehingga terlihat ada motif, "Oh iya, kalau anaknya mati ibunya dapat duit". Eh jangan baca sepotong, peraturan jangan dibaca sepotong.

Jahatnya orang-orang yang ingin menyudutkan klien kami, dikasih berita sepotong- sepotong. Kemudian muncul pemberitaan, pembagian 60:40. Kalaupun warisan, Engeline punya apa? Dia masih kecil. Pada saat itu, Ibu MM tidak bisa melakukan pembelaan publik, karena pada saat itu masyarakat ingin mendengar apa yang ingin didengar saja.

Bagaimana tentang kasus dugaan penelantaran dan pembunuhan?
Kalau masalah penelantaran anak, apakah setiap penelataran anak menyebabkan kematian? Enggak kan. Soal mendidik anak, silakan cek di rumah, coba lihat mana yang tidak pernah menempeleng anaknya. Saya mencubit anak saya, kalau tidak dicubit dia tidak mendengar. Undang-undang kita bilang tidak boleh ada kekerasan, tapi apakah yang dilakukan itu kekerasan?

Untuk kasus pembunuhan, memang opini publik meminta agar Ibu MM menjadi dalang. itu kan bisa kita lihat, kita tidak mau nanti penyidik bekerja atas opini publik. Penyidik hanya bekerja untuk memuaskan kuping para pendengar dan mata para penonton, nggak boleh begitu. Ibarat bertanding bola, biarkan yang bertanding adalah penasihat hukumnya, tapi penonton jangan ikutan bermain bola dong!
Tags:

Berita Terkait