Siti Maryam Rodja:
Peneliti Hukum Banting Stir Jadi Pembina Petani
Berita

Siti Maryam Rodja:
Peneliti Hukum Banting Stir Jadi Pembina Petani

Petani kopi di Sembalun, kaki gunung Rinjani menjadi pilot project.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Siti Maryam Rodja. Foto: Instagram
Siti Maryam Rodja. Foto: Instagram
Berawal dari sering melakukan penelitian di desa-desa, Siti Maryam Rodja rela menanggalkan profesinya sebagai peneliti hukum menjadi pembina petani. Peneliti hukum yang bergabung dengan Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia (PSHK) sejak tahun 2006 dengan status magang dan kemudian resmi menjadi staf setahun kemudian itu ingin membantu meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia.

“Jadi aku itu emang sering ditugasin ke desa, sempat bantu Komnas HAM merancang draf RUU Pangan. Sempet juga bantu petani organik di Bedagai (Deli Serdang, Sumatera Utara) bikin rancangan perda. Saat itu, aku banyak interaksi lah sama petani. Terus aku nemu masalah yang sama di beberapa tempat, mereka termajinalkan, dimiskinkan, by system,” cerita Maryam saat dihubungi hukumonline, akhir November lalu.

Petani memiliki permasalahan berupa kurangnya informasi, sebut Maryam. Di banyak desa yang ia datangi, ada pihak ketiga di luar petani dan calon pembelinya yang sering memainkan harga. Alhasil, petani hanya mendapatkan sedikit dari bagian yang seharusnya bisa didapatkan.

“Terus akhirnya aku mikir pengen berbuat sesuatu yang dampaknya bisa dirasakan langsung oleh petani dan masyarakat desa tanpa ada campur tangan pihak ketiga yang punya kepentingan lain, tapi apa?” Maryam bertanya-tanya sendiri saat itu.

Lalu, Maryam berbagi cerita dengan seorang sahabat yang berdomisili di Australia, Reman Murandi. Gayung bersambut, Reman mengaku tertarik bergabung dengan Maryam. Waktu itu, opsi yang terpikir adalah membantu petani cokelat, kopi atau vanila. Akhirnya, mereka sepakat memilih petani kopi.

“Nah setelah kita riset, kopi tuh ternyata komoditas perdagangan kedua dunia setelah minyak. Dan Indonesia adalah produsen kopi keempat di dunia. Kita putusin pilih kopi jenis arabika. Kita cari-cari deh dari Aceh, Sumatera Utara, Jawa, Toraja, Bali, Flores, sampai Papua,” kenang Maryam.

Untuk nama kegiatan, Maryam dan Reman memilih Baraka Nusatara yang artinya Berkah Nusantara. Sebagai pilot project, Baraka Nusantara dimulai di Desa Sembalun, yang letaknya ada di kaki Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pertanian kopi yang sudah ditinggalkan petani Sembalun, coba dibangkitkan lagi.

Setelah dua tahun sejak ide ini bergulir, petani di Desa Sembalun sudah dua kali panen. Maryam dan Reman yang awalnya hendak mengekspor kopi ke Australia mengurungkan niat tersebut dan lebih memilih untuk mendistribusikan kopi yang dinamakan Kopi Pahlawan ini untuk masyarakat Indonesia saja.

“Pas tahu nilai kopi kita masuk kategori specialty grade, kita jadi kayak ‘ngapain gue jual barang terbaik Indonesia untuk diminum sama orang lain?’ Kita akhirnya punya semangat mengenalkan hasil terbaik bumi Indonesia untuk orang Indonesia,” kata Maryam.

Untuk diketahui, selain Kopi Pahlawan, Baraka Nusantara juga memiliki kegiatan lain yang diberi nama Rumah Belajar Sangkabira. Selama setahun Maryam mengurus Baraka sekaligus menjalankan profesinya sebagai peneliti hukum di PSHK. Namun pada November 2014, ia akhirnya memutuskan untuk mundur.

“Karena Baraka masih bayi, gimana ya namanya bayi kan harus diurus lebih intensif ya. Nah Baraka ini perlu perhatian lebih. Jadi akhirnya aku memutuskan untuk memilih salah satunya dan aku memutuskan resign dari PSHK,” tutur Maryam.

Untuk menunjang pengetahuannya dalam mengembangkan gerakan ini, kini Maryam tengah menempuh program master jurusan International Development di Flinders University, Australia. Banyak mata kuliah yang dirasa Maryam lebih aplikatif untuk digunakan ketimbang mengambil jurusan hukum lagi.

Meski begitu, bukan berarti Maryam sepenuhnya keluar dari dunia hukum.  Ilmu yang didapatnya saat kuliah dan pengalaman di PSHK akan tetap ia gunakan ke depan, sebutnya. “Di Sembalun aku juga masih bantu riset soal perkara hukum kayak tanah adat gitu-gitu,” ujarnya dengan nada ceria.

“Jadi kayaknya semangat PSHK juga kebawa-bawa ke kegiatan ini,” imbuhnya.
Tags:

Berita Terkait