ADB : Hati-hati FTA dengan Negara Maju
Berita

ADB : Hati-hati FTA dengan Negara Maju

Bank Pembangunan Asia (ADB) memperingatkan kepada Negara-negara di kawasan Asia terutama di Asean agar berhati-hati dalam melakukan perjanjian kerjasama perdagangan bilateral (BTA) dengan Negara-negara maju.

Oleh:
Lut
Bacaan 2 Menit

 

Sebagaimana diketahui, dalam siaran pers, Mendag menyatakan bahwa FTA RI-AS akan dibahas dalam pertemuan Juni 2006 mendatang. Kedua negara, demikian siaran pers tersebut, juga mencapai satu kesepakatan guna meningkatkan investasi dan perdagangan, meski tidak dirinci targetnya. Untuk keperluan tersebut telah dibentuk satu forum konsultasi.

 

Bahkan, Mendag Maria Elka Pangestu telah meminta satu lembaga think thank di Amerika Serikat, yaitu Institute of International Economics, untuk meriset manfaat serta untung rugi FTA RI-AS.

 

Pemerintah RI dan AS juga telah membuat sejumlah nota kesepahaman (MoU) antara lain di bidang pencegahan pembalakan kayu ilegal, pencegahan praktik pemindahkapalan melalui kerja sama pabean, dan penguatan penegakan hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Tiga kesepakatan itu yaitu pabean, HaKI, dan investasi adalah isu yang akan terus kami kerjakan, karena isu-isu itu akan menjadi batu loncatan yang penting untuk menuju FTA, tandas Mari dalam siaran pers tersebut.

 

Yang pasti, bila FTA RI-AS jadi disepakati, maka RI akan menjadi negara ketiga di kawasan Asean-di luar Singapura yang sudah lebih dulu meneken FTA dengan AS-yang mengikuti langkah Malaysia dan Thailand yang mengembangkan TIFA menjadi FTA.

 

Ada Sisi yang Menguntungkan

Sementara itu, Principal Economist ADB Ramesh Subramaniam mengatakan, negara-negara berkembang di Asia dengan pasar yang kecil selalu menghadapi tantangan besar. Negara berkembang itu berada pada posisi lemah untuk mendapatkan akses ke perjanjian perdagangan baru. Tren kerja sama bilateral hanya akan membuat margin negara-negara miskin itu semakin menyempit, ujarnya melalui teleconference secara langsung dari Markas ADB di Filipina.

 

Selain itu, eksistensi perjanjian bilateral terkadang bisa menimbulkan konflik dengan perjanjian perdagangan multilateral dan mengancam prospek pertumbuhan kawasan.

 

Namun, khusus untuk perdagangan internasional, perdagangan terbuka itu telah menguntungkan negara-negara Asia. Hal ini bisa dilihat dari indikasi tingginya pendapatan dan penurunan tingkat kemiskinan di kawasan itu dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.

Tags: