Aturan Pajak E-Commerce Masih Terus ‘Digodok’
Berita

Aturan Pajak E-Commerce Masih Terus ‘Digodok’

Disarankan RPMK tentang E-Commerce ini dilakukan uji publik agar tidak merugikan para pelaku usaha e-commerce dan pengenaan pajaknya diberlakukan secara adil.

CR-26
Bacaan 2 Menit

Sebelumnya, dalam RPMK ini, pelaku usaha e-commerce dikenakan tarif pajak sebesar 0,5 persen dari pendapat bruto perusahaan. Sedangkan, ambang batas pendapatan bruto perusahaan e-commerce mencapai Rp 4,8 miliar per tahun.

Sementara itu, Kepala BKF, Suhasil Nazara menyampaikan saat ini rancangan peraturan tersebut masih dalam pembahasan antara pihaknya dengan DJP. Dia menjanjikan setelah regulasi tersebut rampung dibahas akan diumumkan kepada publik. “Nanti kalau sudah selesai akan diumumkan,” kata Suahasil saat dihubungi melalui pesan singkat.

Sebelumnya, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) pernah meminta agar dilakukan uji publik terhadap rancangan peraturan tersebut. Asosiasi ini berharap dengan uji publik tersebut dapat memberi masukan terhadap RPMK itu agar tidak merugikan para pelaku di industri tersebut.

Ketua idEA, Aulia E Marinto mengatakan secara prinsip mendukung kebijakan pajak e-commerce ini. Menurutnya, peraturan perpajakan tersebut dapat mendorong pelaku usaha e-commerce yang didominasi UMKM berubah dari offline (memiliki toko) menjadi online (tidak memiliki toko). Hal tersebut berdampak positif karena dapat meningkatkan daya saing dan efisiensi biaya bagi UMKM nasional.

“Penerapan aturan perpajakan tersebut diperlukan untuk mendorong UMKM offline bertransfomasi menjadi UMKM online dan memudahkan pemungutan pajak di masa mendatang sekaligus meningkatkan efisiensi dan daya saing UMKM mikro di Indonesia,” kata Aulia dalam siaran persnya akhir Januari (31/1/2018) lalu.

Ketua Bidang Pajak, Cybersecurity, Infrastruktur idEA, Bima Laga mengatakan model e-commerce marketplace merupakan salah satu bentuk model kanal transaksi dari beragam jenis. Dia menilai kebijakan ini harus berlaku terhadap seluruh jenis kanal transaksi yang terjadi saat ini tanpa dibeda-bedakan.

Dia meminta agar Pemerintah dapat menjamin perlakuan yang sama pada seluruh pelaku usaha. “DJP juga perlu melakukan enforcement bagi kanal lain yaitu pelaku bisnis di Media Sosial (marketplace informal) dan marketplace offline. Mengingat marketplace diharapkan berperan memfasilitasi dan membantu DJP meningkatkan jumlah Wajib Pajak baru termasuk menyetorkan pajak dan memberi data transaksinya secara online,” kata Bima.

Dia tegaskan pihaknya mendorong agar uji publik atas naskah RPMK Pajak E-Commerce harus segera dilaksanakan agar poin-poin masukan dapat menjadi pertimbangan Menteri Keuangan dalam penyempurnaan tata cara perpajakan e-commerce ini.

“Sehingga para pelaku industri e-commerce dapat menjalankan bisnisnya sesuai PMK yang berlaku, juga mampu berkembang secara optimal guna memaksimalkan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia,” harapnya.

Tags:

Berita Terkait