Pemerintah dan Lapindo Brantas Digugat
Utama

Pemerintah dan Lapindo Brantas Digugat

Tragedi lumpur panas Lapindo Brantas di Sidoarjo berujung di pengadilan. Pemerintah dinilai tak serius menangani korban tragedi tersebut.

CRH
Bacaan 2 Menit
Pemerintah dan Lapindo Brantas Digugat
Hukumonline

 

Karena itu, dengan merujuk pada Pasal 1365, 1366 dan 1367 Ayat (3) KUHPerdata, Tim Advokasi menilai para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena lalai dalam menangani dampak semburan lumpur panas di Sidoarjo. Tim Advokasi juga menuding para tergugat telah melakukan pelanggaran atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob). Padahal, selain dijamin oleh UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, hak Ekosob juga dilindungi oleh UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights.

 

Mengenai kesalahan yang dilakukan Lapindo Brantas Inc., Tim Advokasi menyatakan, hal itu tidak perlu lagi dibuktikan oleh penggugat. Sebab, berdasarkan Pasal 35 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, kesalahan tersebut termasuk dalam kategori strict liability dimana tanggung jawab mutlak ada di tangan Lapindo.

 

Atas dasar itu, Tim Advokasi menuntut agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memerintahkan Lapindo Brantas Inc untuk memulihkan hak-hak masyarakat korban lumpur panas. Dan, Tim Advokasi juga menuntut agar Lapindo Brantas Inc segera menghentikan semburan lumpur panas di Sidoarjo.

 

Di samping itu, Tim Advokasi juga menuntut pemerintah dan Lapindo Brantas Inc untuk meminta maaf secara tertulis kepada para korban lumpur panas Lapindo Sidoarjo yang diumumkan melalui media massa nasional, baik cetak maupun elektronik, selama tiga hari berturut-turut.

 

Tak Serius

Dalam sidang perdana yang dipimpin hakim Moefri di PN Jakarta Pusat kemarin, hanya kuasa hukum Gubernur Jawa Timur dan Lapindo yang hadir. Karena ketidakhadiran kuasa hukum dari 5 tergugat yang lain, majelis menunda sidang hingga 2 pekan mendatang (05/02).

 

Usai sidang, Taufik Basari, advokat publik dari YLBHI, menggerutu. Dia menuding pemerintah tak serius menangani tragedi Sidoarjo. Ketidakseriusan itu salah satunya dibuktikan dengan tidak hadirnya mereka dalam persidangan. Padahal waktu pendaftaran gugatan hingga dimulainya sidang perdana ini sudah cukup lama, keluh Taufik.

 

Ketika ditanya hukumonline mengapa menggunakan gugatan organization legal standing dan tidak menggunakan gugatan class action, Taufik menjelaskan, gugatan class action sulit ditempuh lantaran sampai saat ini semburan lumpur panas di Sidoarjo masih berlangsung sehingga jumlah korban terus bertambah. Padahal dalam class action kan harus jelas siapa saja yang diwakili, tandas Taufik.

 

Kuasa hukum Lapindo Brantas Inc Fauzi Jurnalis tak setuju disebut telah bersalah dalam tragedi meluapnya lumpur panas di Sidoarjo. Menurutnya, tragedi itu merupakan bencana alam. Lapindo sudah melakukan upaya penanganan secara serius, bahkan menghabiskan dana hampir Rp 1 Triliun. Hal itu sudah dibuktikan berbagai riset, tegas Fauzi.

 

Sementara itu, kuasa hukum Gubernur Jatim Supriyanto tidak mau berkomentar banyak soal gugatan ini. Nanti saja kami sampaikan dalam jawaban, ujarnya. Meski begitu, dalam persidangan, Supriyanto sempat bertanya kepada penggugat apakah akan merubah materi gugatan atau tidak.

 

Sekedar informasi, tak lama lagi, Tim Adokasi yang dimotori Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) juga akan mendaftarkan gugatan PMH ke PN Jakarta Selatan yang didasarkan atas kerusakan lingkungan di area meluapnya lumpur panas Sidoarjo yang diakibatkan oleh beroperasinya Lapindo.

Gugatan Tim Advokasi Korban Kemanusiaan Lumpur Panas Sidoarjo terhadap 7 pihak yang dianggap lalai dalam menangani tragedi meluapnya lumpur Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo mulai digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (22/01). Ketujuh pihak yang digugat tersebut adalah Presiden RI, Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Lingkungan Hidup, BP Migas, Gubernur Jawa Timur, Bupati Sidoarjo, serta Lapindo Brantas Inc. (Lapindo) sebagai turut tergugat.

 

Dalam berkas gugatannya, Tim Advokasi yang dimotori YLBHI memaparkan akibat berlarut-larutnya penangangan luapan lumpur panas di Sidoarjo, 12 nyawa telah terenggut, 1 orang hilang, dan belasan lainnya mengalami luka-luka akibat ledakan pipa gas Pertamina pada 22 November 2006.

 

Diakui Tim Advokasi, pemerintah sejatinya tidak benar-benar berpangku tangan dalam persoalan ini. Buktinya, pada 8 September 2006, melalui Keppres No. 13 Tahun 2006, Presiden membentuk Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo. Selain itu, pada 27 September 2006 Presiden juga mengambil kebijakan lanjutan dalam rapat kabinet. Hanya, menurut Tim Advokasi, kebijakan tersebut sangat telat dan tidak efektif karena semburan lumpur panas telah berlangsung lebih dari tiga bulan dan terlanjur memakan banyak korban.

Halaman Selanjutnya:
Tags: