Alasan Perlunya Otoritas Perlindungan Data Pribadi Independen
Utama

Alasan Perlunya Otoritas Perlindungan Data Pribadi Independen

Jika Otoritas PDP didudukkan sebagai institusi pemerintah atau LPNK, maka fungsi‐fungsi yang melekat dan seharusnya menjadi tanggung jawab lembaga ini, tidak akan bisa dilaksanakan secara efektif.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 4 Menit
Sejumlah narasumber dalam diskusi daring bertajuk 'Tarik Ulur RUU PDP: Perdebatan Otoritas PDP Independen dan Pengganjalnya', Jumat (12/11/2021). Foto: DAN
Sejumlah narasumber dalam diskusi daring bertajuk 'Tarik Ulur RUU PDP: Perdebatan Otoritas PDP Independen dan Pengganjalnya', Jumat (12/11/2021). Foto: DAN

Pembahasan draft Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) di DPR Juni lalu mengalami hambatan. Hal ini terjadi menyusul perubahan sikap pemerintah di hari terakhir pembahasan mengenai rencana pembentukan Otoritas Perlindungan Data yang mandiri (independen) yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.   

Usulan terkait ini diketahui datang dari DPR dan sebelumnya sempat disepakati secara bersama oleh pemerintah bersama DPR. Namun sikap pemerintah yang menginginkan agar Otoritas Perlindungan Data berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika mengakibatkan kelanjutan pembahasan RUU ini menjadi tertunda.

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menilai, posisi Otoritas Perlindungan Data yang diletakkan di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) maupun menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) hanya akan mengaburkan tujuan perlindungan data pribadi. Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar menyebutkan, tanpa Otoritas Pelindungan Data yang independen, sulit untuk secara efektif mengimplementasikan UU PDP.

“Artinya, mandat perlindungan data pribadi sebagai bagian dari hak atas privasi warga negara, yang dijamin Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, juga tidak akan bisa terwujud,” ujar Wahyudi Djafar dalam diskusi daring bertajuk "Tarik Ulur RUU PDP: Perdebatan Otoritas PDP Independen dan Pengganjalnya", Jumat (12/11/2021). (Baca Juga: RUU Pelindungan Data Pribadi Dinilai Minim Perspektif Penyandang Disabilitas)  

Sejumlah alasan disampaikan Wahyudi terkait hal ini. Menurutnya, jangkauan materi UU PDP berlaku mengikat baik bagi sektor publik maupun privat, sehingga penerapannya hanya akan efektif bila diawasi oleh sebuah Otoritas PDP yang independen, bukan bagian dari kementerian atau sebagai lembaga pemerintah. Dia mengingatkan penting untuk diperhatikan bahwa Otoritas PDP bukan bekerja untuk melayani kepentingan pemerintah, tetapi justru mengawasi kepatuhan pemerintah terhadap hukum pelindungan data pribadi.

Bila Otoritas PDP diletakkan di bawah Kominfo, berarti Kominfo akan duduk sebagai pemain sekaligus wasit (pengendali data sekaligus juga pengawas terhadap dirinya sendiri). Hal ini tentu sulit untuk mengambil keputusan secara obyektif, fair, dan adil. “Harus diingat, data hari ini tidak hanya dikumpulkan dan diproses oleh swasta dengan motif ekonomi, tetapi juga untuk tujuan politik. Termasuk di dalamnya penggunaan data pribadi dalam kampanye pemilu, untuk tujuan pemenangan kontestasi politik elektoral,” ungkap Wahyudi.

Kemudian, dengan meletakkan Otoritas PDP sebagai lembaga pemerintah menjadikannya sangat bergantung sepenuhnya kepada pemerintah. Otoritas PDP yang berada di bawah Kominfo misalnya, tentu wewenangnya tidak akan bisa lebih besar dari tugas, fungsi dan wewenang Kominfo, sebagaimana diatur oleh UU Kementerian Negara. Bahkan urusan komunikasi dan informasi, bukanlah urusan pemerintahan yang bersifat mutlak. Artinya, sangat terbuka peluang pembubaran atau peleburan kementerian ini di masa mendatang.

Tags:

Berita Terkait