Akademisi 'Melarang' KPPU Menafsirkan UU
Kasus Donggi-Senoro:

Akademisi 'Melarang' KPPU Menafsirkan UU

Ketimbang menafsirkan, KPPU sebaiknya mendorong revisi UU No 5 Tahun 1999.

Oleh:
cr-13
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU Jakarta. Foto: Sgp
Gedung KPPU Jakarta. Foto: Sgp

Meskipun sudah dikuatkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam kasus persekongkolan tender terkait proyek Donggi Senoro masih menuai kritik. Akademisi senior Erman Rajagukguk menilai KPPU telah melampaui kewenangannya ketika menjatuhkan putusan dalam perkara persaingan usaha terkait proyek LNG Donggi Senoro.

Menurut Erman, tindakan melampaui kewenangan itu terkait penafsiran Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) yang dilakukan oleh KPPU. Seharusnya, kata Erman, KPPU tidak boleh menafsirkan suatu undang-undang. Dia berpendapat, yang dapat menafsirkan undang-undang adalah hakim dalam rangka penemuan hukum.

Pasal 22 mengatur tentang persekongkolan tender. Melalui Peraturan KPPU No 2 Tahun 2010, KPPU lalu memperluas penafsiran persekongkolan tender yang tidak hanya meliputi persekongkolan secara horizontal, tetapi juga vertikal. Perluasan penafsiran ini juga merujuk pada pendapat Marteen CW Janssen dalam buku Auctioning Public Asset: Analysis and Alternatives sehingga berkeyakinan beauty contest termasuk dalam lingkup tender.

“KPPU tidak boleh menafsirkan suatu undang-undang. Jika mau memperluas penafsiran Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999 ini, ubah dulu undang-undangnya. Atau, yang boleh melakukan perluasan itu ya, hakim dalam rangka penemuan hukum, bukan KPPU. KPPU kan bukan lembaga yudikatif,” ungkap Guru Besar FHUI ini.

Terkait buku Marteen CW Janssen, Erman mencoba meluruskan bahwa buku itu tidak memasukkan beauty contest dalam pengertian tender. Buku tersebut, kata Erman lagi, hanya menguraikan pemilihan penyedia barang atau jasa dengan cara lelang dan beauty contest.

Ditegaskan Erman, beauty contest tidak sama dengan tender. “Ini prinsip. Oleh karena itu, jika Pertamina ingin pilih siapa partnernya, ia tinggal tunjuk saja, tidak masalah. Karena, tidak ada undang-undangyang mengharuskan perusahaan untuk memilih partnernya melalui proses seleksi,” tandasnya.

Erman menambahkan, UU Anti Monopoli tidak mengenal istilah beauty contest. Beauty contest adalah istilah sarjana luar negeri. UU No 5 Tahun 1999 tidak mengenal istilah ini. Oleh karena itu, hukum asing tidak dapat dipakai untuk menafsirkan undang-undang Indonesia karena adanya asas kedaulatan, sovereignity,” tegasnya.

Untuk diketahui, berdasarkan penelusuran hukumonline, Erman Rajagukguk sempat memberikan keterangan ahli secara tertulis dalam tahap pemeriksaan lanjutan, ketika majelis KPPU memeriksa perkara Donggi-Senoro. Keterangan tertulis Erman diajukan oleh pihak Mitsubishi, salah satu terlapor dalam kasus tersebut.   

Melalui telepon, Selasa (22/5), Komisioner KPPU Sukarni membantah pendapat Erman Rajagukguk. Menurutnya, KPPU berwenang melakukan penafsiran terhadap undang-undang. Kewenangan ini, kata Sukarni, memiliki dasar hukum yakni Pasal 35 huruf H UU Antimonopoli.

“KPPU tidak melampaui kewenangan. Undang-undang memberikan hak kepada komisi untuk membuat pedoman yang diwadahi dalam bentuk peraturan komisi,” ujar Sukarni kepada hukumonline.

Selain itu, Sukarni menegaskan bahwa perkara Donggi-Senoro bukan perkara terkait Pasal 22 yang pertama bagi KPPU. Dia tegaskan, KPPU sudah 12 tahun berpengalaman menangani perkara terkait Pasal 22. “Itu kan pendapat Pak Erman, silakan saja. Akan tetapi, KPPU sudah menangani perkara Pasal 22 selama 12 tahun dan kita sudah menuangkannya dalam Peraturan Komisi mengenai penjelasan Pasal 22 itu,” dalihnya.

Sebagai lembaga pemutus, kata Sukarni, KPPU akan konsisten pada putusan yang telah dihasilkan. Yang pasti, Sukarni tetap berkeyakinan putusan majelis KPPU yang menangani perkara Donggi-Senoro sudah tepat.

“Apapun namanya apabila diwadahi dalam bentuk pasar, ya itulah tender, mau memilih partner kah, mau barang dan jasa, atau apapun itu, jika ada kompetisi di dalamnya, berarti itu adalah sebuah tender,” tukasnya.

Sebagaimana diketahui, dalam perkara ini yang menjadi terlapor antara lain PT Pertamina (Persero), PT Medco Energy International, Tbk., PT Mitsubshi Corporation, dan PT Medco E&P. Dalam putusannya, majelis KPPU menghukum para terlapor dengan hukuman denda yang nilainya bervariasi. Para terlapor dinyatakan bersalah melanggar UU Anti Monopoli.

Atas putusan KPPU tersebut, Pertamina dan KPPU mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun hasilnya kalah. Makanya, Pertamina mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sejauh ini, permohonan kasasi itu belum diputus.

Tags: