3 Poin Penting Substansi RUU Hukum Perdata Internasional
Utama

3 Poin Penting Substansi RUU Hukum Perdata Internasional

Pilihan hukum yang berlaku, pilihan forum penyelesaian yang berlaku, dan kondisi pengakuan atas putusan badan pengadilan asing beserta hak-hak yang timbul didalamnya. Diharapkan pemerintah dan DPR dapat memprioritaskan keberadaan RUU HPI hingga disahkan menjadi UU.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Narasumber dalam diskusi bertajuk 'Sosialisasi Rancangan Hukum Perdata Internasional: Perkembangan dan Dampaknya bagi Hukum Indonesia' di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Rabu (26/10/2022). Foto: RFQ
Narasumber dalam diskusi bertajuk 'Sosialisasi Rancangan Hukum Perdata Internasional: Perkembangan dan Dampaknya bagi Hukum Indonesia' di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Rabu (26/10/2022). Foto: RFQ

Dalam setiap pergaulan internasional umumnya memiliki implikasi hukum. Belum lagi, pesatnya perkembangan dunia digital yang tidak mengenal ruang dan waktu serta lintas batas, tentunya hukum keperdataan peninggalan kolonial Belanda yang masih digunakan Indonesia sudah tidak mampu lagi menjangkaunya. Itu sebabnya diperlukan pengaturan yang lebih komprehensif terkait hukum keperdataan internasional yang kini sudah dituangkan dalam Rancangan UU Hukum Perdata Internasional (RUU HPI).  

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dirjen AHU Kemenkumham) Cahyo R Muzhar mengatakan hukum perdata internasional prinsipnya bakal menjadi kaidah penunjuk yang mengatur kapan hukum Indonesia akan berlaku. Saat menunjuk hukum Indonesia yang berlaku, maka detail substansi RUU HPI harus diatur secara jelas segala hal yang menyangkut hukum atau hubungan keperdataan lintas batas negara lain.  

“Dengan kata lain hukum perdata internasional sebagai UU portal bagi berlakunya hukum positif Indonesia,” ujar Cahyo R Muzhar dalam diskusi yang digelar secara hybrid bertajuk “Sosialisasi Rancangan Hukum Perdata Internasional: Perkembangan dan Dampaknya bagi Hukum Indonesia” di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Rabu (26/10/2022).

Baca Juga:

Dia menerangkan terdapat sejumlah alasan akan kebutuhan terhadap hukum perdata internasional. Pertama, penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Perdata Internasional (RUU HPI) dalam rangka mendukung salah satu misi pembangunan nasional Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025. Antara lain pembangunan hukum nasional berfokus pada kelanjutan pembaharuan produk hukum untuk menggantikan peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda.

Kedua, RUU HPI sebagai pegangan bagi para hakim dalam menentukan kewenangan mengadili dan menyelesaikan perkara hukum perdata internasional. Serta dapat mendorong dan meningkatkan kemampuan peradilan Indonesia dalam menangani perkara-perkara hukum perdata internasional. Ketiga, memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia dalam hubungan keperdataan dan komersial yang mengandung unsur asing.

Cahyo berpandangan praktik penyelesaian hukum perdata internasional selama ini masih merujuk hukum kolonial Belanda yakni Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18 Algemene bepalingen van wetgeving voor Indonesie (AB) dan Pasal 436(RV). Pengaturan hukum perdata internasional tersebut ternyata telah banyak tertinggal dengan perkembangan zaman di era globalisasi dan digitalisasi.

Tags:

Berita Terkait