Jaksa Buru Adelin Lis lewat Kasasi
Berita

Jaksa Buru Adelin Lis lewat Kasasi

Bantahan jaksa dalam memori kasasi terkait dengan kerusakan hutan, perbedaan keterangan saksi hingga kesalahan penghitung jumlah kayu legal.

Ali
Bacaan 2 Menit
Jaksa Buru Adelin Lis lewat Kasasi
Hukumonline

 

Sikap hakim yang mengesampingkan penghitungan nakhoda itu, dianggap keliru oleh Ritonga. Menurutnya, setiap barang yang masuk ke kapal, wajib hukumnya diketahui oleh nakhoda. Sehingga keluar dokumen perhitungan nakhoda, ujarnya. Ritonga menilai dokumen tersebut adalah dokumen resmi yang ditentukan dalam Undang-Undang Pelayaran. Jadi tak bisa dikesampingkan, tukasnya.

 

Terakhir, isi memori kasasi itu terkait dengan perbedaan keterangan saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan di persidangan. Ia mengungkapkan, ada tujuh orang saksi yang memberikan keterangan berbeda. Bila menemui kondisi seperti ini, kewajiban hakim seharusnya mendalami dan menggali sebab-sebab dan alasan-alasan kenapa terjadi perbedaan seperti itu, ujarnya. 

 

Ritonga mengutip ketentuan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman untuk memperkuat argumennya. Dalam Bab Hakim dan Kewajibannya, Pasal 28 menyatakan, Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Menurutnya, hakim belum menjalankan kewajibannya sehingga hakim tidak menjalankan peradilan sebagaimana mestinya.

 

Alasan cara mengadili yang tak dilaksanakan sesuai dengan undang-undang inilah yang menjadi dasar memori kasasi jaksa. Menurut Ritonga, alasan kasasi dalam Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terdapat tiga macam. Namun, yang cocok adalah alasan seperti yang diuraikan di atas.

 

Pasal 253 ayat (1) KUHAP

Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam pasal 244 dan pasal 248 guna menentukan:

a.      apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

b.      apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;

c.      apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

 

Keterangan saksi berbeda antara di BAP dengan di persidangan memang kerap terjadi. Kasus pembunuhan aktivis HAM Munir pun pernah menimpanya. Ketika saksi Raymond Laituhamalo alias Ongen mencabut keterangannya di BAP.

 

Pakar Hukum Acara Pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakkir menilai, secara prinsip yang dipakai oleh hakim adalah semua keterangan yang disampaikan di persidangan. Karena di persidangan, lanjutnya, diuji dari berbagai sudut, baik dari hakim, jaksa, maupun terdakwa. Keterangan yang lebih kuat adalah yang ada di persidangan, simpulnya kala itu 

Setelah beberapa hari Kejaksaan disibukkan dengan eksaminasi dakwaan serta tuntutan jaksa dalam kasus bebasnya Adeline Lis. Kali ini kejaksaan siap bertempur, memburu Adelin Lis pada tingkat kasasi.

 

Kesiapan tempur ini disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Abdul Hakim Ritonga. Kami sudah mengirim memori kasasi ke Pengadilan Negeri Medan. Ada pendapat (pertimbangan, red) hakim yang mesti kita bantah, ujarnya di ruang kerjanya, Rabu (28/11).

 

Meski tak menyebut secara utuh isi memori kasasi, Ritonga menjelaskan beberapa poin terkait dengan pertimbangan hakim. Pertama, soal kerusakan hutan. Hakim tidak melihat adanya kerusakan hutan di Mandailing Natal karena hutan itu belum menjadi gurun pasir. Pendapat itu terlalu tajam, jelasnya. Apakah memang harus menjadi gurun pasir atau padang tandus dulu, baru kawasan hutan dikatakan rusak, tambahnya dengan penuh semangat.

 

Pendapat Ritonga ini seiring dengan pernyataan Wahana Bumi Hijau. Terkait dengan kerusakaan hutan yang melibatkan Adelin Lis, LSM tersebut menilai bahwa pertimbangan hakim sangat dangkal. Bahkan, dalam situs resminya, LSM tersebut menyatakan, Anak sekolah dasar pun akan menyangkal jika dikatakan bahwa hutan rusak itu adalah hutan yang sudah berubah jadi gurun pasir.

 

Kemudian, isi memori kasasi lainnya terkait dengan kesalahan dalam menghitung kayu yang legal. Ritonga menjelaskan, ada bukti bahwa jumlah kayu yang memiliki SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan) berbeda dengan jumlah kayu yang diangkut ke kapal. Ia mencontohkan, ada 10 kayu yang memiliki SKSHH, tetapi menurut catatan nakhoda kapal ada 15 kayu. Penghitungan nakhoda dikesampingkan oleh hakim. Hakim beralasan penghitungan nakhoda tidak lazim dipakai sebagai bukti pengangkutan kayu, ujar Ritonga.

Tags: