Sentra Gakumdu Siasati Prosedur Perizinan untuk Periksa Anggota Dewan
Berita

Sentra Gakumdu Siasati Prosedur Perizinan untuk Periksa Anggota Dewan

Bawaslu dan Sentra Gakumdu akan meminta Fatwa MA untuk mengeliminir prosedur pemeriksaan anggota dewan yang terlibat tindak pidana pemilu. Tapi, apa benar Fatwa MA adalah solusinya?

Oleh:
Nov/CR-4
Bacaan 2 Menit
Sentra Gakumdu Siasati Prosedur Perizinan untuk Periksa Anggota Dewan
Hukumonline

 

Tak disangka, beberapa anggota Komisi III, seperti Azlaini Agus dan Maiyasyak Johan menentang keras pendapat pihak Kepolisian dan Kejaksaan yang mengangkangi UU Susduk. Memang dalam UU Pemilu tidak ada pasal yang mengatur prosedur pemeriksaan untuk anggota dewan. Tapi, di undang-undang lain, seperti UU Susduk, diatur mengenai hak, kewenangan, termasuk juga protokoler anggota DPR/DPRD.

 

Kecuali untuk korupsi dan terorisme, maka semua proses hukum itu harus ada izin dari presiden, katan Azlaini. Senada dengan Azlaini, Maiyasyak mengatakan, walau tindak pidana pemilu termasuk tindak pidana ringan, bukan berarti apa yang telah diatur dalam UU Susduk bisa diabaikan. Itu tidak logis jika mengikuti cara berpikir hukum.

 

Menurut Maiyasyak, tidak boleh menafsirkan hukum atas dasar kesepakatan dengan alasan prosedur penyidikan terhadap anggota dewan yang terlibat tindak pidana Pemilu tidak diatur jelas dalam UU Pemilu tidak diatur. Maka tetap harus merujuk pada UU yang mengatur tentang prosedur pemeriksaan seorang anggota parlemen, ujarnya.

 

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan ini kekeuh berpegang pada UU Susduk. Tindak pidana pemilu itu kalau menyangkut anggota DPR, dia terpaksa tetap harus izin dari presiden, kecuali ada ditentukan lain secara tegas. Begitulah barangkali cara kita menafsirkan hukum sebagai sebuah sistem, tukas Maiyasyak.

 

Maiyasyak mengatakan kalau dengan tegas dalam UU Susduk ada pengecualian untuk tindak pidana Pemilu, seperti halnya tindak pidana korupsi dan terorisme, maka bisa saja dibuat kesepakatan. Tapi, kalau tidak, ya tetap harus merujuk pada UU yang sudah ada.

 

Fatwa MA bukan solusi

Keberatan beberapa anggota Komisi III ini disikapi BHD dengan  menggelar rapat koordinasi dengan Bawaslu dan Kejaksaan Agung. Rabu (11/02), akhirnya disepakati Bawaslu dan Sentra Gakumdu akan meminta Fatwa Mahkamah Agung (MA). Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini mengatakan dalam keterbatasan waktu, jika tetap harus menunggu izin dari pihak-pihak berwenang tadi, akan berimbas pada tidak diprosesnya kasus-kasus tindak pidana pemilu yang melibatkan anggota dewan. Kalau harus menunggu izin, masalah (tindak pidana Pemilu) ini akan menguap dan hilang, tuturnya.

 

Dengan demikian, lanjut Nur Hidayat, Bawaslu dan Sentra Gakumdu akan mengajukan permohonan Fatwa MA agar pemanggilan pejabat pemerintah yang terkait dengan kasus pidana pemilu, dapat dilakukan tanpa harus menunggu izin dari Presiden, Menteri, ataupun Gubernur.

 

Pengamat Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin berpendapat Fatwa MA bukan solusi. Ia lebih menyarankan Bawaslu dan Sentra Gakumdu agar meminta langsung kepada pihak-pihak terkait tersebut untuk membuat surat izin yang bersifat umum. Yang isinya, jikalau ada anggota DPR yang diduga terlibat tindak pidana maka surat izin ini berlaku. Dalam hal mempersilahkan anggota DPR untuk diperiksa pihak kepolisian. Dengan surat izin seperti ini, UU Susduk tidak dikangkangi dan prosedur tetap dipenuhi.

 

Solusi lain ditawarkan Hadar Gumay, Direktur Eksekutif Cetro. Hadar berpendapat Bawaslu dan Sentra Gakumdu harus segera berkoordinasi dengan pemerintah. Mereka juga dilibatkan dalam proses penanganan tindak pidana pemilu. Seperti, menempatkan di Sentra Gakumdu. Jadi, apabila teridentifikasi dari laporan Bawaslu/Panwaslu ada anggota DPR atau DPRD yang terlibat dalam tindak pidana pemilu, izin bisa langsung diterbitkan. Orang pemerintah yang ditaruh di situ langsung tahu, dan kemudian siap-siap membuat draft surat izinnya, sehingga dapat langsung didisposisikan, jelas Hadar.

 

Respon yang cepat ini akan membantu pihak kepolisian untuk melaksanakan penyidikan. Tentunya, kata Hadar, tidak akan melanggar prosedur yang telah ditetapkan dalam UU Susduk. Sementara, pihak Departemen dalam Negeri (Depdagri) sendiri mengaku tidak akan memperlambat keluarnya surat izin tersebut. Penerbitan persetujuan tertulis dimaksud tentu akan dilakukan secepat mungkin, sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan, ujar Jubir Depdagri Saut Situmorang.

Dalam rangka penangangan tindak pidana Pemilu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama pihak Kepolisian dan Kejaksaan membentuk Sentra Pelayanan Terpadu (Gakumdu). Dalam laporannya ke Komisi III DPR, Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) membeberkan dari ratusan kasus yang masuk, hanya 18 yang dinyatakan P21 (lengkap syarat formil dan materil). P19 300 kasus, SP3 10 kasus, dalam penyidikan 10 kasus, dan yang tidak bisa dilanjutkan 8 kasus, imbuhnya. Penanganan tindak pidana Pemilu ini dinilai BHD berlangsung relatif lancar karena sudah ada koordinasi dan kesatuan persepsi antara tiga lembaga tersebut.

 

Namun, ada satu hal yang mengganjal. BHD mengeluhkan prosedur yang harus dipenuhi untuk memeriksa anggota dewan yang terlibat tindak pidana pemilu. Pasal 43 UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (Susduk) mengatur bahwa setiap anggota dewan yang akan diperiksa atau dimintai keterangan, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Presiden, Menteri dalam Negeri (Mendagri), maupun Gubernur.

 

Birokrasi semacam ini dianggap menghambat penyidikan. Mengingat tenggat waktu untuk melakukan penyidikan, hanyalah 14 hari, sebagaimana diatur dalam Pasal 235 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif. Waktu sesingkat itu dinilai sangat tidak memadai. Terutama jika melibatkan anggota dewan di dalamnya. Apabila ada anggota dewan yang terlibat dalam kasus ini (tindak pidana Pemilu), tentunya waktu 14 hari sudah tidak mungkin. Belum, izinnya, gelar perkaranya, dan lain-lainnya, kata BHD.

 

Untuk menyiasatinya, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung sempat menyepakati untuk memeriksa atau meminta keterangan dari DPR, DPRD I, maupun DPRD II yang diduga terlibat dalam tindak pidana pemilu, tanpa surat izin. Direktur I Keamanan Transnasional Bareskrim Mabes Polri Badrodin Haiti beralasan, UU Pemilu tidak mengatur hal itu. Pernyataan Badrodin ini sebenarnya sudah pernah disampaikan BHD dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR (09/02).

Tags: