20 Tahun Pasca Reformasi, Pemberantasan Korupsi PR yang Belum Selesai
Berita

20 Tahun Pasca Reformasi, Pemberantasan Korupsi PR yang Belum Selesai

Sepanjang periode 2005-2017, total pengembalian aset negara dari hasil penindakan tindak pidana korupsi sebesar Rp2,112 triliyun.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Diskusi pekerjaan rumah pemberantasan korupsi dalam rangka peringatan 20 tahun reformasi. Foto: RES
Diskusi pekerjaan rumah pemberantasan korupsi dalam rangka peringatan 20 tahun reformasi. Foto: RES

Praktik korupsi terbukti menimbulkan kerugian di banyak bidang dan memperlambat proses pemulihan ekonomi di Indonesia. Pasca reformasi bergulir dengan sejumlah agenda setting, pemberantasan tindak pidana korupsi menjadi salah satu upaya serius yang harus diselesaikan oleh para pemangku kepentingan.

 

Dua puluh tahun sudah reformasi bergulir. Namun pekerjaan rumah pemerintah dalam rangka pemberantasan korupsi tetap berat. Praktik korupsi ditemukan merata dari tingkat pusat sampai daerah. Awalnya, hanya subjek hukum perseorangan yang disasar. Kini, seiring terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 13 Tahun 2016, aparat penegak hukum, khususnya KPK, sudah mulai menyasar pertanggungjawaban korporasi. Beberapa hari lalu misalnya KPK menetapkan PT Putra Ramadhan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan kasus Bupati Kebumen.

 

(Baca juga: KPK Tetapkan Korporasi Pertama Tersangka Pencucian Uang)

 

Munculnya kasus-kasus korupsi dan pencucian yang seakan memperkuat asumsi adanya hengki pengki antara penguasa dan pengusaha. Ini juga diperkuat temuan terbaru Transparency International Indonesia (TII). Selama lima tahun terakhir, TII melakukan survei dan menemukan adanya indikasi menguatnya praktik korupsi antara politisi negeri ini dengan para pengusaha. “Praktik korupsi antara politisi dan bisnis semakin marak,” ujar Sekertaris Jenderal TII, Dadang Trisasongko dalam diskusi Refleksi Gerakan Antikorupsi, Menjawab Tantangan 20 Tahun Reformasi, Jumat (18/5), di Jakarta.

 

Sebut contohnya kedua perusahaan yang telah ditetapkan tersangka tersebut. KPK menduga bahwa pada kurun waktu 2016-2017, perusahaan memenangkan sejumlah proyek di Kabupaten Kebumen dan menerima sejumlah dana dari para kontraktor.

 

Diduga uang-uang yang didapat dari proyek tersebut, baik berupa uang operasional, keuntungan dalam operasional maupun pengembangan bisnis PT Putra Ramadhan  kemudian bercampur dengan sumber lainnya dalam pencatatan keuangan perseroan  sehingga memberikan manfaat bagi perusahaan sebagai keuntungan atau manfaat lainnya untuk membiayai pengeluaran atau kepentingan pribadi  Bupati Kebumen periode 2016 – 2021, yang diduga sebagai pengendali perseroan.

 

Wakil Ketua KPK, Laode Muhamad Syarif dalam kesempatan yang sama menyatakan, akhir dari proses penindakan tindak pidana korupsi dalah pengembalian aset negara. Salah satu upaya untuk memaksimalkan pengembalian aset negara adalah dari pengungkapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta menyasar korporasi sebagai objek tanggung jawab pidana korupsi.

 

Diuraikan Laode, sepanjang periode 2005-2017, total pengembalian aset negara dari hasil penindakan tindak pidana korupsi sebesar Rp2,112 triliun. Jumlah ini masih tidak sebanding dengan total kerugian negara. Kerugian negara masih lebih besar. “Dari jumlah kerugian negara yang triliiunan, yang kita bisa tarik kembali sangat sedikit. Salah satu yang bisa mengembalikan lebih banyak dari itu yahTPPU,” ujar Laode.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait