Secara kelembagaan, F-Reformasi menyatakan menghargai hasil keputusan komisi II atas munculnya empat nama calon itu. Sementara F-PPP mengemukakan keinginannya untuk tetap mengesahkan hasil yang telah disepakati di Komisi II pada hari ini juga. "Proses yang dilaksanakan sudah maksimal dan semua fraksi sudah terlibat di dalam proses," ujar salah satu anggota F-PPP.
Menanggapi sikap penolakan F-PDIP itu Hamdan Zoelva dari F-PBB mengingatkan, Desember 2000 ini Wakil Ketua MA yang juga menjabat sebagai Penjabat Sementara Ketua MA sudah pensiun. Dengan demikian, ungkap Hamdan, apabila calon yang telah ada tidak disahkan tentunya akan berkonsekuensi kosongnya jabatan ketua di MA.
"Tidak ada jalan lain dan tidak ada pilihan lain selain 14 hakim agung yang sudah mencalonkan diri tersebut. Orang-orangnya mungkin tidak sempurna, cuma yang ada hanya itu," ujar Hamdan mengingatkan.
Senada dengan tiga fraksi di atas, F-PDU juga menyatakan, apa yang telah dihasilkan oleh Komisi II harus ditaati. Demikian pula dengan F-KKI yang menyatakan bahwa tugas dan tanggungjawab Komisi II sudah selesai. Dan dengan segala kekurangannya hasil tersebut adalah produk maksimal yang dihasilkan Komisi II. "Sudah sejak awal F-KKI tidak ada niat melakukan politicking. F-KKI taat asas dan taat undang-undang," ujar juru bicara F-KKI.
Yang agak berbeda dalam permasalahan ini adalah sikap dari F-PKB. Anggota F-PKB Effendi Choiri menyatakan, keputusan terakhir proses pemilihan bukan ada di tangan komisi dan badan musyawarah, tetapi di paripurna.
"Paripurnalah tempat untuk mengesahkan atau menggagalkan suatu keputusan. Sekarang adalah waktunya untuk mendebatkan dan mempermasalahkan hasil ini. Tidak tergesa-gesa memutuskan, tetapi dipikirkan terlebih dahulu," papar Effendi. Namun akhirnya F-PKB mengambil langkah abstain dalam permasalahan ini.
Voting
Sementara Sutanto dari F-TNI/Polri mencoba mengarahkan hasil akhir keputusan diambil dengan voting. Sutanto mengutip ketentuan Pasal 177 Tata Tertib DPR yang mengatur tentang tatacara mengambil keputusan yang pada ayat (3) Pasal tersebut dinyatakan apabila tidak mungkin dengan musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil dengan cara voting.