4 Catatan Koalisi Terhadap RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Terbaru

4 Catatan Koalisi Terhadap RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Antara lain bentuk kekerasan seksual, restitusi, lembaga layanan dan fasilitas untuk korban.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Anggota Baleg DPR fraksi PKS Kurniasih Mufidayati dan perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual Naila Rizqi. Foto: ADY
Anggota Baleg DPR fraksi PKS Kurniasih Mufidayati dan perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual Naila Rizqi. Foto: ADY

Pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) masih bergulir di DPR. Ketua DPR RI, Puan Maharani, memastikan RUU TPKS segera disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR pekan depan. RUU yang pembahasannya sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu itu telah selesai diharmonisasi Badan Legislasi (Baleg) DPR di masa persidangan lalu dan akan ditindaklanjuti pimpinan DPR.

"Insya Allah (pada) Selasa 18 Januari 2022 RUU TPKS disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Mengingat kasus kekerasan seksual yang marak terjadi di Indonesia, maka ini dinilai menjadi suatu kebutuhan di hukum Indonesia,” ujar Puan Maharani saat membacakan pidato Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, sebagaimana dikutip dpr.go.id, Selasa (11/1/2022).

Puan berharap RUU TPKS dapat memperkuat upaya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, khususnya perempuan dari tindak kekerasan seksual. Dia mengajak pemerintah untuk bekerja optimal dalam pembahasan RUU TPKS dan berkomitmen untuk menuntaskan RUU TPKS.

Anggota Baleg DPR fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati, menjelaskan RUU TPKS sudah selesai dibahas Baleg sejak akhir tahun 2021. Hasilnya dari 9 fraksi ada 7 menerima. Fraksi PKS menolak RUU TPKS selama belum mengatur tentang kebebasan seksual dan penyimpangan seksual. Fraksi Golkar mengusulkan agar ada kajian lebih dalam. 

“Kami (fraksi PKS, red) memandang ada 3 persoalan penting yakni kekerasan seksual, kebebasan seksual, dan penyimpangan seksual,” kata Kurniasih dalam diskusi secara daring, Kamis (13/1/2022).

Menurut Kurniati, aturan mengenai kebebasan dan penyimpangan seksual penting untuk menekan jumlah kasus HIV/AIDS yang terus meningkat. Dia menyebut salah satu penyebabnya adalah kebebasan dan penympangan seksual. Melansir data BKKBN, Kurniati menyebut 25 persen kasus kehamilan yang tidak diharapkan sebabnya karena hamil di luar nikah.

“Kami menolak RUU TPKS jika tidak ada payung hukum yang mengatur perilaku kebebasan dan penyimpangan seksual,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait