KPPU Temukan Indikasi Pemaksaan
Dugaan Kartel SMS

KPPU Temukan Indikasi Pemaksaan

KPPU mulai memanggil pihak operator dalam memeriksa dugaan kartel sms. KPPU menengarai operator mapan memaksa operator baru. Kubu operator menyangkal terjadi kartel.

Oleh:
CR-A
Bacaan 2 Menit
KPPU Temukan Indikasi Pemaksaan
Hukumonline

 

Sukarmi mengatakan bahwa agar sms-nya bisa diterima oleh pengguna operator lain, Hutchison harus koneksi dengan pemain lain. Hutchison pun melakukannya dengan beberapa operator. Ini  nampaknya merupakan kebutuhan mendesak bagi Hutchison, mengingat operator ini adalah pendatang baru di Indonesia. Tetapi perjanjian yang mengatur tentang penetapan tarif hanya dengan Excelcomindo, tegasnya.

 

Pihak Hutchison melalui direkturnya, Sidarta Sidik, membantah telah terlibat dalam kartel. Sidarta juga menyangkal adanya penetapan harga. Menurut dia, sebagai pemain baru Hutchinson tidak mungkin melakukan kartel. Ketika ditanya tentang berapa biaya produksi per SMS, Sidarta mengatakan, yang pasti dibawah Rp100 tiap pesan singkat.

 

Halangan untuk masuk

Ada persyaratan-persyaratan tertentu yang membuat pendatang baru tidak bisa menghindar dari semacam persyaratan dalam perjanjian kerjasama itu. Artinya ada entry barrier dari operator-operator besar terhadap pemain baru. Ini sebenarnya tidak sehat, kata Erwin Syahril, salah seorang anggota KPPU.

 

Erwin menegaskan, kalau syarat-syarat dari pendatang baru untuk tune-in di dalam dunia operator tersebut terukur, maka tidak jadi persoalan. Tapi kalau syarat-syarat itu menghambat kemajuan dia (operator baru) dan kemudian menjadi tindakan kartel, itu malah merugikan konsumen.

 

Ketika ditanya apakah operator-operator pendatang baru tersebut dipaksa untuk mengikuti perjanjian kerjasama untuk penetapan tarif tersebut, Erwin dengan tegas menjawab, ya. Erwin memastikan bahwa setelah dicek, ternyata perjanjian tersebut memang ada. Yang masih perlu dicek lebih jauh lagi adalah, apakah perjanjian tersebut memang kehendak dari operator-operator besar, sehingga para operator-operator pendatang baru menjadi sangat tertekan untuk menentukan harga yang sebenarnya.

 

Ketika diminta untuk menunjukkan perjanjian tersebut Erwin menolak memperlihatkannya. Erwin menegaskan bahwa tidak masuk akal apabila jaringan sms penuh akan mengakibatkan jaringan tersebut jebol. Karena apabila jaringan sms padat, hanya akan mengakibatkan sms tersebut tertunda tersampaikan.

 

Excelcomindo melalui juru bicaranya, Mira Junor, menyangkal adanya paksaan untuk menetapkan tarif sebesar Rp250 per sms. Menurut Mira apabila tarif sms murah otomatis akan terjadi lompatan traffic sms, sementara jaringan antar operator terbatas. Hal tersebut akan mengakibatkan jaringan overload, sehingga kualitas pelayanan akan menurun. Karena itu, menurut Mira, tarif yang terlalu murah belum tentu baik bagi konsumen.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melanjutkan langkahnya mengendus dugaan adanya kartel sms. Kali ini KPPU memanggil salah satu operator seluler, Hutchison. Kapasitas Hutchison sebagai terlapor. Operator nomor seluler anyar 3 (baca: three) ini memenuhi panggilan tersebut pada Jumat (4/1).

 

Dalam pemeriksaan tersebut KPPU mengklarifikasi tentang perjanjian kerjasama antara Hutchison dengan Excelcomindo. Pihak KPPU menilai dalam perjanjian itu disebutkan tidak boleh mengenakan tarif sms dibawah tarif yang disepakati. Klausul tersebut kemudian diubah pada bulan Juni tahun 2007 setelah ada teguran dari Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

 

Menurut Sukarmi, salah seorang anggota KPPU yang ikut memeriksa Hutchison, dari apa yang dipaparkan oleh Hutchison selama pemeriksaan, operator ini memiliki strategi sendiri untuk memasarkan produk. Hutchison mampu menetapkan tarif sms sebesar Rp100 sekali kirim. Harga tersebut tidak jauh berbeda dari tarif ideal yang dipaparkan oleh BRTI, yaitu sebesar Rp76 sekali kirim.

 

Menurut keterangan KPPU, Hutchison sempat ditegur oleh Excelcomindo (XL) terkait dengan tarif sms yang hanya Rp100 sekali kirim. XL menganggap mitranya telah melanggar perjanjian kerjasama tersebut. Perjanjian itu disinyalir, memiliki unsur kartel, tukas Sukarmi. Kedua pihak mematok tarif minimum dalam perjanjian tersebut adalah Rp250.

Tags: