Kala Pengacara dan Jaksa Berdebat di Sidang Jessica
Utama

Kala Pengacara dan Jaksa Berdebat di Sidang Jessica

Debat berkaitan permintaan pengacara soal barang bukti rekaman CCTV dan tulisan keterangan yang dibuat ahli. Tapi jaksa berlindung di balik Pasal 44 KUHAP. Majelis memutuskan tidak bisa mengabulkan permintaan pengacara.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Kala Pengacara dan Jaksa Berdebat di Sidang Jessica
Hukumonline
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, Senin (15/8). Digelar sejak pagi hingga malam hari, agenda persidangan saat itu memeriksa keterangan ahli psikologi klinis dari Universitas Indonesia (UI), Antonia Ratih Andjayani yang dihadirkan oleh pihak penuntut umum.

Hampir enam jam berlangsung, Ratih tetap berpegang pada kesimpulan bahwa ada kejanggalan yang dilakukan Jessica sesaat maupun setelah Wayan Mirna Salihin menenggak es kopi Vietnam di Café Olivier, Mall Grand Indonesia. Dalam keterangannya, Jessica terlihat tenang ketika Mirna kejang-kejang tak lama setelah menyeruput es kopi tersebut.

"Ketika Mirna minum, dan kemudian kipas-kipas karena kepanasan, Hani panik sekali. Tetapi Jessica tenang sekali," kata Ratih saat bersaksi.

Kejanggalan lanjutan yang dilakukan Jessica, lanjut Ratih, saat diminta tolong oleh Hani untuk membawakan air mineral untuk Mirna. Berdasarkan bukti rekaman CCTV, Jessica terlihat berjalan santai seolah tidak terjadi hal genting yang menimpa rekannya. Padahal, menurut  teori autorism yang dirujuk Ratih, manusia normal akan menunjukkan perilaku empati (helping behavior) saat melihat ada yang tidak beres di sekitarnya. (Baca Juga: Psikolog Nilai Janggalnya Ketenangan Jessica Saat Mirna Kejang)

Terlepas dari agenda pemeriksaan ahli hari ini, ada perdebatan menarik yang terjadi antara penasihat hukum Jessica, Otto Hasibuan, dengan penuntut umum. Jelang ketok palu, Otto menyampaikan kepada hakim mengenai permintaan barang bukti berupa rekaman CCTV yang terpasang di Café Olivier, Mall Grand Indonesia yang selama ini dipergunakan oleh pihak penuntut umum untuk kepentingan pembuktian di persidangan. (Baca Juga: Catatan Dua Ahli yang Memberatkan Bagi Jessica)

Kepada majelis, Otto memohon untuk meminta salinan rekaman CCTV yang ada dalam flash disk ‘merah’ yang dipegang oleh penuntut umum. Otto mempertanyakan mengapa pihak penasihat hukum terdakwa tidak diperkenankan untuk meminta salinan atau copy rekaman CCTV sedangkan pihak saksi ahli bisa dengan mudah diberikan akses untuk menyimpan dan mempergunakan barang bukti tersebut untuk kepentingan mereka memberikan keterangan di hadapan pengadilan. “Ini tidak fair,” sebut Otto.

Ia mengeluh, ahli yang notabene pihak ketiga dalam persidangan malah diberikan pinjaman flashdisk berisi rekaman CCTV. Namun, hal serupa tidak diterapkan kepada penasihat hukum terdakwa. Menurut Otto, logikanya, hal yang sama juga diberlakukan bagi penasihat hukum. “Kita mohon diberikan akses meminta salinan rekaman CCTV untuk sekaligus menguji keaslian rekaman itu,” sebutnya.

Menanggapi pernyataan itu, jaksa pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Ardito tegas keberatan dengan permintaan yang dilontarkan Otto kepada majelis. Ia menyatakan bahwa barang bukti yang dipakai selama persidangan tunduk pada ketentuan Pasal 44 KUHAP dimana tanggung jawab yuridis untuk barang bukti dipegang oleh pejabat sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara. Artinya, barang bukti rekaman tersebut saat ini berada pada pihak jaksa.

“Kami selama masuk ke penuntut umum tidak pernah memberikan kepada ahli,” tegas Ardito.

Menurut Ardito, selama ini penuntut umum tidak pernah memberikan rekaman tersebut kepada siapapun, termasuk ahli. Ia menduga, saat tahap penyidikan ahli berikan salinan rekaman tersebut. Hal itu benar adanya jika mendengar kembali keterangan Ratih saat diperiksa hari ini. Ratih diberikan salinan rekaman itu oleh penyidik untuk kepentingan analisis psikologi terdakwa untuk diungkap dalam persidangan. “Yang mulia, kami keberatan,” tegas Ardito.

Sementara itu, Otto yang masih bersikukuh kembali mencoba meminta majelis untuk mempertimbangkan mengenai permintaannya atas bukti rekaman CCTV. Kali ini, Otto ‘menurunkan’ permintaan itu. Dia hanya meminta hasil temuan atau catatan yang dibuat oleh para ahli untuk kepentingan pemeriksaan dalam persidangan juga diberikan salinannya kepada pihak penasihat hukum. Ia berdasar, hasil tulisan yang dibuat oleh para ahli bukanlah termasuk lagi sebagai barang bukti.

Namun, Jaksa Ardito kembali memotong pernyataan Otto sekaligus menyatakan keberatannya mengenai permintaan tersebut. Pihak penuntut umum berpendapat bahwa salinan berkas yang bisa diberikan oleh penuntut umum kepada penasihat hukum terdakwa sebatas berkas dakwaan. Ia mencontohkan, manakah pernah terjadi barang bukti yang dimiliki oleh penuntut umum diberikan kepada penasihat hukum terdakwa.

“Apa pernah ada barang bukti diserahkan ke penasihat hukum terdakwa?” tanyanya.

Ketua Majelis, Kisworo setelah berdiskusi dengan hakim anggota, Binsar Gultom dan Partahi Tulus Hutapea sepakat untuk tidak mengabulkan permintaan yang dimohonkan penasihat hukum terdakwa. Majelis berpegang pada beban pembuktian ada pada pihak penuntut umum.

Sehingga, permintaan pemberian flashdisk kepada penasihat hukum terdakwa tidak diterima majelis. Namun, majelis mempersilahkan kepada penasihat hukum apabila ingin memiliki print out secara keseluruhan mengenai apa yang ditulis oleh para ahli. “Kami belum bisa kabulkan apa yang diminta penasehat hukum,” ujarnya.

Soal permintaan bukti rekaman salinan CCTV, majelis sepakat untuk mengizinkan penasihat hukum terdakwa untuk meminta agar rekaman tersebut ditayangkan dalam persidangan ketika dipandang perlu selama persidangan berlangsung. Dan satu hal lainnya mengenai otentifikasi dari isi yang ada dalam flashdisk, hakim hanya berpendapat bahwa itu merupakan hak dari penasihat hukum terdakwa. (Baca Juga: Binsar Gultom Sikapi Isu Pergantian Hakim Kasus Kopi Sianida)

“Soal FD (flashdisk) itu tidak asli adalah hak. Semua keberatan itu akan kami catat,” sebutnya.

Sidang akan kembali digelar pada Kamis, 18 Agustus 2016 mulai pukul 9 pagi. Majelis mengingatkan bahwa akhir Agustus 2016 nanti merupakan batas terakhir dari penuntut umum dalam menghadirkan saksi dan ahli. Awal September, giliran pihak penasihat hukum terdakwa yang dipersilakan untuk menghadirkan saksi-saksi yang meringankan terdakwa. Sehingga, diharapkan awal Oktober nanti agenda persidangan telah masuk pada tahap tuntutan serta rentetan agenda lainnya. “Ini supaya bisa lebih cepat ya,” tutupnya.
Tags:

Berita Terkait