5 Jenis Kasus Terbanyak yang Masuk LPSK
Berita

5 Jenis Kasus Terbanyak yang Masuk LPSK

Perlindungan diberikan bukan hanya kepada saksi atau korban, tetapi juga kepada ahli.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Gedung LPSK. Foto: RES
Gedung LPSK. Foto: RES
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, baru saja berulang tahun. Dalam usia ke-8 tahun, LPSK telah berkembang menjadi sebuah lembaga yang penting dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

Sejak berdiri pada 2008 silam, sudah banyak yang berubah dari LPSK. Permohonan perlindungan yang masuk mengalami kenaikan setiap tahun. Jika tren kenaikan itu terjaga, diperkirakan permohonan bisa mencapai 2000 per tahun. Begitulah prediksi yang disampaikan Abdul Haris Semendai, Ketua LPSK, di Jakarta, Kamis (08/9) kemarin.

Bagi Semendawai, tren itu mengandung makna masyarakat semakin percaya LPSK. Per Juli 2016 sudah ada 1.140 permohonan perlindungan saksi dan korban. Tahun lalu, total permohonan mencapai 1.687. “Itu berarti kehadiran LPSK dibutuhkan masyarakat,” kata dia. Perjalanan lembaga ini memang tertatih-tatih selama 8 tahun berdiri.

Lalu, kasus apa saja yang diadukan ke LPSK dan para pihaknya mengajukan permohonan perlindungan? Dengan menelusuri seluruh permohonan yang masuk pada tahun 2016, ternyata ada lima jenis kasus terbesar yang dimohonkan perlindungan ke LPSK. Apa saja itu?

1.     Pelanggaran HAM Berat
Permohonan terbanyak yang masuk ke LPSK menyangkut kasus pelanggaran HAM berat. Jumlahnya mencapai 394 dari 1.140 total permohonan yang diterima.

Berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia, pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

2.   TPPO
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), sering disebut human trafficking, diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007. Berdasarkan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini, perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Sepanjang periode Januari hingga Juli 2016, LPSK menerima 97 permohonan perlindungan saksi/korban. Jumlah ini yang kedua terbesar setelah pelanggaran HAM berat.

3.   Korupsi
Posisi ketiga ditempati kasus korupsi, sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999  sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. LPSK menerima 83 permohonan hingga Juli 2016.

Ada yang menarik dalam kasus korupsi. Menurut Abdul Haris Semendawai, perlindungan bukan hanya diberikan kepada saksi-saksi kunci dalam perkara korupsi, tetapi juga ahli. Ahli yang akan memberikan keterangan di persidangan dilindungi LPSK. “Ada di Jawa Tengah dan Jakarta,” jelasnya.

4.   Kekerasan seksual anak
Indonesia sebenarnya sudah memiliki UU No. 23 Tahun 2002tentang Perlindungan Anak (direvisi dengan UU No. 35 Tahun 2014), dan UU No. 11 Tahun 2012tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Anak-anak menjadi korban. Terakhir terungkap kasus anak-anak di Bogor yang dijadikan target homoseksual.

LPSK telah menerima 28 permohonan perlindungan dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Anak-anak yang menjadi korban atau saksi secara hukum memang harus dilindungi.

5.    Terorisme
Ternyata, LPSK juga menerima permohonan perlindungan dalam kasus tindak pidana terorisme. Ada 13 permohonan yang diterima. Bahkan, kata Abdul Haris Semendawai, perlindungan saksi/korban tindak pidana terorisme telah menjadi perhatian serius LPSK. Saat ini, LPSK juga ikut dilibatkan dalam pembahasan revisi UU No. 15 Tahun 2003tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2002 menjadi Undang-Undang.

Sebenarnya masih ada permohonan dalam kasus tindak pidana lain, misalnya penyiksaan, penganiayaan berat, dan narkotika. Bahkan ada 479 permohonan dalam tindak pidana lain di luar yang disebut. Selebihnya, 38 permohonan, ternyata bukan tindak pidana.
Tags:

Berita Terkait