UU Minerba Lahir, Masalah Tumpang Tindih Selesai?
Berita

UU Minerba Lahir, Masalah Tumpang Tindih Selesai?

Para kontraktor tambang berharap, UU Minerba bisa mengatasi masalah tumpang tindih kuasa pertambangan yang marak sejak era otonomi.

Sut
Bacaan 2 Menit
UU Minerba Lahir, Masalah Tumpang Tindih Selesai?
Hukumonline

 

Selain itu pemerintah berencana membentuk pusat informasi pengelolaan geologi, potensi sumber daya minerba dan informasi pertambangan seperti yang diamanatkan UU Minerba. Tujuannya ya itu tadi, memperkecil persoalan tumpang tindih pengelolaan tambang. Jadi, ketika ada kontraktor yang mau masuk ke sebuah wilayah pertambangan, maka ia dapat melihat apakah wilayah tersebut sudah ada KP-nya atau belum, ujar Ryad.

 

Sekretaris Perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) Bimo Budi Satrio, ketika UU Minerba disahkan DPR pernah mengatakan, yang terpenting adalah adanya kepastian hukum bagi para pemegang KP. Pemerintah daerah, katanya, jangan sewenang-wenang mengubah, mencabut atau membatalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah diterbitkan secara sah kepada perusahaan. Ia berharap, penerbitan IUP seperti diatur dalam UU Minerba, tidak tumpang tindih seperti marak terjadi pada KP.

 

Mirip PP 75/2001

Tidak sampai di situ. Kewenangan pemerintah pusat juga ada pada pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi (Pasal 6 ayat (1) i dan Pasal 74 ayat (1)). Kewenangan inilah yang tidak dimiliki oleh pemerintah daerah.

 

Namun demikian, bukan berarti pengelolaan minerba kembali ke zaman sentralistik, seperti orde baru. Pemerintah daerah tetap punya kewenangan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kewenangan pemerintah provinsi diatur dalam Pasal 7, sedangkan kewenangan pemerintah kabupaten/kota diatur dalam Pasal 8.

 

Kewenangan

Pemerintah Pusat

(Pasal 6)

Pemerintah Provinsi (Pasal 7)

Pemerintah Kota/Kabupaten

(Pasal 8)

Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan yang berada pada lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dan 12  mil dari garis pantai

 

Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan yang lokasi penambangannya berada pada lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah

laut lebih dan 12 mil dari garis pantai

 

Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang berdampak lingkungan langsung lintas provinsi dan/atau dalam wilayah laut lebih dari 12  mil dan garis pantai

Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan pada lintas wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4  mil sampai dengan 12 mil

 

Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 mil sampai dengan 12  mil

 

Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan yang berdampak lingkungan langsung lintas kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 mil sampai dengan 12 mil

Pemberian IUP dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan di wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4  mil

 

Pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha

pertambangan operasi produksi yang kegiatannya berada di wilayah kabupaten/kota dan/atau

wilayah laut sampai dengan 4  mil

 

Kewenangan masing-masing pemerintah yang diatur dalam UU Minerba ini hampir mirip dengan ketentuan Perturan Pemerintah (PP) No. 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP No 32/1967 tentang Pelaksanaan UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Tapi, bisa jadi setelah UU Minerba diundangkan, PP 75 bakal digusur.

 

Kini pemerintah tengah menyiapkan sejumlah PP sebagai pelaksana UU Minerba. Kita tunggu saja hasilnya.

Tumpang tindih (overlapping) wilayah Kuasa Pertambangan (KP) merupakan masalah klasik. Persoalan ini marak ketika pemerintah mulai menerapkan kebjakan otonomi daerah di tahun 1999. Maksudnya sih baik, yakni untuk mengembangkan dan memberi pendapatan lebih kepada daerah. Tapi yang terjadi malah kebablasan. Pemerintah daerah dengan mudahnya menerbitkan izin sebuah KP kepada perusahaan tambang. Apalagi ketika masa jabatan seorang kepala daerah akan berakhir, puluhan KP biasanya akan diterbitkan. Tak peduli apakah KP yang diterbitkan itu mencaplok wilayah KP lain.

 

Akibatnya, tumpukan KP di satu wilayah yang sama mudah ditemui di daerah-daerah pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Berdasarkan catatan pengamat pertambangan, Ryad Chairil, ada 1.600 KP yang tumpang tindih. Ironisnya perusahaan tambang milik Negara (BUMN) kerap dikalahkan di Pengadilan jika terjadi sengketa tumpang tindih wilayah KP.

 

Berdasarkan catatan hukumonline ada sejumlah kasus overlapping izin KP. Kasus itu antara lain: PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk. (PTBA) dengan 16 perusahaan yang memperoleh izin KP baru di Lahat Sumatera Selatan, PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) dengan satu izin KP batu di Konawe Utara Sulawesi Tenggara, PT Rio Tinto Indonesia dengan 14 izin KP baru di Morowali Sulawesi Tengah, dan PT Inco Tbk dengan PT PT Hotman Internasional di Morowali, Sulawesi Tengah.

 

Makanya, ketika UU Minerba disusun, para kontraktor tambang—lokal, BUMN, swasta, asing—berharap UU itu bisa mengatasi masalah tumang tindih KP. Pemerintah pusat sepertinya merespon kemauan tersebut. Salah satu caranya adalah menyerobot kembali sebagian kewenangan pemerintah daerah. Misalnya dalam hal penetapan wilayah pertambangan. Pemerintah berhak menetapkan wilayah pertambangan setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan DPR (Pasal 6 ayat (1) e dan Pasal 9 ayat (2)). Nantinya pemerintah daerah tak lagi bisa sembarangan menentukan wilayah pertambangan seperti yang terjadi saat ini.

Tags: