Alasan Pengusaha Menolak Permendag 56
Berita

Alasan Pengusaha Menolak Permendag 56

Forum Komunikasi Penataan Pasar dihapuskan.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Alasan Pengusaha Menolak Permendag 56
Hukumonline
Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan dari Permendag No. 70 Tahun 2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern menjadi Permendag No. 56 Tahun 2014 masih menyisakan masalah. Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam 9 asosiasi merasa gerah atas perubahan itu.

Para pengusaha mempertanyakan motif cepatnya perubahan beleid sang Menteri. Permendag pertama diterbitkan pada Desember 2013, dan Permendag kedua terbit September 2014. Permendag pertama seharusnya baru berlaku mulai Juni 2014. Hanya beberapa bulan berlaku kini sudah direvisi.

Ketua Umum Asosiasi Pemilik Merek Lokal Indonesia (AMIN), Putri K Wardhani, meminta pemerintah mengembalikan semangat Permendag 70 yang lebih menguntungkan pengusaha nasional. Agar tidak gampang diubah seperti yang terjadi sekarang, Putri meminta penataan pasar diangkat normanya ke dalam Peraturan Presiden (Perpres), bahkan kalau perlu dalam bentuk Undang-Undang. “Kami minta pemerintah mengembalikan semangat Permendag 70,” ujarnya, Senin (13/10) lalu.

Salah satu pasal yang dikritik adalah tambahan klausula kemitraan pada Pasal 21. Semula disebutkan ‘Toko modern hanya dapat memasarkan barang merek sendiri paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari keseluruhan jumlah barang dagangan (stock keeping unit) yang dijual di dalam outlet/gerai toko modern”. Kini, ketentuan ini bisa dikecualikan, yakni jika dilakukan dalam rangka kemitraan.

Diduga klausula itu masuk karena pengaruh asing. Pembatasan maksimal 15 persen dalam Permendag 70 mungkin menghambat merek asing masuk ke toko modern, sehingga dibuat pengecualian. “Kalau memang pihak asing ada yang mengalami kesulitan dengan Permendag 70, ayo dibicarakan bersama. Tapi ini tidak ada, dan langsung ada perubahan regulasi,” jelas Putri.

“Dalam hal kemitraan dibatasi 15 persen. Ini adalah kunci Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), yakni branding. Semangatnya biar semua merk bisa masuk semua dan bersaing. Nah, karena ada perubahan, kalau house brand asalkan kemitraan bisa 100 persen,donk. Tidak akan terjadi pemerataan,” sambung Putri.

Permendag dan revisinya memberi batas waktu (transisi) dua tahun untuk menyesuaikan dengan keharusan menyediakan barang dagangan produksi dalam negeri. Permendag 70 menegaskan pelaku usaha perbelanjaan dan toko  modern yang telah beroperasi dan menyediakan barang dagangan kurang dari 80 persen sebelum Permendag berlaku harus menyesuaikan diri paling lambat dua tahun. Subjek yang dibebani kewajiban itu dalam revisi berubah menjadi ‘toko modern dan pusat perbelanjaan dan yang dikelola sendiri’.

Pasal 8 Permendag 70 mengatur toko modern hanya dapat menjual barang pendukung usaha utama maksimal 10 persen dari total jumlah barang yang dijual di outlet. Izin penjualan lebih dari batasan 10 persen itu bisa diberikan Menteri setelah mempertimbangkan rekomendasi Forum Komunikasi Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam Permendag 56, Forum Komunikasi Penataan Pasar itu dihapuskan. Izin sepenuhnya di tangan Menteri Perdagangan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI), Susanto, menilai adanya indikasi intervensi kepentingan besar yang mampu menyetir Kemendag dan makin memperlemah upaya meningkatkan produksi dalam negeri serta menghambat brand nasional untuk go international. “Siapa lagi kalau bukan asing?,” tegas Susanto kepada awak media.

Untuk rencana ke depan, Susanto menyatakan Aliansi 9 Asosiasi akan menemui Presiden Terpilih Joko Widodo untuk membicarakan hal ini. Ia berharap Jokowi-JK dapat mengambil keputusan yang benar terkait perubahan aturan tersebut.

Selain AMIN dan AP3MI, anggota asosiasi yang mempersoalkan Permendag 56 adalah Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), National Meet Processor Association atau Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia (NAMPA), Asosiasi Pemasok Garment dan Aksesori Indonesia (APGAI), Asosiasi Produsen Garam Konsumsi Beryodium (Aprogarkob), Gabungan Elektronika Indonesia (Gabel) dan Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM).
Tags: