Ahli: Mirna Meninggal Belum Tentu Karena Sianida
Pembunuhan Berencana:

Ahli: Mirna Meninggal Belum Tentu Karena Sianida

Kuasa hukum Jessica minta semua pihak tidak mengorbankan kliennya.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso. Foto: RES
Terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso. Foto: RES
Pakar kedokteran forensik Universitas Indonesia, Budi Sampurna, yang menjadi ahli kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin diduga akibat kopi bersianida, tidak bisa memastikan korban meninggal akibat racun sianida. Budi, dalam keterangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/8), hanya meyakini bahwa gejala-gejala saat Mirna meregang nyawa sama dengan dampak yang akibat racun sianida.

“Rangkaian gejala harus diperhitungkan seluruhnya. Dalam beberapa hal, kematian korban sesuai dengan ciri keracunan sianida," ujar dia dalam sidang lanjutan perkara dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso tersebut.

Dokter di RSCM tersebut melanjutkan, ada beberapa argumentasi yang menyebabkan kematian itu tidak bisa langsung dipastikan akibat sianida. Selain tidak adanya otopsi, yang menurut Budi bisa karena keluarga korban menolak, pihak penyidik juga diduga tidak melakukan pemeriksaan lengkap terkait metabolisme tubuh korban.

Hal ini penting karena berdasarkan literatur dan keahlian Budi, masuknya sianida ke dalam tubuh akan selalu diiringi keluarnya asam tiosianat dari hati dan urine. Kandungan asam ini akan memastikan memang ada sianida yang dikonsumsi oleh Mirna. "Pertanyaannya apakah ahli toksikologi sudah memeriksa ini? Bisa ditanyakan kembali," ucapnya.

Adapun keterangan dari Budi berbeda dengan dokter forensik di RS Polri Sukanto, Slamet Purnomo, yang menjadi saksi ahli dalam sidang sebelumnya. Pada awal Agustus 2016 itu, Slamet meyakini bahwa Mirna memang meninggal karena sianida yang berasal dari kopi es vietnam. Alasannya adalah ditemukan sianida dengan kandungan 0,2 miligram/liter dalam lambung Mirna.

"Saya yakin bahwa sianida yang ada di lambung Mirna adalah sisa dari apa yang diminumnya," ujar Slamet. (Baca Juga: Waktu Kematian Mirna, Beda Keterangan Saksi dengan Surat)

Slamet sendiri turut melakukan pemeriksaan luar (patologi anatomi) dan pengambilan sampel lambung, hati, empedu dan urine Mirna, sembari menekankan bahwa itu bukanlah tindakan otopsi. Namun, dalam persidangan, dia tidak memaparkan konsentrasi asam tiosianat di tubuh korban.

Wayan Mirna Salihin tewas pada Rabu, 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Korban diduga meregang nyawa akibat menenggak kopi es vietnam yang dipesan oleh temannya, terdakwa Jessica Kumala Wongso.

Sementara itu, pengacara Jessica Wongso, Otto Hasibuan meminta semua pihak untuk tidak mengorbankan kliennya atas perkara yang menurutnya tidak memiliki bukti-bukti kuat. "Pemeriksaan korban tidak lengkap dan tidak diperoleh hasil maksimal. Kita tidak bisa mengambil kesimpulan tanpa data karena ini ancamannya hukuman mati, lho," ujar Otto usai sidang.

Dia melanjutkan, salah satu kesalahan dalam kasus tersebut adalah tidak dilakukannya autopsi oleh tim penyidik sehingga kematian Mirna tidak pasti. Itu menyebabkan ahli hanya bisa menyimpulkan dari gejala-gejala dan tanda-tanda yang dialami Mirna sebelum dan setelah meninggal dunia.

Selain itu, bukti adanya 0,2 miligram/liter sianida dalam lambung korban juga tidak menggambarkan apa-apa bagi penasehat hukum. "Parameter masuknya sianida, yaitu keberadaan asam tiosianat juga tidak ditemukan dalam hati dan urine. Ini semakin meyakinkan kami bahwa Mirna meninggal bukan karena sianida dan karena itu kasusnya tidak bisa ditegakkan. Artinya, otomatis kasus ini gugur," kata Otto.

Tags:

Berita Terkait