RUU Perbankan Syariah masih Banyak Celah
Berita

RUU Perbankan Syariah masih Banyak Celah

Pemerintah sepakat RUU Perbankan Syariah harus dibuat, tapi ada beberapa hal krusial yang harus diperjelas.

Her
Bacaan 2 Menit
RUU Perbankan Syariah masih Banyak Celah
Hukumonline

 

Celah lainnya, lanjut Menkeu, adalah menyangkut belum adanya perumusan Standarisasi Akuntansi Perbankan Syariah. Standarisasi ini untuk menciptakan transparansi keuangan sekaligus untuk meraih kepercayaan publik. Tanpa itu, mustahil bank syariah dapat meningkatkan daya saingnya dengan kalangan perbankan konvensional, ujar Menkeu.

 

RUU Perbankan Syariah merupakan usul inisiatif DPR yang didasarkan pada keputusan rapat paripurna DPR-RI 27 September 2005. Setelah itu, pada 27 Oktober 2005, komisi XI DPR-RI mendapat tugas untuk membahas dan menyempurnakan draft RUU ini sebelum disampaikan kepada pemerintah.

 

Sejauh ini Komisi XI DPR-RI telah mengadakan sejumlah rapat dengar pendapat dengan BI, DSN-MUI, Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia dan Masyarakat Ekonomi Islam. Kami juga studi banding ke Malaysia yang punya berpengalaman menjalankan usaha perbankan syariah, tandas ketua komisi XI DPR-RI Awal Kusumah.

 

Dalam waktu dekat pemerintah akan menyampaikan Daftar Inventarisasi masalah (DIM) terhadap RUU ini dan akan membahasnya dalam rapat berikutnya. Awal Kusumah berharap RUU ini tidak molor mengingat telah menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional.

 

Melihat antusiasme masyarakat terhadap perbankan syariah, pemerintah juga tidak ingin memperlambat permbahasan RUU ini. RUU Perbankan Syariah ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat, baik muslim maupun non muslim. Akhirnya mendukung sektor riil melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil, pungkas Menkeu. 

Celah dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Perbankan Syariah mulai kelihatan. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan komisi XI DPR-RI, Rabu kemarin (21/3), Menteri Keuangan Sri Mulyani setidaknya mencatat ada tiga celah yang mesti dibenahi.

 

Celah pertama mengenai batas kewenangan lembaga independen yang diatur dalam RUU ini yaitu Komite Perbankan Syariah (KMS). Menkeu tidak ingin terjadi tumpang tindih kewenangan antara KMS dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berada di bawah MUI.

 

Sepintas, KMS dan DSN memang punya wilayah kerja yang sama. Keduanya berwenang memberikan penetapan dan opini mengenai kesesuaian produk atau jasa perbankan syariah berdasarkan prinsip syariah. Untuk menjaga independensi, DSN harus tetap berada di bawah MUI, bukan menjadi bagian dari KMS, ucap Menkeu.

 

Poin-poin penting dalam

Draft RUU Perbankan Syariah

 

 

          Dalam rangka mendukung pengembangan perbankan syariah maka dibentuk Komite Fatwa Perbankan Syariah. Komite ini berkedudukan di Jakarta dengan tugas dan tanggung jawab untuk menerbitkan fatwa dan/atau opini mengenai produk dan jasa bank syariah. (Pasal 30)

 

          Bank syariah wajib menyampaikan kepada BI segala penjelasan mengenai usahanya. Kemudian, atas permintaan BI, Bank syariah wajib memberi kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas yang ada padanya. Untuk melakukan pemeriksaan tersebut BI dapat menugaskan kantor akuntan publik atau pihak lain. (pasal 50)

 

          Jika BI berpendapat telah terjadi tindak pidana di bidang perbankan, BI berwenang melakukan penyidikan yang akan dilakukan pegawai tertentu BI. Penyidik dapat meminta bantuan aparat penegak hukum. Penyidik lantas menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum.  (pasal 54)

 

 

Celah kedua adalah menyangkut kewenangan penyidik oleh regulator dan pengawas perbankan. Jika tidak diperjelas batas kewenangannya, sangat mungkin terjadi benturan kewenangan dengan aparat penyidik, termasuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Tags: