LPS Persoalkan Aturan Kewenangan Pengelolaan Aset
Berita

LPS Persoalkan Aturan Kewenangan Pengelolaan Aset

Majelis Panel meminta agar Pemohon mempertimbangkan pihak lain yang mungkin terkait dengan permohonan ini.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Irman Putra Sidin beserta kuasa hukum lain hadir dalam sidang pendahuluan perkara pengujian UU LPS , Senin (15/1) di Ruang Sidang Gedung MK. Foto Humas MK
Irman Putra Sidin beserta kuasa hukum lain hadir dalam sidang pendahuluan perkara pengujian UU LPS , Senin (15/1) di Ruang Sidang Gedung MK. Foto Humas MK

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Pasal 6 ayat (1), Pasal 81 ayat (3) dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS). Pasal-pasal itu mengatur wewenang pengelolaan aset yang dimiliki LPS, dimohonkan Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichzan.

 

Pasal 6 ayat (1) huruf c UU LPS menyebutkan, ”Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, LPS mempunyai wewenang sebagai berikut:melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.” Sedangkan Pasal 81 ayat (3) berbunyi, ”LPS bertanggung jawab atas pengelolaan dan penatausahaan semua asetnya.”

 

Kuasa hukum Pemohon, Irman Putra Sidin menilai pasal-pasal tersebut tidak memberikan jaminan kepastian hukum dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Selain itu, aturan tersebut bertentangan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD Tahun 1945 tentang perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, terutama efisiensi berkeadilan.

 

“Seperti diketahui, LPS sebuah lembaga yang hadir untuk menjaga stabilitas sistem perbankan, menjamin nasabah-nasabah perbankan. Sebagai badan usaha LPS itu akan bersinggungan dengan piutang (tagihan utang) dalam aset berupa piutang,” ujar Irman dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Senin (15/1/2018) seperti dikutip laman MK.

 

Dia beralasan uji materi pasal-pasal ini menimbulkan kerugian (materil) karena LPS tidak bisa menolak pembayaran piutang (pihak ketiga) ketika pengelolaan aset bank dalam status Bank Dalam Likuidasi (BDL). Piutang tersebut tetap hidup beserta dengan bunga dan denda, apabila tidak dibayarkan dalam batas waktu tertentu.  “Hal ini akan mengakibatkan piutang menjadi bertambah dari nilai pokok dan bunga serta denda.” ujar Irman.

 

Apalagi, LPS mempunyai kewenangan melakukan hapus buku dan hapus tagih terhadap debitur bank sistemik dalam kondisi krisis seperti diatur UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Sementara, terhadap debitur bank nonsistemik tidak disebutkan kewenangan untuk hapus buku dan hapus tagih secara eksplisit dalam UU LPS, terutama Pasal 6 ayat (1) huruf c dan Pasal 81 ayat (3) UU LPS.

 

Kuasa hukum lain, Iqbal Tawakal Pasaribu menerangkan eksistensi Pemohon untuk melaksanakanprogram penjaminan simpanan nasabah bank guna mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil, serta menunjang terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan tangguh.Karena itu, LPS memiliki fungsi menjamin simpanan nasabah penyimpanan dan turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.

Tags:

Berita Terkait