Tak Ada Perlindungan Hukum untuk Berdemonstrasi
Berita

Tak Ada Perlindungan Hukum untuk Berdemonstrasi

Meski ada Undang-Undang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, faktanya banyak karyawan Bank Mandiri yang dijatuhi sanksi setelah berdemonstrasi. Menurut hakim, gugatan perwakilan karyawan Bank Mandiri lebih tepat dialamatkan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Tak Ada Perlindungan Hukum untuk Berdemonstrasi
Hukumonline

 

Mirisnu Viddiana dan rekan-rekannya di Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) paham betul aturan itu. Makanya ketika mereka bermaksud berunjuk rasa menuntut kesejahteraan pada Agustus 2007 lalu, mereka mengurus semua perizinan. Pada saat demonstrasi, Polda Metro Jaya menurunkan aparatnya membantu pengamanan.

 

Hingga demonstrasi berakhir, tidak ada masalah berarti. Polisi tidak merampas atribut demonstrasi atau membubarkan paksa. Demonstrasi SPBM juga tidak menghambat aktivitas bisnis Bank Mandiri. Maklum. Unjuk rasa SPBM digelar di luar hari kerja.

 

Masalah malah muncul setelah demonstrasi. Singkatnya, manajemen Bank Mandiri menjatuhkan sanksi kepada para pendemo karena menganggap demonstrasi mengakibatkan pencemaran nama baik bank plat merah itu. Sanksinya beragam, mulai dari pengawasan oleh atasan sampai pemutusan hubungan kerja. Viddi –Mirisnu Viddiana biasa disapa- salah satu dari lima orang yang dipecat.

 

Bagi SPBM, tindakan penjatuhan sanksi oleh manajemen adalah bentuk pelanggaran hukum. Pasalnya, undang-undang menjamin hak setiap orang untuk berpendapat melalui unjuk rasa. Alhasil, Viddi dan ratusan pegawai lain yang terkena sanksi, kompak mengajukan gugatan perwakilan kelompok terhadap Direksi Bank Mandiri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Mei lalu.

 

Tidak Berwenang

Pada Juli lalu, Viddi dkk beroleh kabar gembira dari majelis hakim pimpinan Haswandi. Hakim mengabulkan mekanisme gugatan perwakilan kelompok. Suatu hal yang jarang terjadi karena biasanya hakim sangat ketat dalam meloloskan perkara gugatan perwakilan ini.

 

Setelah mekanisme gugatan perwakilan diterima, hakim lantas mempersilakan Bank Mandiri untuk menjawab gugatan Viddi dkk. Melalui kuasa hukumnya, Bank Mandiri berpandangan bahwa pokok perkara ini lebih tepat jika dialamatkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, bukan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Atas jawaban ini, Viddi dkk diberi kesempatan untuk menanggapinya.

 

Hukum acara perdata mewajibkan hakim menentukan sikap untuk menyatakan berwenang atau tidak mengadili suatu perkara. Sikap hakim itu dituangkan dalam putusan sela.

 

Di persidangan yang digelar hari Kamis (16/10), hakim menjatuhkan putusan sela. Isinya menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara ini.

 

Hakim lebih sependapat dengan argumentasi Bank Mandiri. Menurut hakim, dalil gugatan Viddi dkk menitikberatkan pada sanksi yang dijatuhkan manajemen. Hal itu, kata hakim, termasuk dalam perselisihan antara pekerja-pengusaha. Hal itu diatur dalam Pasal 1 butir 22 UU Ketenagakerjaan, jelas hakim Haswandi.

 

Lebih jauh hakim merujuk pada UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Mengacu pada undang-undang itu, maka hakim berpandangan bahwa gugatan Viddi dkk lebih tepat dialamatkan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

 

Ditemui usai persidangan, Viddi bingung harus kemana lagi mencari keadilan. Sanksi PHK yang dikenakan kepada dirinya sudah disahkan Pengadilan Hubungan Industrial. Majelis hakim PHI Jakarta saat itu berpendapat bahwa aksi unjuk rasa tidak dikenal dalam perselisihan hubungan industrial. Sementara pengadilan umum berpendapat bahwa PHI yang berwenang. Jadi kemana lagi aku menuntut keadilan?

 

Kuasa hukum Viddi dkk, Leonard Simanjuntak dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia menyayangkan keputusan hakim. Hakim tidak cermat melihat gugatan kami. Kami mempermasalahkan tindakan Bank Mandiri yang menghalang-halangi SPBM berunjuk rasa. Makanya kami sama sekali tidak menyinggung UU Ketenagakerjaan, urainya.

 

Bagi Leonard, putusan hakim ini bisa menimbulkan masalah di kemudian hari. Putusan ini bisa mengancam serikat pekerja yang lain. Pengusaha bisa sewenang-wenang menjatuhkan sanksi kepada pekerja yang berdemonstrasi. Ironis. Di sisi lain kebebasan berpendapat melalui unjuk rasa adalah hak asasi setiap orang, ungkapnya. Ia sendiri sudah bulat untuk mengajukan banding atas putusan ini.

 

Yanuar Lubis, kuasa hukum Bank Mandiri berpandangan sebaliknya. Ia berharap agar setiap pekerja menyalurkan tuntutannya sesuai undang-undang. Jika ada perselisihan, ya harus diselesaikan lewat jalur penyelesaian hubungan industrial yang ada.

 

Penyidikan Dihentikan

Jauh hari sebelum gugatan perwakilan dilayangkan, Viddi dkk juga sudah melaporkan manajemen ke Kepolisian. Tuduhannya adalah pelarangan kegiatan berorganisasi dan perbuatan tidak menyenangkan.

 

Kepolisian menanggapi laporan Viddi dengan memanggil saksi-saksi, termasuk Direksi Bank Mandiri. Sayang, pada Agustus lalu, kepolisian menghentikan penyidikan perkara ini. Menurut polisi, manajemen tidak terbukti melanggar kegiatan berorganisasi. Faktanya, unjuk rasa telah terjadi dan telah dilaksanakan tidak terhenti atau batal… demikian kutipan surat Kepolisian.

 

Viddi menyayangkan sikap polisi yang tidak melihat kondisi faktual. Memang unjuk rasa terjadi. Tapi kemudian dibalas dengan sanksi. Apa itu bukan bentuk pelarangan kegiatan berorganisasi? Waduh.. aku makin bingung mencari keadilan.

 

Nah lho, apakah Viddi harus mencari keadilan ke negeri impian saja nih?

Unjuk rasa atau demonstrasi di Indonesia bukan tindakan terlarang, sepanjang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku. Undang-Undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengeluarkan Pendapat di Muka Umum menjadi rambu-rambu bagi setiap orang yang ingin berdemonstrasi. Jadi jelas, Anda yang ingin berunjuk rasa harus mematuhi undang-undang itu jika tidak ingin dibubarkan paksa aparat Kepolisian.  

Tags: