Belum Perlu Memperluas Wewenang PPNS
Berita

Belum Perlu Memperluas Wewenang PPNS

Banyak perundang-undangan yang memperkenalkan PPNS. Tetapi penyidikan perkara masih didominasi polisi dan jaksa.

M-5
Bacaan 2 Menit
Belum Perlu Memperluas Wewenang PPNS
Hukumonline

 

Kini dikenal PPNS di bidang lingkungan hidup. Ada pula yang berkaitan dengan dunia bisnis seperti PPNS perikanan, bea cukai atau pasar modal. Tugas mereka umumnya menyesuaikan dengan tempat dimana mereka bertugas.

 

Di bidang kehutanan, misalnya. Tindak pidana kehutanan sebenarnya begitu marak seiring meningkatnya praktek illegal logging. Tetapi PPNS kehutanan kurang mampu menjalankan tugasnya untuk mencegah tindak pidana itu terjadi. Kuat dugaan masalah ini antara lain disebabkan oleh rebutan kewenangan antara kepolisian dengan PPNS.

 

Dalam pelatihan PPNS yang diselenggarakan oleh Illegal Logging Response Center (ILRC) pada 2005, masalah tersebut kembali mencuat. Inti masalahnya adalah batasan kewenangan yang tidak jelas antara polisi dan penyidik kehutanan. Hubungan tata kerja PPNS dengan polisi dalam hal terjadinya tindak pidana kehutanan masih belum jelas dan cenderung tergantung pada hubungan interpersonal atau individual. Kantor Polres banyak yang tidak memiliki data mengenai jumlah PPNS kehutanan di wilayah kerjanya sehingga menambah rumit hubungan kerja antara kedua instansi. Singkatnya, belum ada mekanisme efektif dalam pola hubungan kerja polisi-aparat kehutanan.

 

Selain mekanisme hubungan kerja, problem PPNS juga berkaitan dengan jumlahnya yang tidak memadai. Departemen Kehutanan misalnya, sejak tahun 1998 hingga akhir tahun 2005 memiliki 234 orang PPNS dengan rata-rata pertambahan sekitar 30 orang per tahun. Dibanding wilayah kehutanan Indonesia yang luas, jumlah PPNS sebanyak itu jelas kurang.

 

Masalah terbatasnya kewenangan menjadi salah satu sebab yang membatasi ruang gerak PPNS dalam menjalankan tugas. Wewenang PPNS lingkungan hidup dicantumkan di dalam pasal 40 UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar, pernah mengatakan bahwa PPNS lingkungan hidup membutuhkan kewenangan lebih untuk menuntut atau menahan tersangka pelanggar Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Permintaan itu diajukan seiring banyaknya kasus illegal logging yang terungkap.

 

Namun, jika penambahan kewenangan terealisir, hamper pasti membawa konsekuensi terhadap aturan baku. Selama ini, sesuai UU No. 16 Tahun 2004, Kejaksaan merupakan satu-satunya lembaga penuntut. Kalaupun belakangan ada KPK, yang melakukan penuntutan tetap aparat kejaksaan.

 

Demikian halnya di bidang pasar modal. Kewenangan untuk melakukan penyidikan ada di tangan PPNS Bapepam berdasarkan UU No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di bidang Pasar Modal. Kurangnya wewenang ini menimbulkan kemacetan proses perkara di tahap penuntutan. Namun demikian, ide penambahan wewenang ini ditampik oleh pihak kejaksaan. Selain itu, Penuntut seringkali tidak memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang pasar modal sehingga menimbulkan perbedaan persepsi soal delik yang terjadi.

 

Di bidang perikanan, wewenang PPNS dapat kita lihat dalam pasal 73 ayat (4) UU No.31 tahun 2004 tentang perikanan. Di ayat (6) pasal yang sama dijelaskan bahwa untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penahanan terhadap tersangka. Biro hukum dan organisasi DKP juga berencana untuk menyusun peraturan yang isinya dasar untuk mempersenjatai PPNS perikanan guna memperlancar pelaksanaan tugasnya.

 

Masalah PPNS tidak berhenti hanya pada masalah jumlah personil yang belum memadai, kewenangan dan rumitnya hubungan kerja dengan instansi penyidik yang lain. Terkadang, PPNS dinilai terlalu lunak dalam menghadapi suatu dugaan pelanggaran. Dalam kasus impor beras misalnya, penyidikan yang dilakukan PPNS Bea Cukai. Kejaksaan akhirnya mengambil alih kasus itu dan menetapkan beberapa orang petugas Bea Cukai sebagai tersangka. Dan kini, beberapa di antaranya sudah duduk menjadi terdakwa di PN Jakarta Timur. Padahal semasa ditangani PPNS, tak satu pun aparat bea Cukai yang dijadikan tersangka.

Meskipun banyak peraturan yang memperkenalkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), belum ada kebutuhan mendesak untuk memperluas kewenangan mereka. Guru besar hukum pidana Universitas Trisakti, Andi Hamzah, menyatakan bahwa PPNS sebenarnya hanya menangani tindak pidana ringan saja. Cuma, kelihatan tugasnya berat. Dalam bidang bea cukai harus berurusan dengan kasus-kasus penyelundupan dan dalam bidang imigrasi harus berurusan dengan orang asing. Padahal yang diurus PPNS umumnya adalah hal-hal ringan.

 

Andi Hamzah berpendapat kewenangan PPNS tidak perlu ditambah. Untuk kewenangan penahanan dan penuntutan nanti bisa disupervisi kejaksaan. Ia memberi contoh di Belanda maupun Thailand tugas penahanan dilakukan oleh jaksa di bawah pengawasan dan izin hakim. Dalam revisi KUHAP, kata Andi Hamzah, prinsip-prinsip umum pada ketentuan lama mengenai PPNS akan dipertahankan. Belum ada rencana memperluas kewenangan PPNS.

 

Banyak pihak menilai bahwa selama ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) belum dapat melaksanakan tugas secara maksimal. Padahal, sesuai aturan KUHAP, mereka memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan untuk tindak pidana khusus.

Halaman Selanjutnya:
Tags: