Adam Air Dinyatakan Pailit
Berita

Adam Air Dinyatakan Pailit

Niat Adam Air untuk membayar utang secara tunai di persidangan dianggap cukup membuktikan adanya kewajiban yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Adam Air Dinyatakan Pailit
Hukumonline

 

Unsur pailit yang lain mengenai adanya dua atau lebih kreditur juga dinyatakan terpenuhi. Hakim merujuk pada bukti adanya surat kuasa yang diberikan kreditur lain kepada kuasa hukum pemohon. Kreditur itu antara lain PT Merpati Indonesia, Toko Global, PT Jaya Makmur, PT Bintang dan ribuan karyawan yang belum memperoleh gaji dua bulan terakhirnya.

 

Pada bagian lain pertimbangan hukumnya, hakim mengabaikan dalil Adam Air yang menyatakan bahwa adendum perjanjian antara CV CICI dan Adam Air tidak sah karena tidak dibuat dan ditandatangani oleh pihak yang berwenang. Itu adalah permasalahan intenal termohon. Yang jelas termohon sudah mengakui di persidangan mengenai adanya utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, tegas Makassau.

 

Reaksi pihak

Ditemui usai persidangan, Benny Ponto, kuasa hukum Adam Air enggan berkomentar atas putusan hakim. Denny Kailimang, kuasa hukum Adam Air yang lain kepada hukumonline melalui telepon mengaku tidak puas dengan putusan hakim. Ia masih mempersoalkan keabsahan adendum perjanjian. Namun hakim sudah memutuskan. Kita harus hormati. Mengenai upaya hukum selanjutnya, masih kita bicarakan dengan klien, jelasnya, Senin (9/6).

 

Lebih jauh Denny menyesalkan sikap hakim yang menafsirkan berbeda atas niat baik Adam Air membayar utang kepada CV CICI. Kami berniat membayar di persidangan karena sebelumnya pemohon tidak pernah mangajukan tagihan itu kepada kami, ungkapnya.

 

Mengenai PKPU seperti yang disarankan hakim, Denny tegas menolaknya. Siapa yang mau bikin PKPU? Bagian Keuangannya saja tidak ada di kantor. Uang sebesar Rp29 juta itu saja adalah uang pribadi direksi, bukan uang perusahaan, tukasnya.

 

Kisruh di maskapai penerbangan berlogo bidadari terbang itu juga melanda internal para pemegang saham. Keluarga Suherman dan Bhakti Investama masing-masing menguasai 50 persen saham perusahaan. Posisi direktur keuangan (dijabat oleh Gustiono Kustianto) yang disebut-sebut Denny tidak lain adalah orang Bhakti Investama.

 

Marx Andryan, kuasa hukum Bhakti Investama, menyatakan bahwa putusan pailit ini tidak cukup berpengaruh pada posisi kliennya. Sama saja, karena uang klien kami di sana (Adam Air, red) juga sudah raib entah ke mana, terangnya lewat telepon.

 

Namun begitu, Marx tidak bersedia jika kliennya ditarik untuk ikut bertanggung jawab  menyelesaikan kewajiban terhadap para krediturnya. Kami minta yang bertanggung jawab adalah mereka pribadi karena mereka yang mengakibatkan kacaunya keuangan perusahaan, tandasnya.

 

Lukman Arifin, kuasa hukum CV CICI mengaku puas dengan putusan hakim. Pasalnya, kata Lukman, kepastian jaminan bagi para kreditur menjadi riskan dalam perkara ini. Banyak aset perusahaan Adam Air yang sudah dijarah oleh orang lain. Kalau tidak ada putusan pailit ini, maka jaminan bagi para kreditur menjadi tidak ada.

 

Tidak konsisten

Putusan pailit ini ternyata tidak hanya mengundang kontroversi di antara pihak yang berperkara. Para pengamat di luar pihak yang berperkara juga tertarik ikut-ikutan nimbrung mengeluarkan pendapat.

 

Ricardo Simanjutak salah satunya. Praktisi sekaligus pengamat hukum kepailitan itu menyatakan bahwa putusan ini cukup menarik. Berdasarkan catatannya, ini adalah kali kedua terjadi hakim menolak itikad debitur untuk membayar utangnya di dalam persidangan. Yang pertama, adalah perkara antara Husein Sani dan Johan Subekti melawan PT Modernland Realty pada Tahun 1998. Saat itu, hakim juga menolak niat Modernland untuk membayar kewajibannya di persidangan, tuturnya.

 

Dalam perkara Modernland itu, hakim melarang debitur untuk membayar tunai utangnya kepada kreditur. Alasannya serupa dengan yang dikemukakan hakim Makassau. Di dalam peradilan kepailitan tidak dikenal istilah pembayaran utang secara tunai di dalam persidangan.

 

Namun, lanjut Ricardo, setelah itu pengadilan niaga membolehkan adanya mekanisme penyelesaian di luar yang diatur dalam UU Kepailitan. Para pihak berdamai di luar persidangan, kemudian melaporkan ke hakim dan ujung-ujungnya permohonan itu dicabut. Ini sering terjadi di dalam praktek, ujarnya.

 

Di sinilah Ricardo menilai hakim masih sering menafsirkan UU menurut kemauannya sendiri. Menurutnya, UU Kepailitan tidak mengenal istilah pencabutan permohonan seperti halnya pencabutan gugatan dalam perkara perdata biasa. Namun, prakteknya, pencabutan itu dibolehkan hakim ketika para pihak berdamai di luar persidangan. Dalam perkara ini, kalau tidak boleh menyelesaikan di dalam persidangan, harusnya penyelesaian di luar persidangan juga tidak boleh dong. Ini menunjukan hakim tidak konsisten dan masih menafsirkan undang-undang sesuai dengan kemauannya sendiri.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat pada akhir 2007 lalu pernah menerima permohonan pailit terhadap RCTI yang diajukan mantan karyawannya. Ketika proses persidangan berjalan, RCTI ternyata bersedia berdamai dengan membayar semua kewajibannya. Alhasil permohonan pailit pun dicabut.

 

Imam Nasima, peneliti hukum kepailitan di Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia (PSHK) mengaku mengapresiasi pertimbangan hakim. Hakim sudah bijak dan tepat ketika menyarankan pihak Adam Air menempuh PKPU jika memang mau dan mampu untuk membayar utangnya. Bukan dengan membayar secara tunai di persidangan, cetusnya.

 

Imam menegaskan bahwa UU Kepailitan memang tidak mengenal mekanisme perdamaian di muka hakim di dalam persidangan. Namun, lanjutnya, tidak ada juga larangan bagi para pihak untuk berdamai di luar persidangan. Kalau tidak diatur dalam UU Kepailitan, maka mengacu pada hukum acara perdata umumnya, imbuhnya.

 

Meski begitu, Imam menekankan bahwa perdamaian terjadi atas kesepakatan para pihak. Kalau krediturnya Adam Air tidak mau berdamai, ya nggak boleh dipaksa juga dong, pungkas penggondol master dari Utrecht University, Belanda itu. 

 

Itikad baik ternyata tak selamanya direspon dengan baik pula. Di kemudian hari, niat baik itu bisa berubah menjadi bumerang yang bisa menyerang balik. Demikian pula yang terjadi pada PT Adam SkyConnection Air Lines atau biasa dikenal dengan Adam Air. Gara-gara bermaksud menyelesaikan utang secara langsung di persidangan, hakim malah menganggap Adam Air mengakui utangnya.

 

Bukti pengakuan utang itu berakibat fatal. Majelis hakim menggunakannya sebagai salah satu alasan untuk mengabulkan permohonan pailit yang diajukan CV CICI qq Dra. Luvida terhadap Adam Air. Menyatakan PT Adam SkyConnection Airlines pailit dengan segala akibat hukumnya, hakim Makassau merapal amar putusannya di Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat, Senin (9/6).

 

Hakim, dalam amar putusannya yang lain, mengangkat Gunawan Widiatmadja dan Antoni Prawira sebagai tim kurator yang akan memimpin pembagian harta Adam Air kepada para krediturnya. Hakim PN Jakarta Pusat, Reno Listowo juga ditunjuk sebagai hakim pengawas. Selain itu, Adam Air masih dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5 juta.

 

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menilai keinginan kuasa hukum Adam Air membayar secara lunas utangnya kepada CV CICI di muka persidangan adalah suatu perbuatan yang tidak dikenal dalam UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU). Menurut Makassau, jika Adam Air berkeinginan menyelesaikan kewajibannya, maka Adam Air bisa menempuh prosedur PKPU.

 

Dalam proses kepailitan di persidangan tidak dikenal pembayaran utang secara langsung kepada debitur, kecuali PKPU dan telah terjadi perdamaian. Maka menurut majelis telah terbukti bahwa termohon pailit memiliki utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, Makassau menguraikan pertimbangan hukumnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: