Bamsoet: Jangan Langgar Prokes demi Ego Kelompok
Pojok MPR-RI

Bamsoet: Jangan Langgar Prokes demi Ego Kelompok

Patut untuk disadari bahwa ketidakpedulian pada prokes justru menjadi ancaman mematikan anggota keluarga.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo. Foto: istimewa.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo. Foto: istimewa.

Bambang Soesatyo

Ketua MPR RI/

Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Universitas Terbuka

 

Nyata dan tak terbantahkan bahwa penularan virus corona yang tak terdeteksi menjadi ancaman bagi semua orang, karena ragam varian virus corona itu tidak mengenal sekat. Agar tidak terpapar, semua orang, termasuk pelajar, didorong membatasi kegiatan dan mobilitasnya. Maka, ketika ada komunitas yang lebih mengedepankan ego kelompok dengan melanggar ketentuan tentang pembatasan kegiatan masyarakat di tengah pandemi, mereka otomatis menjadi ancaman bagi orang lain di sekitarnya, termasuk anggota keluarganya sendiri.

 

Siapa saja yang beraktivitas di luar rumah dengan tidak mematuhi protokol kesehatan (prokes), dia berpotensi menjadi sumber klaster keluarga ketika kembali ke rumah. Dan, sudah ada banyak contoh kasus yang berkisah tentang akibat fatal karena mereka yang tidak peduli pada (prokes) semasa pandemi Covid-19 sekarang ini. Patut untuk disadari bahwa ketidakpedulian pada prokes justru menjadi ancaman mematikan anggota keluarga. 

 

Di Jakarta, pada pekan kedua Juni 2021, seorang bayi usia 29 hari terpapar Covid-19 dan meninggal. Bayi mungil itu terpapar setelah dikunjungi keluarga besarnya. Di Sukabumi, bayi perempuan yang dilahirkan 8 Juli 2021 meninggal dunia pada 9 Juli 2021 setelah terkonfirmasi positif Covid-19, karena tertular dari ibunya yang pasien positif Covid-19. Dua contoh kasus ini sudah lebih dari cukup untuk mewakili  kisah pilu lainnya yang nyaris sama dan telah terjadi di banyak tempat.

 

Di kabupaten Blitar misalnya, ada 10 bayi yang lahir di RSUD Ngudi Waluyo kehilangan ibu mereka yang meninggal karena terinfeksi Covid-19. Dalam kurun Januari-Juli 2021, sebanyak 15 ibu hamil meninggal karena Covid-19 saat dirawat di RSUD Ngudi Waluyo. 

 

Pertengahan Juni 2021, Satgas Penanganan Covid-19 mengungkap fakta bahwa 1,2 persen anak usia di bawah 18 tahun di Indonesia meninggal akibat virus corona. Jika mengacu pada data kumulatif kasus kematian saat itu , 1,2 persen itu ekuivalen 630 anak Indonesia. Rinciannya, 0,6 persen kelompok usia 0-5 tahun, dan 0,6 persen lainnya kelompok usia 5-18 tahun. Data ini menjelaskan bahwa angka kematian balita terpapar Covid-19 lebih tinggi dari anak usia lain. Hingga pekan pertama Agustus 2021 ini, total kematian akibat Covid-19 (semua kelompok usia) sudah menembus jumlah 100.000. Kementerian Kesehatan per Rabu (4/8) mencatat total kematian menjadi 100.636. 

 

Kisah kematian bayi dan ibu hamil, plus data tentang total kematian itu, mestinya memberi pemahaman yang lebih tentang urgensi kepatuhan pada Prokes. Ancaman Covid-19 itu nyata, dan cara menghindarinya hanya patuh dan melaksanakan prokes. Bayi dan ibu hamil selalu berdiam di rumah. Siapa yang paling potensial menularkan Covid-19 kepada mereka? Sudah pasti mereka yang datang atau kembali ke rumah setelah beraktivitas di luar dengan tidak mematuhi prokes. 

 

Sejak pandemi Covid-19 gelombang pertama hingga kini, prokes di Indonesia tidak pernah diatur melalui kebijakan penguncian total atau lockdown, melainkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat. Dan, yang terkini adalah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Dalam konteks memerangi penularan virus yang tidak terdeteksi mata manusia, kebijakan PPKM itu masuk kategori pendekatan lunak. Beda dengan lockdown yang dirasakan sangat ekstrem.

Halaman Selanjutnya:
Tags: